JAKARTA – Komisi III DPR ramai-ramai mengkritik langkah Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly mengangkat perwira tinggi Polri aktif menjadi pejabat sambil menyinggung soal Dwifungsi ABRI.
Pasalnya, dua perwira tinggi Polri itu tak mundur dari institusi Polri atau beralih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Sementara, UU Polri mengharuskan mereka mengundurkan diri lebih dulu.

Dua perwira tinggi Polri yang dimaksud itu ialah Inspektur Jenderal Andap Budhi Revianto yang diangkat menjadi Inspektur Jenderal Kemenkumham dan Irjen Reinhard Silitonga yang diangkat menjadi Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS).

Aggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Masinton Pasaribu lembaga pendidikan di bawah Kemenkumham lebih baik ditutup bila Yasonna mengambil sosok dari institusi lain untuk menduduki jabatan di Kemenkumham.

“Buat apa ada politeknik imigrasi, politeknik lain lain kalau mereka tidak bisa jadi Irjen. Tutup saja kalau gitu buang anggaran,” kata Masinton dalam Rapat Kerja Komisi III DPR RI dengan Yasonna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Senin (22/6).

Ia kemudian menyindir langkah Yasonna itu membuat anak-anak di Indonesia tidak perlu lagi menempuh pendidikan hingga tingkat universitas. Pasalnya, lanjut Masinton, untuk menjadi pejabat sipil seseorang cukup menempuh pendidikan di Akademi Kepolisian (Akpol) atau Akademi Militer (Akmil) saja.

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly  mengikuti rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (22/6/2020). Raker tersebut membahas persiapan kenormalan baru di lembaga pemasyarakatan (LP) dan Imigrasi. ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari/hp.
Masinton juga mengungkit era Orde Baru ketika lulusan Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Akabri) bisa mengisi jabatan di seluruh pemerintahan dan menjadi kepala daerah.

“Kalau begini kejadiannya anak kita enggak usah sekolah, enggak usah kuliah tinggi-tinggi. Masuk Akpol dan Akmil saja, nanti akan masuk pejabat sipil tanpa harus mundur,” katanya.

“Dulu kenapa kita menentang yang namanya dwifungsi ABRI, sehingga semua equal, tidak ada supremasi dari satu institusi dalam pengelolaan negara tadi,” kata dia.

Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Komisi III DPR Pangeran Khairul Saleh mengatakan, berpijak pada UU ASN, semestinya dua perwira tinggi Polri aktif tersebut beralih tugas lebih dahulu dari institusi Polri sebelum mendudiki jabatan di Kemenkumham.

“UU-nya demikian, kan ini undang-undang di atas peraturan pemerintah,” kata Politikus PAN itu.

Senada, anggota Komisi III DPR dari Demokrat, Benny Kabur Harman juga mengungkapkan hal yang sama. Bahkan, ia meminta agar dua perwira tinggi Polri itu dikembalikan.

Infografis Serba Serbi DPR Periode 2014-2019

“Kembalikan mereka ke institusi aslinya. Tegas kita tolak itu,” kata Benny Harman.

Menyikapi, Yasonna berdalih bahwa pengangkatan dua perwira tinggi Polri itu sesuai kebutuhan organisasi. Ia mengklaim bahwa mereka merupakan kompetensi yang dibutuhkan oleh Kemenkumham.

“PP memungkinkan itu. Kami Kemenkumham membutuhkan pada kesempatan ini. Ini kebutuhan organisasi,” ujar Yasonna.

Diketahui, Yasonna melantik Andap Irjen Kemenkumham menggantikan Jhoni Ginting, yang kini menjabat Direktur Jenderal Imigrasi pada awal Mei 2020. Dalam kesempatan yang sama, Yasonna juga melantik Jhoni Ginting sebagai Direktur Jenderal Imigrasi, Reinhard sebagai Dirjen PAS, serta 16 pejabat pimpinan tinggi pratama di lingkungan Kemenkumham.

Pasal 28 ayat (3) UU Polri menyebutkan anggota kepolisian dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian.

Dalam bagian penjelasan, yang dimaksud jabatan di luar kepolisian adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia