Guru besar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta R.P. Prof. Dr. Franz Magnis Suseno, SJ berpose sesaat setelah diwawancarai Kompas.com di Kampus Driyarkara,Kamis(19/1/2023).(KOMPAS.com/ANTONIUS ADITYA MAHENDRA)

Guru Besar Filsafat STF Driyarkara Franz Magnis Suseno yang akrab disapa Romo Magnis menjadi salah satu ahli yang dihadirkan dalam sidang lanjutan perkara sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa (2/4/2024) kemarin.

Romo Magnis yang dihadirkan oleh kubu Ganjar-Mahfud selaku pihak pemohon dalam perkara tersebut banyak memaparkan persoalan etika seorang presiden ketika memberikan keterangan di hadapan sidang.

Salah satu poin keterangan Romo Magnis yang menjadi sorotan pada sidang kemarin adalah soal presiden yang tidak ubahnya seperti pemimpin organisasi mafia bila menggunakan kekuasaannya hanya untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu.

“Memakai kekuasaan untuk menguntungkan pihak-pihak tertentu membuat presiden menjadi mirip dengan pimpinan organisasi mafia,” kata Romo Magnis, Selasa.

Romo Magnis mengungkapkan, presiden adalah penguasa atas seluruh masyarakat yang harus sadar bahwa tanggung jawabnya adalah keselamatan seluruh bangsa, sehingga tidak boleh menggunakan kekuasaan demi keuntungan pribadi dan keluarganya. Dia pun menekankan bahwa seorang presiden harus menjadi milik semua, bukan hanya milik mereka yang memilihnya.

“Kalaupun dia misalnya berasal dari satu partai, begitu dia menjadi presiden segenap tindakannya harus demi keselamatan semua,” ujar Romo Magnis.

Romo Magnis lantas mengingatkan bahwa sikap pemerintah yang menguntungkan kepentingannya sendiri dapat menyebabkan situasi tidak aman.

Sebab, mengutip filsuf Immanuel Kant, dia menyebutkan bahwa masyarakat akan menaati pemerintah apabila bertindak atas dasar hukum yang berlaku.

“Apabila penguasa bertindak tidak atas dasar hukum dan tidak demi kepentingan seluruh masyarakat, melainkan memakai kuasanya untuk menguntungkan kelompok, kawan, keluarganya sendiri, motivasi masyarakat untuk menaati hukum akan hilang,” ujar Romo Magnis.

“Akibatnya, hukum dalam masyarakat tidak lagi aman, negara hukum akan merosot menjadi negara kekuasaan dan mirip dengan wilayah kekuasaan mafia,” katanya lagi.

Dalam konteks Pilpres 2024, Romo Magnis juga menyebutkan bahwa presiden dapat dikatakan melanggar etik berat jika menggunakan kekuasaannya untuk mendukung pasangan kandidat dikehendaki menang.

Namun, menurut dia, sah-sah saja apabila presiden memberi tahu orang lain mengenai kandidat mana yang diharapkan menang dalam pemilihan.

“Tetapi begitu dia memakai kedudukannya, kekuasaannya untuk memberi petunjuk pada ASN (Aparatur Sipil Negara), polisi, militer, dan lain-lain untuk mendukung salah satu paslon (pasangan calon), serta memakai kas negara untuk membiayai perjalanan dalam rangka memberikan dukungan kepada paslon, itu dia secara berat melanggar tuntutan etik,” ujar Romo Magnis.

Sebab, dia lagi-lagi mengingatkan bahwa presiden seharusnya bertindak tanpa membeda-bedakan warganya, termasuk politisi yang mengikuti kontestasi pemilu.

Editor: PARNA
Sumber: kompas.com