Perbesar
Ilustrasi toko sepatu Bata. Foto: Shutterstock

PT Sepatu Bata Tbk (BATA) baru saja mengumumkan telah menutup pabriknya yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat. Padahal pabrik tersebut telah berproduksi sejak 1994.

Manajemen mengaku telah melakukan berbagai upaya selama empat tahun terakhir di tengah kerugian dan tantangan industri akibat pandemi COVID-19 dan perubahan perilaku konsumen yang begitu cepat.
Perseroan mengaku sudah tidak dapat melanjutkan produksi di pabrik Purwakarta, karena permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di Pabrik Purwakarta terus menurun.
“Dan kapasitas produksi pabrik jauh melebihi kebutuhan yang bisa diperoleh secara berkelanjutan dari pemasok lokal di Indonesia,” tulis manajemen.
Lalu bagaimana sebetulnya keadaan perusahaan dalam 4 tahun terakhir?
Berdasarkan laporan keuangan BATA di Bursa Efek Indonesia (BEI), performa perusahaan memang sangat terpukul sejak pandemi COVID-19 pada 2020 lalu. Tercatat, pada saat itu BATA mencatatkan rugi tahun berjalan hingga Rp 177,76 miliar.
Padahal di 2019, perusahaan berhasil mencetak laba sebesar 23,44 miliar. Di sisi top line, pendapatan BATA juga turun drastis di 2020 menjadi Rp 459,59 miliar dari 2019 yang sebesar Rp 931,27 miliar.
Keadaan ini terus berlanjut di 2021 dan 2022 yang masih merugi masing-masing sebesar Rp 61,23 miliar dan Rp 106,12 miliar. Bahkan di 2023, kerugian BATA semakin membengkak menjadi Rp 190,56 miliar.
Tercatat juga, jumlah produksi sendal dan sepatu perusahaan turun. Terhitung pada 2021, total produksi BATA mencapai 1.578 pasang. Kemudian turun di 2022 jumlah produksi sempat naik menjadi 1.801 pasang. Kemudian di tahun lalu turun lagi menjadi 1.153 pasang sendal/sepatu.
BATA juga sempat memberikan penjelasan kepada BEI terkait total liabilitas atau utang yang meningkat sebesar 42 persen di 2020. Hal itu terutama disebabkan kenaikan utang usaha kepada pihak ketiga sebesar Rp 42,8 miliar dan kenaikan utang usaha kepada pihak yang berelasi Rp 18,1 milliar, serta kenaikan beban akrual sebesar Rp12,3 miliar.
“Peningkatan kewajiban kepada pemasok hanya sementara waktu sehubungan terjadinya penurunan penjualan akibat pandemi COVID-19, sedangkan peningkatan beban akrual terkait cadangan biaya kerugian atas restrukturisasi usaha,” kata manajemen.
Saat itu, perseroan optimis dapat memenuhi semua kewajiban tersebut seiring dengan membaiknya penjualan pasca pandemi COVID-19. Secara keseluruhan akun total liabilitas BATA meningkat sebesar Rp 87 milliar dibandingkan dengan akun yang sama pada periode 31 Desember 2019.
Jual Kantor Pusat Rp 63,4 Miliar
Bata terpantau menjual aset tanah dan bangunan senilai Rp 63,4 miliar sebelum menutup pabrik yang berlokasi di Purwakarta, Jawa Barat. Penjualan aset ini dilakukan untuk memberikan dana kas dan melunasi sebagian utang pada 7 Maret 2024 lalu.
Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Simatupang Jaya Realty atau SJR merupakan pihak pembeli yang akan membeli aset Sepatu Bata. Aset tersebut berupa tanah dan bangunan yang dimiliki BATA dengan nama Graha Bata yang terletak di Cilandak, Jakarta.
Graha Bata merupakan kantor pusat dan administrasi perusahaan. Tanah dan bangunannya terdiri dari 6 lantai dengan luas keseluruhan sebesar 4.239,43 m2, yang berdiri di atas tanah seluas 1.993 m2.
“Pada saat keterbukaan informasi ini, Perseroan telah menjual aset kepada pihak pembeli dengan memperhatikan nilai pasar pada 21 November 2023 sebesar Rp 63,4 miliar,” tulis manajemen Bata dikutip dari keterbukaan informasi BEI, Minggu (5/5). 
Editor: PARNA
Sumber: kumparan