Jepang secara resmi mengalami resesi ekonomi akibat penurunan tajam mata uang Yen selama dua tahun terakhir. Kepastian Jepang alami resesi disebutkan melalui data yang dirilis Pemerintah Jepang pada Kamis (15/2/2024).

Mata uang Jepang turun hampir seperlima terhadap dollar Amerika Serikat pada tahun 2022 dan 2023. Penurunannya bahkan pernah mencapai angka sebesar 7 persen pada 2023.

Tidak hanya itu, Jepang juga turun peringkat, dari yang semula peringkat tiga sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia menjadi peringkat empat.

Perekonomian Jepang, yang kini merupakan perekonomian terbesar keempat di dunia, tumbuh sebesar 1,9 persen pada tahun 2023 dan tidak disesuaikan dengan inflasi. Sementara itu, produk domestik bruto (PDB) Jepang mencapai 4,2 triliun dollar Amerika Serikat.

Padahal, selama satu dekade lalu, Jepang masih berada di posisi kedua sebagai negara dengan perekonomian terbesar di dunia setelah China.

Reformasi struktural Menteri Revitalisasi Perekonomian, Yoshitaka Shindo mengatakan bahwa Jerman yang melampaui Jepang menunjukkan pentingnya mendorong reformasi struktural di Jepang.

Menurut Shindo, salah satu bentuk reformasi struktural yang perlu dilakukan adalah memberikan ruang lebih banyak kepada perempuan untuk bekerja penuh waktu (full time) dan menurunkan hambatan terhadap investasi asing.

“Kami akan menerapkan semua langkah kebijakan untuk mendukung kenaikan gaji guna mendorong pertumbuhan yang didorong oleh permintaan pasar,” kata Shindo, dikutip dari The Guardian.

Terpisah, profesor ekonomi dari Universitas Tokyo, Tetsuji Okazaki memperkirakan, Jepang akan kehilangan pengaruhnya dalam perekonomian global. Okazaki mengatakan bahwa beberapa tahun yang lalu, Jepang memiliki sektor otomotif yang kuat.

Namun, seiring dengan munculnya kendaraan listrik, keunggulan Jepang di sektor otomotif pun akan terguncang.

Editor: PARNA

Sumber: kompas.com