Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman memproyeksikan jumlah sebaran kasus virus corona (covid-19) di luar Jawa-Bali akan mulai meningkat pada awal September ini dan kemudian baru melandai di akhir Oktober. Sementara Jawa-Bali, baru akan mulai mengalami pelandaian pada awal hingga pertengahan September 2021.

Prediksi itu Dicky sampaikan berdasarkan kajian epidemiologis dan pengamatan karakteristik lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia dan global selama ini. Menurutnya, kasus Covid-19 akan mengalami lonjakan selama 10-12 pekan yang diakibatkan pengaruh kasus mutasi virus SARS-CoV-2 varian delta B1617.2 di Tanah Air.

“Paling dekat ini, pulau Sumatera, Kepri, NTT-NTB, nah kemungkinan ini paling cepat mengalami masa krisis di September-Oktober. Kemudian gugusannya nanti berlanjut pada Sulawesi, Kalimantan, Papua, begitu seperti estafet,” kata Dicky saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (9/8).

Dicky menyebut, selama masa 10-12 pekan itu, kasus covid-19 akan mulai mengalami peningkatan dan menyebabkan fasilitas pelayanan kesehatan mulai penuh. Pun akhir-akhir ini, pemerintah melaporkan kondisi tingkat keterisian atau Bed Occupancy Rate (BOR) RS covid-19 di Jawa mulai melandai sementara lainnya sebaliknya.

“Ini lebih rawan, berbahaya, karena sistem kesehatan, fasilitas kesehatan, sumber daya manusia, sosial ekonomi itu lebih jauh rawan di luar Jawa-Bali,” kata dia.

Selanjutnya, kondisi ‘rawan’ tersebut menurutnya bakal menyebabkan jumlah kematian Covid-19 yang lebih besar dari pada kasus yang ditemukan di Jawa-Bali. Akhir-akhir ini, provinsi seperti Kalimantan Timur, Lampung, dan NTT juga tercatat mengalami lonjakan kematian Covid-19.

Seiring dengan itu, varian delta di wilayah itu juga mengalami peningkatan. Per 7 Agustus, sudah ada 187 kasus varian delta di Kalimantan Timur, dan 51 kasus di NTT. Dicky menyebut varian delta kini memang tengah diwaspadai seluruh negara lantaran sifatnya yang lebih cepat menular, berpotensi memperparah gejala klinis sehingga menyebabkan kematian lebih tinggi.

“Jadi kekhawatiran saya, luar Jawa-Bali kasusnya bisa tidak sebesar Jawa-Bali, karena kepadatan penduduk yang lebih rendah, testing juga rendah. Tapi yang harus menjadi catatan serius adalah angka kematian bisa lebih tinggi dari Jawa-Bali,” ujar Dicky.

Dicky menegaskan bahwa prediksinya kali ini diharapkan mampu memberikan ‘alert’ kepada pemerintah pusat dan daerah. Bahwa strategi keluar dari pandemi ada tiga yang harus dicapai.

Pertama, memperkuat 3T semaksimal mungkin. Kedua, masyarakat menerapkan protokol kesehatan 5M yang meliputi memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan mengurangi mobilitas.

Ketiga, menggenjot program vaksinasi sebagai upaya tambahan. Pada aspek vaksinasi, Dicky juga mendorong agar pemerintah mulai mengalokasikan distribusi vaksin yang lebih banyak ke luar Jawa-Bali.

Ilustrasi perawatan pasien Covid-19 yang menyebabkan tingginya keterisian tempat tidur di rumah sakit. (Foto: CNN Indonesia/ Damar)

Dicky juga menyoroti langkah strategi vaksinasi pemerintah secara paralel yang menurutnya kurang tepat. Ia menyebut, sudah seharusnya pemerintah mengutamakan vaksin pada kelompok rentan terlebih dahulu seperti lansia hingga tuntas, baru kemudian beranjak pada kelompok lain seperti masyarakat umum.

“Karena ini masalah baru ya, makanya banyak yang vaksin satu tidak dapat vaksin dua karena stok habis. Jadi strategi paralel itu salah sedari awal, seharusnya sesuai kaidah public health, yaitu diberikan semua pada yang rentan terlebih dahulu,” jelas Dicky.

Editor : Will
Sumber : CNN