Pandemi corona telah menggerus pengunjung mal. Keadaan ini membuat manajemen mal kelabakan, bahkan ada yang akhirnya memutuskan untuk tutup.
Hal ini senada dengan pusat perbelanjaan Golden Truly resmi menutup operasionalnya kemarin, pada 1 Desember 2020. Golden Truly terletak di Jalan Gunung Sahari nomor 59, Jakarta Pusat.
“Kepada seluruh customer loyal kami, terima kasih atas kepercayaan dan kesetiaan terhadap Mall Golden Truly selama hadir di Jalan Gunung Sahari,” tulis pernyataan resmi melalui akun Instagram @goldentruly.
Manajemen memutuskan untuk tidak lagi berjualan offline. Mereka akan mulai berjualan online melalui akun Tokopedia dan Shopee. Sebetulnya selain Golden Truly ada beberapa mal yang juga sepi terdampak situasi COVID-19.
Berikut kumparan merangkum daftar mal yang terdampak virus corona:
13 Matahari Store Tutup
Sebelumnya, PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) atau Matahari Store akan kembali menutup gerai retailnya tahun ini. Dalam keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), perusahaan melaporkan akan menutup 6 gerainya di akhir Desember 2020.
Rencana penutupan 6 gerai hingga akhir Desember 2020 menambah panjang daftar gerai yang ditutup anak usaha Lippo Group ini. Sebelumnya, 7 gerai telah ditutup.
Keenam gerai besar tersebut ditutup karena tidak menguntungkan. Adapun lokasi gerai berada di Jawa sebanyak 4 gerai, Bali 1 gerai, dan Sulawesi 1 gerai.
“Dengan begitu, jumlah gerai akan berkurang dari 153 menjadi 147 gerai pada akhir 2020,” tulis manajemen LPPF dalam keterbukaan informasi BEI dikutip kumparan, Minggu (29/11).
Mal-mal Mulai Berguguran karena Corona: dari Matahari Store hingga Golden Truly (1)
Suasana di Mal Pelayanan Publik DKI Jakarta saat dibuka kembal di masa PSBB transisi. Foto: Dok. DPMPTSP DKI.
Manajemen juga menyatakan 147 gerai yang masih beroperasi akan terus dipantau kegiatannya. Sebanyak 23 gerai saat ini masuk daftar pantauan untuk peningkatan kinerja.
Perusahaan juga berencana tidak menambah gerai baru pada kuartal IV 2020 dan kuartal I 2021. Selain itu, pihaknya juga tengah melakukan negosiasi pada pemilik lahan sewa.
“Bernegosiasi dengan pemilik lahan untuk mengubah menjadi sewa yang lebih rendah,” ujar manajemen.
Mal Milik Agung Podomoro
Direktur Proyek dan Operasional Agung Podomoro Land, Paul Christian Ariyanto, mengatakan akibatnya kondisi tersebut target marketing tahun ini harus dipangkas.
“Dampak terutama pada penjualan. Operasional untuk komersial area di masa-masa awal pandemi Maret sampai Juni (juga terdampak). Target marketing kami awalnya Rp 2-2,5 triliun kini menjadi Rp 1-1,5 triliun,” kata Paul saat Public Expose Live 2020, Selasa (25/8).
Namun Paul mengatakan kondisi operasional untuk area komersial saat ini mulai membaik, setelah pemerintah menetapkan PSBB transisi atau pelonggaran pembatasan. Hanya saja kondisinya belum pulih 100 persen.
“Setelah adanya PSBB transisi atau pembatasan yang lebih longgar, boleh beraktivitas kembali, kondisinya mulai membaik. Meski belum bisa kembali ke masa-masa normal sebelum pandemi COVID,” ujarnya.
Mal-mal Mulai Berguguran karena Corona: dari Matahari Store hingga Golden Truly (2)
Pengunjung mengamati sepeda motor yang dipamerkan saat acara Road to Indonesia Custom Show di Hartono Mall, Sleman, D.I Yogyakarta, Kamis (29/10). Foto: Andreas Fitri Atmoko/ANTARA FOTO
Menurut Paul, selama semester I 2020 APLN telah membukukan marketing sales (di luar PPN) senilai Rp 531,8 miliar.
Secara rinci, angka tersebut berasal dari beberapa proyek unggulan seperti Podomoro Golf View Rp 173,9 miliar, Podomoro Park Bandung Rp 162,8 miliar, Podomoro City Deli Medan Rp 55,8 miliar, Borneo Bay City Balikpapan Rp 30,8 miliar, Orchard Park Batam Rp 26,6 miliar, Vimala Hills Rp 23,3 miliar, dan proyek-proyek lainnya Rp 58,5 miliar.
Paul menjelaskan rata-rata okupansi pusat perbelanjaan selama semester I 2020 sangat bervariasi. Adapun okupansi Central Park tercatat sebesar 96 persen, Neo Soho sebesar 85 persen, Emporium Pluit sebesar 96 persen, Kuningan City sebesar 72 persen, Festival Citilink sebesar 79 persen, Baywalk sebesar 71 persen, dan Senayan City sebesar 94 persen.

Hartono Mal Yogyakarta

Pihah Hartono Mall di Yogyakarta mengatakan bahwa pandemi ini membuat jumlah kunjungan turun hingga 70 persen.
“Penurunan traffic-nya sudah pasti ada. Di akhir Maret 2020, turun sekitar 70 persen,” ujar General Manager Hartono Mall Yogyakarta, Dian Widiyanti, Selasa (12/4).
Ia menuturkan bahwa hal tersebut adalah wajar adanya. Pasalnya, kala itu pemahaman mengenai COVID-19 masih minim dan adanya imbauan pemerintah untuk tinggal di rumah. Hal ini juga sempat membuat mal tersebut tutup selama 14 hari.
“Kalau weekday itu kita bisa di angka 25 ribu sampai 30 ribu (kunjungan per hari), kalau liburan bisa mencapai 45 ribu. Sekarang 10 ribu sampai 15 ribu kunjungan. Memang belum sama seperti sebelum pandemi,” katanya.
Mal-mal Mulai Berguguran karena Corona: dari Matahari Store hingga Golden Truly (3)
Petugas bermasker dan berpelindung wajah membersihkan lantai di Mal Central Park, Jakarta, Rabu (3/6/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

200 Ribu Karyawan Mal di DKI Dirumahkan

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, untuk pusat perbelanjaan yang di wilayah Jakarta saja, setengah dari karyawan sudah dirumahkan. Adapun jumlah pekerja mal di ibu kota itu mencapai 400 ribu orang.
“Jumlah karyawan yang bekerja di sektor usaha restoran dan kafe di Jakarta ada sekitar 400.000 orang. Yang dirumahkan sekitar 50 persen,” ujar Alphonzus kepada kumparan, Minggu (11/10).
Para pengusaha mal, kata Alphonzus, sebelumnya sudah melakukan berbagai cara agar tak merumahkan karyawan. Salah satunya dengan bersurat pada pemerintah agar mau membantu menanggung 50 persen gaji penjaga toko.
Sayangnya, Alphonzus menyatakan permintaan tersebut belum disetujui hingga kini. Permintaan ini mereka layangkan sejak DKI Jakarta kembali menerapkan PSBB ketat pada 13 September 2020.

20 Persen Restoran dan Kafe di Mal Tutup

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), Alphonzus Widjaja, menganggap pengusaha di pusat perbelanjaan sudah mengalami defisit besar-besaran.
Kondisi tersebut, kata Alphonzus, akan lebih buruk lagi saat perekonomian dinyatakan jatuh ke jurang resesi. Pasalnya, sejak virus corona merebak, keterisian mal tak pernah lagi mencapai 50 persen.
Akibatnya, satu per satu tenant restoran dan kafe tak mampu lagi bertahan. Alphonzus mengungkapkan, hingga saat ini sebanyak 20 persen restoran dan cafe lebih memilih menutup usaha.
Editor : Aron
Sumber : kumparan