JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang menjerat eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman, dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK, Ali Fikri mengatakan, kemungkinan itu diperkuat oleh tambahan informasi yang disampaikan Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) perihal pembelian tiga apartemen yang diduga dilakukan oleh keluarga Nurhadi.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, orang yang melakukan TPPU diancam hukuman pidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp10 miliar.

“Tidak menutup kemungkinan dapat pula dikembangkan ke pasal TPPU jika ditemukan bukti permulaan yang cukup baik saat penyidikan maupun fakta-fakta di persidangan nantinya,” kata Ali kepada wartawan melalui pesan tertulis, Jum’at (27/3).

Meski demikian hingga hari ini Nurhadi masih tidak diketahui keberadaannya dan bersatatus buron. Karena itu, Ali mengaku pihaknya masih terus melakukan pencarian terhadap Nurhadi dkk. Secara paralel, ia menambahkan saat ini penyidik tengah berupaya menyelesaikan berkas perkaranya.

“Saat ini kami fokus lebih dahulu melengkapi berkas perkara untuk pembuktian pasal-pasal yang dipersangkakan saat ini,” kata juru bicara berlatar belakang jaksa ini.

Ali kembali mengungkapkan KPK membutuhkan bantuan masyarakat untuk menangkap Nurhadi dkk. Kata dia, masyarakat bisa melapor kepada KPK mengenai keberadaan Nurhadi dkk.

“Kami juga tetap mengimbau dan mengharapkan partisipasi masyarakat, apabila menemukan keberadaan Tersangka NHD [Nurhadi] dkk untuk segera melaporkan kepada KPK melalui Call Center 198,” lanjut dia.

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) sebelumnya meminta KPK agar menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terhadap eks Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan permintaan itu berdasarkan salinan tiga kuitansi pembelian apartemen yang diduga dilakukan oleh keluarga Nurhadi.

“Di tengah merebaknya virus corona, copy kuitansi telah disampaikan kepada KPK via email Pengaduan Masyarakat KPK sebagaimana terdapat dalam foto screenshot,” kata Boyamin kepada wartawan, Jum’at (27/3).

Nurhadi-bersama menantunya Rezky Herbiyono dan Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto ditetapkan KPK sebagai tersangka pada 16 Desember 2019. Namun, hingga saat ini ketiganya masih buron.

Nurhadi diduga menerima gratifikasi atas tiga perkara di pengadilan. Ia disebut menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT MIT serta suap/ gratifikasi dengan total Rp46 miliar.

Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari perkara OTT dalam kasus pengaturan perkara di Mahkamah Agung pada 2016.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia