Sebuah studi baru menemukan individu dengan gangguan mata yang tak diobati secara signifikan lebih mungkin mengembangkan penyakit demensia.

Sementara beberapa penelitian sebelumnya telah menunjukkan hubungan antara kesehatan kognitif dan penglihatan.

Dokter sekaligus penulis utama studi terbaru tersebut, Joshua Ehrlich, menyebut penelitiannya memiliki keunikan dalam hal ketelitian dalam menilai penglihatan dan seberapa representatif sampel yang digunakan.

Ehrlich dan rekan penulis lainnya mengamati data dari 2021National Health and Aging Trends Study (NHATS) di Amerika Serikat dan melibatkan hampir 3.000 orang. Studinya diterbitkan pada Kamis (13/7) dalam jurnal JAMA Ophthalmology.

Pewawancara NHATS memberikan perangkat tablet (iPad) kepada para individu dalam studi tersebut dengan tes untuk penglihatan jarak dekat dan jarak jauh serta sensitivitas kontras.

“Kami melakukan semua penelitian untuk memastikan bahwa pada kenyataannya, tes iPad ini setara dengan tes standar emas di ruang praktik dokter, dan kami menerapkannya di rumah ribuan orang dewasa yang sudah lanjut usia,” ujar Ehrlich.

Menurut studi, para peserta, yang semuanya berusia di atas 71 tahun, kemudian diskrining untuk demensia dengan menggunakanDementia Screening Interview.

Dari semua individu yang terlibat dalam penelitian, 12,3 persen menunjukkan tanda-tanda demensia.

Hasil penelitian menunjukkan pada orang dengan gangguan penglihatan jarak jauh, angka tersebut melonjak menjadi 19,5 persen, 21,5 persen untuk gangguan penglihatan jarak dekat, dan 32,9 persen untuk orang yang mengalami gangguan penglihatan sedang hingga berat atau buta.

Beberapa ahli pun menyimpulkan penelitian ini menunjukkan bahwa gangguan penglihatan ringan pun bisa meningkatkan risiko demensia.

Penting untuk dicatat bahwa karena cara penelitian ini dirancang, tim peneliti tidak dapat mengetahui dengan pasti bahwa gangguan penglihatan bisa menyebabkan demensia, hanya saja keduanya berkorelasi.

Menurut Ehrlich, demensia bisa menjadi penyebab hilangnya penglihatan, atau bisa juga keduanya terjadi secara bersamaan. Ia menambahkan bahwa ada korelasi yang sama antara gangguan pendengaran dan demensia.

Sementara menurut ilmuwan dokter di Rush Institute for Healthy Aging Thomas Holland, mungkin saja gangguan tersebut mengurangi masukan dari indera kita, yang dapat menyebabkan kebingungan yang dapat mempercepat penurunan kognitif.

Ahli lain menyebut faktor lain yang mungkin menyebabkan korelasi tersebut adalah kemungkinan berkurangnya kesempatan dan partisipasi masyarakat yang dapat terjadi akibat kehilangan penglihatan.

Lantas kita harus bagaimana? Ehrlich menyarankan Anda untuk tetap menjaga kesehatan penglihatan. Selain menjalani gaya hidup sehat, melakukan kunjungan tahunan dan pemeriksaan penglihatan juga penting. Jika muncul suatu masalah pada penglihatan, tangani sesegera mungkin.

“Dalam hal gangguan penglihatan dan kebutaan, diperkirakan lebih dari 80 persen dapat dicegah atau bahkan dapat disembuhkan,” tambahnya.

Setelah pemeriksaan, dokter mata akan merekomendasikan prosedur korektif seperti lasik atau operasi katarak, atau bisa juga sesederhana memakai kacamata dengan resep dokter.

Dalam kasus demensia, lanjut Ehrlich, tindakan pencegahan adalah hal yang penting. Menjaga indera penglihatan adalah cara yang mudah untuk menjaga kognisi.

“Lebih awal lebih baik,” kata Holland. “Jika Anda merasa penglihatan Anda mulai terganggu, periksakanlah.”

Namun, tidak semua kasus kehilangan penglihatan dapat diobati. Itulah mengapa penting untuk menyandingkan kesehatan pencegahan penglihatan dengan layanan rehabilitasi sehingga orang yang menjadi buta atau memiliki penglihatan rendah dapat terus menjalani hidup mereka secara aktif dengan pilihan, kemandirian, dan kepercayaan diri.

Hal ini dapat berarti membangun keterampilan agar para penyandang tunanetra dapat terus bergerak secara mandiri dan aman di dunia, melakukan hobi, dan melakukan hal-hal lain yang sangat penting bagi kesehatan kognitif mereka.

Editor: :PARNA
Sumber: cnnindonesia.com