Dokter gigi bernama Ketut Arik Wiantara (53 tahun) berpraktik aborsi ilegal di Bali. Ketut diduga telah melakukan aborsi terhadap 1.338 perempuan sejak April 2020 sampai Mei 2023.
Para pasien ini rata-rata para pelajar SMA, kuliah, dan perempuan pekerja atau karyawati. Dalam pemeriksaan kepolisian, Ketut membantah mengaborsi ribuan pasien namun hanya 20 orang.
“Rata-rata pasiennya adalah anak usia produktif, ada yang masih SMA, masih kuliah, masih kerja dan dari pengakuan pemeriksaan selama tahun 2020 sudah melakukan pengguguran terhadap 20 orang pasien,” kata kata Wadireskrimsus Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra, Senin (15/5).
Ketut membuka praktik aborsi ilegal di rumahnya di Jalan Raya Padang Luwih, Kelurahan Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Bali.
Berdasarkan hasil pemeriksaan lebih lanjut, Ketut tidak tercatat sebagai anggota Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali. Ketut juga tidak memiliki izin praktik melakukan aborsi.
Belajar Secara Online
Ketut belajar melakukan praktik aborsi melalui buku-buku kedokteran dan secara online. Dia membeli sejumlah alat dan obat aborsi melalui internet.
“Yang bersangkutan adalah dokter gigi jadi tidak nyambung dengan profesinya tapi belum pernah terdaftar di IDI. Dia justru tidak pernah melakukan praktik dokter giginya,” kata Dian.
Berdasarkan catatan kepolisian ternyata Ketut sudah pernah dipenjara dua kali pada kasus yang sama. Ketut dihukum 2,5 tahun penjara pada tahun 2006 dan 6 tahun penjara pada tahun 2009.
Ketut tidak kapok melakukan perbuatannya karena mempertimbangkan masa depan pasien. Para pasien minta pertolongan Ketut membantu aborsi.
Dalam kasus ini, KW ditangkap di rumahnya saat melakukan praktik aborsi terhadap seorang pasien 21 tahun yang ditemani pacarnya, pada Senin (8/5) malam lalu.
Polisi turut mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang senilai Rp 3,5 juta, buku catatan rekap pasien, 1 alat usg merek mindray, 1 buah dry heat sterilizer plus ozon, 1 set bed modifikasi dengan penopang kaki dan seprai, peralatan kuretase, obat bius dan obat-obatan lain pasca aborsi.
Atas perbuatannya, polisi menjerat Ketut dengan Pasal 77 Juncto Pasal 73 ayat (1), Pasal 78 Juncto 73 ayat (2) tentang Praktik Kedokteran dan Pasal 194 Juncto Pasal 75 ayat (2) UU nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Ketut diancam maksimal 10 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar. 
Editor: PARNA
Sumber: kumparan.com