Rapat koordinasi atau rakor pendidikan dan perencanaan berbasis data Provinsi Kepri 2022 menghadirkan Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi (Asintel Kejati) Kepri, Lambok Sidabutar sebagai narasumber.

Lambok memaparkan materi khusus tentang Penyuluhan Hukum Anti Korupsi-Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di hadapan peserta rakor di Ballroom Hotel Golden View Bengkong Kota Batam, Selasa (6/12/2022).

Rakor ini dibuka langsung Gubernur Kepulauan Riau H. Ansar Ahmad sehari sebelumnya dan diikuti sekitar 800 peserta, mulai dari kepala sekolah, tenaga pengajar dan bendahara pengeluaran sekolah.

Lambok mengatakan, dana BOS adalah program yang diselenggarakan pemerintah untuk membantu sekolah-sekolah di Indonesia agar dapat melaksanakan kegiatan belajar yang lebih baik bagi siswa.

Menurutnya, pencairan dana BOS dibagi ke dalam dua jenis, yakni Dana BOS Reguler dan Dana BOS Kinerja.

Dana BOS Reguler adalah dana yang dialokasikan untuk membantu kebutuhan belanja operasional seluruh peserta didik pada satuan pendidikan dasar dan menengah.

Sedangkan Dana Bantuan Operasional Sekolah Kinerja yang disebut Dana BOS Kinerja adalah dana yang dialokasikan bagi satuan pendidikan dasar dan menengah yang dinilai berkinerja baik sebagai sekolah berprestasi dan sekolah yang ditetapkan sebagai pelaksana program sekolah penggerak.

Masih Lambok, tahun 2021 total alokasi dana BOS seluruh Indonesia mencapai Rp52,5 triliun untuk 216.662 sekolah penerima.

Jumlah sebesar itu yang rawan menyebabkan terjadinya tindak pidana korupsi baik dari faktor internal maupun eksternal.

“Titik celah korupsi dana BOS itu ada 3, yakni dari proses pencairan, proses pengelolaan data, dan proses pelaporan atau pertanggung jawaban yang berpotensi melahirkan laporan fiktif,” ujar eks Kajari Minahasa Selatan itu.

Dari beberapa kasus tipikor penyelewengan dana BOS, kata Lambok, beberapa modus korupsi di lingkungan sekolah, supaya dapat dijadikan perhatian bagi aparatur yang memang bersentuhan langsung dengan dana BOS tersebut.

Diantaranya sekolah menyetorkan sejumlah uang kepada pengelola dana BOS di Disdik untuk mempercepat proses pencairan dana BOS. Kepala sekolah menyetor sejumlah uang kepada oknum pejabat Disdik sebagai uang administrasi.

Dana BOS diselewengkan dalam bentuk pengadaan barang dan jasa, pengelolaan dana BOS yang tidak sesuai dengan petunjuk teknis, hingga Sekolah tidak melibatkan komite sekolah dan dewan pendidikan.

“Kemudian dana BOS hanya dikelola oleh kepala dan bendahara sekolah, Dana BOS  dikelola secara tidak transparan, Pihak sekolah atau kepala sekolah selalu berdalih dana BOS kurang, padahal sebagian digunakan untuk kepentingan pribadi, mark-up atau penggelembungan dana pada Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (RAPBS),” ujarnya.

“Membuat laporan palsu, pembelian alat prasarana sekolah dengan kwitansi palsu atau pengadaan alat fiktif, sampai kepala sekolah yang menggunakan dana BOS untuk kepentingan pribadi,” tambah Lambok.

Asintel Kejati itu mengajak para peserta untuk turut aktif memberantas korupsi, khususnya di lingkungan sekolah, dimana peran serta masyarakat masuk ke dalam strategi pemberantasan korupsi.

“Berdasarkan Pasal 1 ayat 3 Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 strategi pemberantasan korupsi dapat berupa Pencegahan, Penindakan, dan Peran serta masyarakat yang diatur dalam PP No.71 tahun 2000. Pemberantasan korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas TPK melalui upaya Koordinasi, Supervisi, Monitor, Penyelidikan-Penuntutan dan Pemeriksaan di Sidang Pengadilan dengan peran serta masyarakat,” pungkasnya.

Editor: HER