Kepulauan Riau (Kepri) resmi kehilangan pemasukkan dari sektor labuh jangkar kapal di wilayah kelautan Kepri, setelah Pemerintah Provinsi Kepri, mencoret labuh jangkar dari salah satu sumber penerimaan, di nota keuangan APBD tahun 2022.

Diperkirakan, dari sektor tersebut pihak Pemprov Kepri gagal menarik sumber pendapatan baru dari retribusi jasa labuh jangkar kapal, yang ditargetkan Rp200 miliar per tahun.

Gubernur Kepri, Ansar Ahmad menegaskan pencoretan sektor penerimaan ini, dikarenakan hingga saat ini belum ada aturan yang jelas dari pemerintah pusat.

“Belum ada kejelasan hingga saat ini, akhirnya saya mengambil keputusan untuk mencoret sektor labuh jangkar. Dari sektor penerimaan Kepri di APBD 2022,” tegas Ansar saat ditemui dalam kunjungan kerjanya di Batam, Senin (22/11/2021).

Walau sebelumnya, mengenai sektor penarikan retribusi labuh jangkar di wilayah kelautan Kepri, telah mendapat pengawasan langsung dari pihak Kementerian.

Namun Ansar menilai, bahwa orientasi berbeda dari masing-masing Kementerian, menjadi salah satu alasan terkendalanya aturan yang jelas hingga penarikan retribusi belum dapat disetujui.

“Ada orientasi yang berbeda, sementara melihat dari Kementerian Perhubungan, Menkopolhukam, dan Biro Hukum Kemendagri telah melihat langsung. Namun satu yang pasti, kenapa retribusi tidak dapat ditarik, dikarenakan kapal yang melintas di wilayah Kepri tidak sandar di Pelabuhan-pelabuhan kita melainkan di tengah,” terangnya.

Walau demikian, Ansar menegaskan bahwa penarikan retribusi dari sektor labuh jangkar, masih menjadi prioritas dari Pemprov Kepri.

“Ini masih menjadi prioritas kami, kami terus melakukan pembahasan dengan pusat, sembari memberikan referensi yang kami miliki,” ungkapnya.

Walau demikian, Ansar juga menerangkan bahwa saat ini demi mengejar target APBD, Pemprov Kepri akan memaksimalkan potensi pemasukkan dari Pelabuhan Tanjung Uban dan Tarempa yang dikelola langsung oleh Pemprov Kepri.

“Saat ini, kita juga melakukan pembahasan mengenai potensi bisnis Ship to Ship (STS), yang dapat dilakukan di Pelabuhan Tanjung Uban. Pemasukan dari sektor kelautan kan tidak hanya mengenai labuh jangkar saja,” paparnya.

Sementara itu, potensi kehilangan yang akan dialami oleh Pemprov Kepri mendapat sorotan dari Anggota DPRD Kepri dari Fraksi Gerindra, Onward Siahaan.

Fraksi Gerindra juga mempertanyakan keseriusan Gubernur Ansar Ahmad untuk merebut retribusi labuh jangkar, sementara pada APBD Perubahan 2021, DPRD Kepri telah menyetujui usulan anggaran Rp800 juta untuk memperoleh fatwa Mahkamah Agung.

“Fatwa yang dimaksud, ditujukan untuk menggugurkan surat larangan penarikan retribusi labuh jangkar yang tertuang dalam surat nomor UM.006/63/17/DJPL/2021 dan diterbitkan Dirjen Pelabuhan Laut,” terangnya melalui sambungan telepon, Senin (22/11/2021).

Onward menilai, apabila Pemprov Kepri masih berkutat di darat, dan tidak memaksimalkan potensi laut, akan sulit meningkatkan APBD di atas Rp4 trilliun.

“Mengenai fatwa MA yang tadi saya bahas, hingga saat ini gubernur juga belum melaporkan mengenai bagaimana perkembangannya. Kami jadinya bertanya, apakah gubernur serius untuk mengelola pendapatan kita dari salah sektor kelautan ini,” tegasnya.

Dalam Ranperda APBD 2022, Pemprov Kepri merencanakan PAD sebesar Rp1.348.493.617.641 yang 85 persennya atau Rp1.150.224.138.161 berasal dari pajak daerah.

Dirincikan, 87,46 persen pajak daerah itu berasal dari daratan seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB).

Sementara dari sektor kelautan hanya direncanakan sebesar Rp58.116.500.000 atau 4,3 persen dari PAD.

PAD dari sektor kelautan ini berupa retribusi pemakaian kekayaan daerah, retribusi kepelabuhanan, retribusi pelayanan pelabuhan, retribusi pemanfaatan ruang laut.

Editor: WIL