Pemerintah berencana membuka kembali pusat perbelanjaan atau mal pada 26 Juli 2021, jika penyebaran kasus covid-19 di Indonesia menurun atau PPKM level 4 bisa turun ke level 3. Aturan baru Kementerian Dalam Negeri menyebut mal boleh buka dengan kapasitas 25 persen dan dibatasi sampai pukul 17.00 WIB.

Harapannya, kegiatan masyarakat dan ekonomi bisa kembali berjalan. Sayangnya, pengusaha mal yang tergabung dalam Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) tidak begitu yakin pelonggaran ini bisa memulihkan kinerja mal dan sektor ritel dengan cepat.

Sebab, kondisi sulit karena kebijakan buka tutup mal sudah terlanjur terjadi berlarut-larut di lebih dari 1,5 tahun terakhir. Hal ini membuat dana cadangan pengusaha mal sudah terkuras habis.

Bahkan, harapan mereka untuk bangkit pada tahun ini pun sirna dengan kebijakan PPKM Mikro yang mendadak berubah menjadi PPKM Darurat di lebih dari 2 minggu terakhir.

“Pengorbanan selama satu tahun lebih, sudah hampir dua tahun ini membuat perusahaan menjadi sangat sulit. Akhir tahun lalu, ada berita pusat perbelanjaan dijual atau tutup usahanya karena kondisi sudah tidak mampu lagi,” ungkap Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja, Rabu (21/7).

Kondisi ini membuat APPBI memprediksi 84 ribu pekerja atau 30 persen dari sekitar 280 ribu pegawai mal di seluruh Indonesia dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) pada tahun ini. Jumlah ini belum termasuk pegawai dari pihak penyewa toko atau ritel, sehingga potensi PHK-nya bisa lebih besar.

Atas beratnya beban para pengelola mal, penyewa toko, hingga pegawai, asosiasi meminta pemerintah memberi sejumlah insentif. Misalnya, pelonggaran tarif listrik, pembebasan pajak dan retribusi, hingga pengurangan biaya sewa untuk pengelola mal dan penyewa toko.

Sementara untuk karyawan mal, asosiasi ingin ada program subsidi gaji sekitar 50 persen. Dengan demikian, pembayaran gaji setengahnya dari pengelola dan toko, separuh lainnya dari negara.

“Subsidi ini tidak perlu diberikan kepada pusat perbelanjaan tapi langsung diberikan kepada pekerja melalui mekanisme BPJS Ketenagakerjaan atau mekanisme lainnya,” ucapnya.

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mendengar keluhan ini, sehingga pemerintah menyiapkan BLT Subsidi Gaji kepada pekerja formal di sektor non-esensial dan non-kritikal di wilayah penerapan PPKM Level 4. Rencananya, pemerintah akan memberi BLT sebesar Rp1 juta per penerima untuk 8 juta pekerja dengan gaji di bawah Rp3,5 juta per bulan.

Masalahnya, belum ada pernyataan spesifik bahwa BLT Subsidi Gaji ini juga bisa dinikmati oleh para pegawai mal. Sebab, menurut pernyataan sementara Ida, rencananya BLT Subsidi Gaji diberikan ke sektor industri, barang konsumsi, barang jasa terkecuali jasa pendidikan dan kesehatan, transportasi, aneka industri, properti, dan real estate.

“Respons kami terhadap penurunan aktivitas masyarakat yang berdampak terhadap ekonomi dan daya beli buruh, serta guna mendukung bisnis dan buruh selama pandemi dan PPKM, maka kami mengusulkan memberi subsidi upah kepada para pekerja yang terdampak,” kata Ida.

Bersamaan dengan kebijakan BLT Subsidi Gaji yang belum jelas ini, Ekonom Indef Nailul Huda mengaku ragu bila pelonggaran PPKM bisa meredam ancaman PHK 84 ribu karyawan mal di Indonesia. Ia juga masih tak yakin bahwa kasus covid-19 bisa dikendalikan dalam waktu cepat dan pelonggaran PPKM bisa dilakukan.

“Testing kita saja masih sangat rendah, bahkan tidak ada 500 ribu per hari, mencapai 200 ribu pun tidak. Jadi, bagaimana kita dapat kasus positif atau negatif jika testing kita rendah?” kata Huda kepada CNNIndonesia.com, Kamis (22/7).

Menurutnya, pelonggaran PPKM dalam waktu dekat sulit diwujudkan. Sementara jika pemerintah tetap memberi pelonggaran aturan PPKM dan membuka mal, tapi kasus masih meningkat, maka masyarakat tetap enggan pergi ke mal.

“Akibatnya 84 ribu pekerja tidak akan bisa diselamatkan. Jika memang kasus turun, boleh jadi ada sebagian dari 84 ribu karyawan yang terselamatkan dari PHK,” tutur Huda.

Tapi yang terselamatkan pun belum tentu banyak. Sebab, operasional mal pun masih terbatas di era pelonggaran PPKM nanti, yaitu hanya boleh buka untuk kapasitas 25 persen dan sampai pukul 17.00 WIB saja.

“Maka, kebijakan paling baik adalah menyelesaikan pandemi,” imbuhnya.

Lebih lanjut Huda menuturkan sudah saatnya pemerintah memberi kebijakan nyata bagi pengelola mal, penyewa toko, dan pegawai mal. Misalnya, membebaskan pungutan pajak selama masa PPKM seperti ini. Bantuan sosial (bansos) juga mutlak diberikan kepada karyawan mal karena mereka kehilangan sumber penghasilan.

Sependapat dengan Huda, Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara juga melihat pemberian subsidi upah perlu segera dilakukan pemerintah kepada karyawan mal. Hal ini dianggap sebagai kebijakan konkret yang paling ampuh untuk mencegah PHK massal di sektor ini.

Kebijakan ini dinilai lebih ampuh ketimbang memberi pelonggaran PPKM dengan membuka mal di tengah lonjakan kasus covid-19 yang belum terkendali seperti saat ini. Di sisi lain, Bhima ragu bila mal dibuka lalu masyarakat menengah dan menengah atas mau ‘nongkrong’ lagi di mal.

“Kelas menengah dan atas yang paling sensitif terhadap masalah kesehatan, sehingga PPKM yang tidak maksimal justru akan berdampak terhadap penurunan kepercayaan kelas menengah dan atas untuk berbelanja di mal. Solusi terbaik adalah fokus dulu pada penanganan pandemi,” ucap Bhima.

Nah, sembari fokus pada penanganan covid-19, menurutnya, lebih baik pemerintah menggelontorkan subsidi upah kepada karyawan mal untuk mencegah PHK massal. Apalagi, ancaman PHK dari sektor ini cukup tinggi, mencapai 84 ribu orang.

“Subsidi upahnya bisa Rp5 juta untuk tiga bulan, jadi per bulan dikasih rata-rata Rp1,5 juta,” terangnya.

Selain memastikan pemberian subsidi, Bhima minta pemerintah juga membenahi sistem pendataannya. Jangan sampai ada karyawan mal yang tidak dapat subsidi, padahal memenuhi kriteria hanya karena dia tidak terdaftar sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Tak ketinggalan, Bhima juga menilai pemerintah perlu memberi insentif bagi penyewa toko dalam bentuk subsidi biaya sewa. Hal ini untuk memastikan setiap tingkatan pelaku di sektor ini benar-benar mendapat ‘uluran tangan’ dari pemerintah.

“Bentuk subsidinya bisa 40 persen dari biaya sewa bulanan sampai Agustus ke depan misalnya,” pungkasnya.

Editor: Nul

Sumber: cnnindonesia