Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) melalui Direktorat Pendidikan Anak Usia Dini mengungkapkan pentingnya tahap bermain anak dalam perkembangan sosialnya.

Bermain merupakan aktivitas yang tak bisa dilepaskan dari dunia anak. Melalui bermain, anak berpikir, berinteraksi, dan terlibat secara aktif dengan lingkungannya. Hal ini sangat penting untuk diketahui orang tua setiap anak.

“Bermain juga dapat membantu berbagai aspek perkembangan anak tumbuh secara optimal, termasuk aspek perkembangan sosialnya,” tulis keterangan di akun resmi Direktorat PAUD Kemdikbud (14/7).

Berdasarkan bentuk interaksi anak, tahapan bermain anak usia dini dikategorikan menjadi 6 jenis oleh Mildred Parten. Di antaranya adalah sebagai berikut.

1. Bermain Unoccupied

Pada tahap ini anak belum terlibat langsung dalam kegiatan bermain, tapi lebih banyak mengamati segala sesuatu yang menarik perhatian. Baik berupa kegiatan anak lain maupun kejadian-kejadian di sekitarnya.

Jika anak tak menemukan hal menarik perhatiannya, ia akan bermain dan menyibukkan dirinya sendiri. Misalnya dengan menyentuh-nyentuh bagian tubuhnya, bergerak tak beraturan, dan sebagainya.

2. Bermain Solitary

Pada tahap ini anak mulai bisa bermain secara aktif, namun hanya asyik sendiri. Anak cenderung tidak memperhatikan kehadiran anak-anak lain di sekitarnya.

Pada tahap ini sifat egosentris masih dominan, di mana anak memusatkan perhatiannya pada diri sendiri dan belum ingin berinteraksi dengan anak di sekitarnya.

Anak baru akan menerima dan menyadari kehadiran orang lain apabila merasa diganggu. Misalnya anak sedang bermain sebuah benda, lalu seseorang mengambil benda tersebut.

3. Bermain Onlooker

Pada tahap ini anak mulai senang memperhatikan lingkungan sekitarnya dan melihat anak-anak lain bermain. Hal yang membedakan tahap ini dengan tahap unoccupied adalah adanya minat anak yang besar terhadap kegiatan yang diamatinya.

Anak mulai menyadari bahwa ia adalah bagian dari lingkungannya. Walaupun anak sudah tertarik, namun ia belum bergabung ke dalam kegiatan tersebut.

Sehingga pada tahap ini, ia biasanya berada di pusat aktivitas hanya untuk melihat, mengamati, dan mendengarkan anak lain asyik bermain.

4. Bermain Paralel

Pada tahap ini anak sudah bisa bermain secara berdampingan atau berdekatan dengan anak-anak yang lain.

Meski begitu, tahap ini anak masih tidak mempedulikan satu dengan yang lain, mereka hanya fokus pada permainan dan peralatan bermain mereka sendiri atau memainkan permainan yang sama namun tidak terjadi kontak nyata diantara mereka.

Pada tahap ini anak-anak bermain di waktu dan tempat yang sama namun belum menunjukkan interaksi sosial. Misalnya tiga orang anak bermain mobil-mobilan di tempat yang sama namun tidak bermain bersama.

5. Bermain Asosiatif

Tahap ini ditunjukkan dengan adanya kegiatan bermain yang dilakukan di tempat, waktu, dan jenis permainan yang sama namun tidak terjadi bentuk kerja sama.

Interaksi yang dilakukan anak biasanya sebatas percakapan sederhana atau saling meminjam alat bermain. Tahap bermain ini belum menunjukkan adanya pembagian peran atau kegiatan yang mengarah ke tujuan yang sama.

Misalnya anak sedang mewarnai bersama, interaksi yang dilakukan sebatas meminjam pensil warna dari teman bermainnya namun belum sampai bekerja sama untuk mewarnai objek yang sama.

6. Bermain Kooperatif

Tahap ini, anak sudah mulai bisa memutuskan sendiri cara bermainnya dan mulai bisa bekerja sama. Misalnya anak mulai bermain sepak bola secara sederhana dengan memilih dua tim yang saling berlawanan dan dipimpin oleh dua kapten tim.

Dalam permainan tersebut anak sudah menampakkan kemampuan bekerja sama dan pembagian peran.

Editor : Aron
Sumber : detikedu