Sidang lanjutan kasus penipuan dan penggelapan dengan tersangka Nguan Seng (82) dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi. Dari lima saksi yang dihadirkan, tiga diantaranya berhalangan karena sakit, Senin (14/6/21).

Saksi korban Laurence M Takke dihadirkan dipersidangan karena pada tahun 2019 membeli lahan milik Nguan Seng. Pada saat itu saksi tidak kenal dengan terdakwa dan melalui Roki membeli lahan milik terdakwa di lokasi bibir pantai untuk membangun pelabuhan.

Saksi juga mengaku dilakukan pertemuan di Potong Lembu dan akhirnya menyepakati harga lahan seluas 12 hektare di Gunung Kijang tersebut. Nguan Seng saat itu datang bersama pengacaranya Tomi.

“Lahan itu saya mau kembangkan menjadi wisata dan saya butuh pelabuhan untuk membangun antar pulau-pulau. Saya minta sebelum terjadi transaksi meminta pembuktian berkas. Berkas surat tanah ada sama Tomi lengkap,” katanya.

Pertemuan di notaris saat itu disepakati pembayaran atas tanah itu sebanyak tiga kali pada bulan Mei, Juni dan Agustus 2019. Saksi bersama Sri, Suratman, Tomi, Nguan Seng dan istrinya bertemu di kantor notaris. Pada saat itu ternyata lahan itu hanya 9 hektare. Tapi korban tidak mempermaslahakan asal lokasi lahan itu di bibir pantai.

“Awalnya saya menerima dua surat SKT atas nama Yanche dan Zukri. 225 ribu per meter seluas 3 hektare. Dan terima tiga surat SKT lainnya fotocopy awalnya saya menolak, namun alasan Nguan Seng akan mengurus surat aslinya secepatnya yaitu selama tiga bulan. Karena ada tulisan pada surat itu bahwa surat aslinya hilang dan bisa di urus, makanya saya percaya,” ungkapnya.

Saksi juga mengatakan mau membeli lahan seluas 12 hektare dengan total Rp20 miliar membawa uang dari Jakarta, karena mau mengembangkan pelabuhan. Namun hanya dapat membeli lahan seluas 3 hektare senilai 6,7 dari Nguan Seng. Tiga bulan setelah itu dengan pembayaran 3 buah cek dari bulan Mei, Juni dan Agustus 2019 senilai Rp6,7 miliar, seharusnya untuk lahan 9 hektare.

“Uang sudah dicairkan semuanya, sementara surat sudah tiga bulan belum jadi. Dan saya bilang cek jangan dicairkan kepada Suratman dan disampaikan kepada PH nya Tomi. Namum tetap di cairkan juga oleh Nguan Seng sementara lahan yang 6 hektare yang sedang bermasalah hingga sekarang belum dilakukan pengurusannya,” ujar Laurence.

Dalam persidangan Laurence menerangkan bahwa tanah seluas 6 hakter yang dia beli merupakan tanahnya sendiri. Diketahui pada bulan Januari 2020 karena disurati PLN, bahwa lokasi tanah sebagian mau dibangun PLTU. Terdapat tiga bidang tertulis nonem dengan sertifikat tahun 1995 atas nama Laurence M Takke. Dan terjadi tumpang tindih dengan SKT yang ada. Dilakukan verifikasi oleh pihak tim pengadaan tanah bersama BPN.

“Lahan seluas 12 hektar diukur kembali menjadi 9 hektare setelah dilakukan pengukuran. Berdasarkan surat tiga foto copy SKT dan dua surat SKT asli. Permeter 225 kurang lebih Rp20 millar. Setelah diadakan pengukuran kembali oleh BPN bahwa lahan itu tidak seluas 3 hektare cuma 15.000 meter. Bahkan tiga SKT yang lainnya ada lahan saya yang terjadi tumpang tindih, jadi jelas saya dirugikan dua kali oleh tersangka,” katanya.

Editor : Dwik