Besaran pesangon yang didapat pekerja/buruh akan lebih kecil ke depan. Sebab, ketentuannya akan mengikuti aturan baru dari Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Aturan itu berupa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja yang merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dalam aturan itu, pekerja/buruh yang mendapat pemutusan hubungan kerja (PHK) karena perusahaan tempatnya bekerja tutup atau merugi akan mendapatkan pesangon 0,5 kali dari patokan yang diatur dalam Pasal 40 ayat 2 PP 35/2021. Selain itu, pekerja akan mendapatkan uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak.

“Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena alasan perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan perusahaan mengalami kerugian maka pekerja/ buruh berhak atas uang pesangon sebesar 0,5 (nol koma lima) kali ketentuan Pasal 40 ayat 2,” tulis Pasal 43 seperti dikutip CNNIndonesia.com, Senin (22/2).

Aturan yang sama juga berlaku untuk korban PHK karena terjadi pengambilalihan perusahaan yang mengakibatkan terjadinya perubahan syarat kerja. Begitu juga dengan pekerja/buruh yang tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja, pengusaha dapat memutus hubungan kerja dengan uang pesangon setengah dari ketentuan Pasal 40 ayat 2.

Sementara pekerja yang terkena PHK karena perusahaan tutup akibat merugi terus dalam dua tahun, keadaan memaksa (force majeur), dan perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) karena merugi, akan mendapat pesangon 0,75 kali dari upah di Pasal 40 ayat 2.

Hal ini karena uang pesangon dikurangi 0,25 kali. Namun pekerja juga akan mendapat uang penghargaan dan uang penggantian hak.

Sementara uang pesangon sebesar 1 kali ketentuan Pasal 40 ayat 2 diberikan ke pekerja/buruh yang menjadi korban PHK karena perusahaan melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan perusahaan dan pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja atau pengusaha tidak bersedia menerima pekerja/buruh.

Ketentuan ini juga berlaku untuk pekerja/buruh yang perusahaannya diambilalih perusahaan lain, perusahaan melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian, perusahaan tutup yang disebabkan bukan karena perusahaan mengalami kerugian, perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang bukan karena perusahaan mengalami kerugian, dan permohonan pemutusan hubungan kerja yang diajukan oleh pekerja/buruh dengan alasan pengusaha melakukan perbuatan sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 35.

Tak hanya mendapat pesangon 1 kali sesuai ketentuan Pasal 40 ayat 2, pekerja/buruh juga akan mendapatkan uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali dan uang penggantian hak.

Berikut rincian ketentuan uang pesangon di Pasal 40 ayat 2:
– masa kerja kurang dari 1 tahun, 1 bulan upah
– masa kerja 1 tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 tahun, 2 bulan upah
– masa kerja 2 tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 tahun, 3 bulan upah
– masa kerja 3 tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 tahun, 4 bulan upah
– masa kerja 4 tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 tahun, 5 bulan upah
– masa kerja 5 tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 tahun, 6 bulan upah
– masa kerja 6 tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 tahun, 7 bulan upah
– masa kerja 7 tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 tahun, 8 bulan upah
– masa kerja 8 tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 tahun, 8 bulan upah
– masa kerja 8 tahun atau lebih, 9 bulan upah.

Kendati begitu, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian membantah bila uang pesangon untuk pekerja/buruh korban PHK dapat dipotong setengah.

“Terkait PHK pesangon, nah memang di PP, kalau dibilang setengah tidak betul itu,” ucap Staf Ahli Kemenko Bidang Perekonomian Bidang Regulasi, Penegakan Hukum, dan Ketahanan Ekonomi Kemenko Perekonomian Elen Setiadi, beberapa waktu lalu.

Menurut Elen, dalam UU Cipta Kerja sudah diatur berapa nilai pesangon yang harus didapat. Misalnya, untuk pensiun ada pengalinya sendiri dan kalau meninggal akan mendapatkan uang pesangon dua kali dari yang diatur dalam UU Cipta Kerja.

“Kalau dia cacat atau sakit berkepanjangan, angka pengalinya adalah pesangonnya dua juga, kalau pensiun kalau tidak salah 0,75. Menurut hemat kami, kalau dibilang setengah tidak betul,” terangnya.

Ia menyatakan ada basis perhitungan pesangon untuk masing-masing jenis PHK. Artinya, semua jenis PHK tidak disamakan dalam perhitungan pesangon.

“Mungkin ada angkanya, untuk meninggal dua kali, kemudian untuk pesangon, cacat tetap dan berkepanjangan juga tetap dua kali,” jelasnya.

 

Editor : Parna

Sumber : cnnindonesia