Presiden Joko Widodo (Jokowi) memuji kinerja Mahkamah Agung (MA) dalam putusan penanganan perkara tahun 2020 yang terbanyak sepanjang sejarah MA. Jokowi mengatakan jumlah ini tidak mengurangi kualitas putusan.

“Jumlah perkara yang diterima terbanyak dalam sejarah, perkara yang diputus juga terbanyak sepanjang sejarah. Tentu ini bisa dilakukan tanpa mengurangi kualitas putusan,” ujar Jokowi dalam Sidang Pleno Istimewa Laporan Tahunan Mahkamah Agung Tahun 2020 Secara Virtual, yang disiarkan saluran YouTube Sekretariat Presiden, Rabu (17/2/2021).

Pujian juga disampaikan Jokowi kepada MA karena bisa memperluas penerapan e-Court dan e-Litigation dalam penanganan perkara.

“Pemerintah memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya, memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya pada upaya yang dilakukan oleh Mahkamah Agung untuk memperluas implementasi e-Court dan e-Litigation pada perkara pidana, pidana militer, dan jenayah. Dan peningkatan versi direktori putusan,” ujar Jokowi.

Karena itu, Jokowi berharap MA terus meningkatkan kualitas aplikasi e-Court. “Saya berharap Mahkamah Agung terus meningkatkan kualitas aplikasi e-Court, termasuk standardisasi kewajiban para pihak, pemeriksaan saksi dan ahli secara daring, salinan putusan atau e-Verdict juga perluasan aplikasi e-Court untuk perkara-perkara perdata yang sifatnya khusus,” ucapnya.

Di samping itu, Jokowi berharap MA dapat mengurangi disparitas atau perbedaan dalam putusannya. MA diharapkan menjadi lembaga peradilan yang dipercaya masyarakat.

“Sebagai benteng keadilan, Mahkamah Agung dapat mewujudkan kepastian hukum bagi masyarakat, pelaku usaha, dan investor, melalui keputusan-keputusan yang mengurangi disparitas pemidanaan. Dengan kinerja dan reputasi yang semakin baik, Mahkamah Agung dapat menghasilkan putusan-putusan landmark decision dalam menggali nilai-nilai dan rasa keadilan masyarakat sehingga lembaga peradilan menjadi lembaga yang semakin tepercaya,” kata Jokowi.

Dalam sidang pleno, Ketua MA Syarifuddin menyampaikan sejumlah capaian MA sepanjang 2020. Syarifuddin membeberkan perubahan mekanisme persidangan konvensional menjadi persidangan secara elektronik menyikapi munculnya pandemi COVID-19.

“Penanganan perkara di masa pandemi telah menimbulkan ancaman besar bagi keselamatan warga peradilan dan para pencari keadilan, sehingga Mahkamah Agung telah mengambil langkah cepat untuk melindungi segenap aparatur peradilan dan para pencari keadilan dengan mengubah mekanisme persidangan konvensional menjadi persidangan secara elektronik,” ujar Syarifuddin dalam pemaparannya.

Syarifuddin menjelaskan mekanisme sidang secara elektronik sudah masuk cetak biru MA. Implementasi ini disebutnya lebih cepat dari yang direncanakan.

“Di balik musibah pandemi COVID-19 ini membawa hikmah positif bagi lembaga peradilan karena munculnya COVID-19 telah mendorong timbulnya regulasi tentang administrasi perkara sidang pidana secara elektronik,” kata Syarifuddin.

Di samping itu, Syarifuddin melaporkan ada 20.761 perkara yang masuk pada 2020. Dari jumlah tersebut, 20.562 perkara sudah diputuskan.

“Beban perkara pada tahun 2020 sebanyak 20.761 perkara yang terdiri dari perkara masuk sebanyak 20.544 perkara dan sisa perkara tahun 2019 sebanyak 217 perkara. Dari jumlah tersebut, Mahkamah Agung berhasil memutus sebanyak 20.562 perkara dan sisa perkara tahun 2020 sebanyak 199 perkara. Sisa perkara tersebut adalah yang terendah sepanjang sejarah berdirinya Mahkamah Agung,” paparnya.

Syarifuddin mengatakan rasio ini merupakan yang tertinggi sepanjang berdirinya MA. Rasio 99,04 persen perkara yang diputus sudah di atas target 70 persen.

“Rasio produktivitas Mahkamah Agung tahun 2020 adalah sebesar 99,04 persen atau lebih tinggi dari indikator kinerja utama yang ditetapkan Mahkamah Agung yaitu sebesar 70 persen. Dengan jumlah hakim agung yang lebih sedikit dari sebelumnya, sekalipun jumlah perkara 2020 merupakan yang terbanyak dalam sejarah,” kata Syarifuddin.

Editor : Aron
Sumber : kumparan