Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengapresiasi langkah pemerintah melarang aturan yang mewajibkan seragam dan atribut terkait agama di sekolah negeri. Namun langkah ini disebut belum cukup untuk memerangi intoleransi di lingkungan pendidikan.

“Karena memang fenomena seperti di Padang kemarin ada di banyak daerah di Indonesia. Tapi langkah ini baru permulaan, karena harus diikuti langkah lain,” kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara ketika dihubungi CNNIndonesia.com, Rabu (3/2).

Ia mengatakan perkara intoleransi di lingkungan pendidikan perlu dituntaskan dengan langkah yang komprehensif. Mulai dari pemberlakuan kurikulum yang toleran, menyediakan guru agama untuk kelompok minoritas, sampai rekrutmen tenaga kependidikan yang bebas dari diskriminasi.

“Sanksi di dunia pendidikan tentu saja berbeda dengan sanksi di tempat lain. Artinya, baik pendidik maupun peserta didik, ketika diberi sanksi, ya sanksi yang mendidik, bukan sanksi yang dianggap hukuman saja,” ucapnya.

Ia menyinggung kasus di SMK Negeri 2 Padang, Sumatera Barat yang diduga memaksa siswi non-muslim berjilbab sebagai contohnya. Menurut Beka, sekolah tidak bisa disalahkan sepenuhnya karena ada dugaan pemerintah daerah berperan dalam aturan sekolah di wilayah itu.

Maka, kata dia, sanksi tidak bisa dijatuhkan tanpa mendalami duduk perkara kasus. Dalam penerapan SKB, ia mengatakan setiap kasus perlu dikaji dan dipertimbangkan secara komprehensif sebelum menjatuhkan sanksi.

Sebelumnya, Mendikbud Nadiem Makarim menegaskan sanksi bakal diterapkan kepada sekolah negeri atau pemerintah daerah yang melanggar SKB larangan aturan seragam terkait agama. SKB ini berlaku untuk seluruh sekolah negeri, kecuali di Provinsi Aceh.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia