Polri menerapkan konsep presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan) dalam mengusut kasus dugaan rasisme Ambroncius Nababan terhadap Natalius Pigai. Polri juga berjanji transparan dalam menangani kasus tersebut.

Kadiv Humas Polri Irjen Argo Yuwono menjelaskan bentuk prediktif itu mulai dilakukan Polri saat melihat postingan Ambroncius Nababan di akun Facebooknya sejak 24 Januari 2021. Polri, kata Argo, melihat postingan tersebut berisi hal yang tak pantas untuk diunggah di media sosial.

“Kemudian, setelah dilakukan analisa oleh Bareskrim Polri sekitar tanggal 24 Januari 2021. Bahwa akun rasisme tersebut ada di media sosial yaitu Facebook, yang atas namanya AN yang diduga mengunggah foto yang tidak pantas,” kata Argo dalam keterangan tertulis berjudul ‘Kasus Ujaran Kebencian ke Natalius Pigai, Polri Terapkan Konsep Presisi’, Selasa (26/1/2021).

Argo menuturkan tim Bareskrim Polri kemudian melakukan analisis terhadap unggahan tersebut yang merupakan sebuah bentuk responsibilitas. Selanjutnya Polri memutuskan untuk mengambil alih kasus tersebut dari laporan awal di Polda Papua dan Polda Papua Barat.

“Tentunya dengan analisis yang dilakukan Bareskrim, maka Bareskrim Polri sudah menghubungi Polda Papua Barat dan Polda Papua untuk melimpahkan LP tersebut ke Bareskrim Polri,” tuturnya.

Argo menyampaikan Polri kemudian langsung memanggil Ambroncius Nababan untuk memproses perkara tersebut. Argo memastikan pihaknya bakal transparan dalam menangani kasus rasisme tersebut.

“Jangan membuat sesuatu yang nanti akan melanggar pidana. Percayakan bahwa kepolisian akan transparan dalam melakukan penyidikan kasus ini,” tutur Argo.

Konsep presisi ini sebelumnya disampaikan Komjen Listyo Sigit Prabowo dalam fit and proper test calon Kapolri pekan lalu. Dalam pemaparannya, Komjen Sigit juga berjanji akan membawa Polri makin profesional dalam berbagai bidang, termasuk penegakan hukum.

Komjen Sigit mulanya bercerita mengenai saat pertama kali dirinya mengetahui ditunjuk Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai calon tunggal Kapolri. Dia mengawalinya dengan bersilaturahmi kepada tokoh agama dan tokoh masyarakat, sesepuh, para pimpinan partai, hingga para mantan Kapolri.

Menurut Komjen Sigit, silaturahmi itu sangat penting. Lewat agenda tersebut, dia ingin mengetahui secara langsung seperti apa potret Polri di masyarakat dan apa harapan masyarakat ke depan terhadap Polri.

“Tentunya banyak hal yang kami dapat, ada saran, ada masukan, ada kritik, dan harapan tentang Polri ke depan bagaimana untuk tetap dapat mewujudkan rasa keadilan menjadi organisasi yang transparan dan tentunya potret-potret lain tentang kondisi saat ini yang harus diperbaiki,” kata Sigit dalam fit and proper test di DPR yang disiarkan langsung, Rabu (20/1).

“Sebagai contoh ke depan, tidak boleh lagi ada hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Tidak boleh lagi ada kasus Nenek Minah yang mencuri kakao kemudian diproses hukum karena hanya untuk mewujudkan kepastian hukum. Tidak boleh lagi ada seorang ibu yang melaporkan anaknya kemudian ibu tersebut diproses dan sekarang berlangsung prosesnya dan akan masuk ke persidangan,” sambung Sigit.

Sigit mengatakan, ke depan, tidak boleh lagi ada kasus-kasus seperti yang dia contohkan di atas atau kasus lain yang mengusik rasa keadilan di masyarakat.

“Betul penegakan hukum harus dilakukan secara tegas, namun humanis. Di saat ini masyarakat memerlukan penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan bagi masyarakat, bukan penegakan hukum dalam rangka untuk kepastian hukum,” ujarnya.

 

Editor : Parna

Sumber : detiknews