Berita bohong atau hoaks tentang kecurangan pemilu di Amerika Serikat (AS) diklaim turun 73 persen, setelah beberapa platform media sosial menangguhkan bahkan menutup permanen akun Donald Trump sejak pekan lalu.

Dikutip dari Washington Post, tren penurunan penyebar hoaks ini menggarisbawahi kekuatan perusahaan penyedia media sosial untuk membatasi berita bohong yang meracuni publik, hingga bertindak agresif.

Perusahaan riset Zignal Labs asal San Fransisco melaporkan bahwa percakapan tentang kecurangan pemilu AS turun dari 2,5 juta keyword menjadi 688.000 keyword di beberapa situs media sosial, seminggu setelah akun Trump ditutup Twitter.

Penyebaran hoaks melalui media telah terjadi berbulan-bulan pasca pemilihan umum yang diselenggarakan di AS November 2020 lalu. Hal ini membuat sebagian pendukungnya melakukan demonstrasi yang berujung rusuh di gedung Capitol AS Jumat 6 Januari 2021.

Tim riset menemukan turunnya disinformasi pemilu AS khususnya di Twitter terjadi setelah akun Trump ditutup permanen 8 Januari 2020.

Penangguhan dan penutupan akun media sosial Trump tidak hanya dilakukan twitter saja, Facebook, Instagram, Snapchat, Twitch, Spotify, hingga Shopify juga melakukan hal serupa.

Facebook tidak menutup akun Trump secara permanen, namun penangguhan tersebut dapat dipulihkan kembali setelah pelantikan Joe Biden menjadi Presiden AS.

Sebelumnya, Twitter menangguhkan akun @realDonaldTrump yang disebut aktif memberikan klaim yang menyesatkan tentang pemilu AS 3 November 2020 itu.

Penelitian Zignal menemukan bahwa penggunaan tagar #FightforTrump yang disebarluaskan di Facebook, Instagram dan Twitter seminggu sebelum unjuk rasa telah turun 95 persen. Lalu tagar #HoldTheLine dan istilah “March for Trump” juga turun lebih dari 95 persen.

Dikutip CNN, upaya hasutan Trump untuk merusak pemilu AS membuat Twitter menandai 200 cuitan trump yang dianggap sebagai informasi palsu. Saat itu Trump memberikan klaim palsu bahwa pemilu AS 100 persen dicurangi.

Berdasarkan rekam jejak yang ditelusuri lembaga Monmouth pada pertengahan November 2020 mencatat hampir 70 persen kader Partai Republik mengatakan Biden menang karena ‘pemilihan yang curang’.

Trump disebut terus menerus menggunakan media sosial untuk merusak demokrasi AS. Misalnya pada 19 Desember Trump menulis pada akun Twitternya yang mengklaim dirinya tidak mungkin kalah dalam pemilu 2020.

“Secara statistik tidak mungkin kalah dalam Pemilu 2020. Protes besar di D.C. pada 6 Januari,” cuit Trump.

Lebih lanjut para peneliti menemukan bahwa tweet Trump di-retweet oleh pendukung dengan kecepatan yang luar biasa. Hal ini memperlancar pembentukan opini publik serta penyebaran hoaks yang meluas.

 

Editor : Parna

Sumber : cnnindonesia