Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un mengeksekusi pedagang valuta asing (valas). Alasannya, mata uang Won Korea Utara anjlok terhadap dolar Amerika Serikat (AS) hingga sebesar 20 persen dalam beberapa bulan terakhir.

Anggota Badan Intelijen Korea Selatan Kim Byung-kee mengatakan hal itu adalah bagian dari serangkaian langkah penanggulangan pandemi covid-19 Kim yang tak masuk akal.

Melansir Financial Times, Selasa (1/12), pelemahan tersebut merupakan yang terburuk selama beberapa tahun terakhir. Pergerakan signifikan yang sekaligus membahayakan stabilisasi perekonomian Korea Utara tersebut pun membuat Pyongyang khawatir.

Ahli Korea Utara dari Universitas Kookmin Andrei Lankov mengatakan terdapat beberapa sinyal ‘perubahan signifikan’ sejak Oktober setelah terjadi guncangan stabilitas keuangan Korea Utara.

“Setelah waktu yang lama di bawah Kim Jong Un, mereka tidak mengintervensi bisnis swasta sama sekali. Mereka tidak hanya mentolerir, tapi juga mendorong desentralisasi dan peralihan ke hubungan pasar antara perusahaan industri dan individu. Sekarang mereka mencoba mengambil alih,” kata Lankov.

Ia melanjutkan eksekusi yang dilakukan Kim mengirimkan sinyal kepada publik tentang konsekuensi melawan arahan rezim atas penggunaan mata uang asing.

Menyusul revaluasi mata uang di Pyongyang pada 2009 silam, mata uang asing telah digunakan secara luas dalam perdagangan perbatasan dan transaksi pasar swasta, terutama dolar AS dan renminbi China.

Terdapat ketidakpastian di antara pengamat Korea Utara tentang jangkauan pandemi covid-19 ke negara yang terisolasi ini.

Pyongyang belum secara terbuka mengonfirmasi kasus covid-19 setelah menerapkan penguncian cepat perbatasannya pada Januari lalu.

Namun, klaim nol infeksi telah ditanggapi dengan skeptis oleh para ahli dan pejabat internasional.

Tindakan keras terhadap pedagang valas dan pengetatan kontrol atas pasar mata uang merupakan upaya Kim melawan kejatuhan ekonomi dari pandemi dan penurunan selanjutnya dalam perdagangan dengan China.

Ekonomi Korea Utara diperparah dengan topan serta banjir yang menghancurkan tahun ini.

“Antara 2010 hingga 2017, level impor Korea Utara meningkat dan Kim memamerkan proyek publik besar di Pyongyang. Namun sekarang ia tak dapat melakukan hal serupa karena kehabisan uang. Ini adalah alasan kenapa ia mengambil kembali kontrol pasar,” kata Peneliti Asan Institute for Policy Studies Go Myong-hyun.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia