“83,9 persen pelayanan kesehatan dasar tidak berjalan optimal, terutama posyandu. Banyak ibu hamil tidak mendapatkan layanan antenatal (prakelahiran) yang baik,” kata Ketua Umum IDI Daeng M Faqih dalam keterangan tertulisnya, Senin (28/9).
Menurut Daeng, pandemi corona juga berdampak pada kenaikan angka kehamilan dengan komplikasi. Jika kondisi ini tidak mendapat perhatian serius maka pengawasan terhadap ibu hamil yang berisiko tinggi tidak akan bisa dilakukan.
“Kemungkinan terjadi kematian ibu yang lebih tinggi dari 25 persen akibat kematian dengan hipertensi (preeklamsia),” tutur dia.
Selain itu, IDI juga menyinggung banyaknya balita tak yang diimunisasi penyakit lain saat pandemi corona. Salah satunya karena ketakutan akan keamanan fasilitas kesehatan seperti posyandu.
“Pelayanan kesehatan yang terdampak termasuk posyandu mengakibatkan 25 juta balita tidak memperoleh imunisasi, suplementasi vitamin A, pemantauan tumbuh kembang dan pelayanan rutin lainnya yang sangat diperlukan,” katanya.
Padahal, data menunjukkan bahwa dalam kurun lima tahun terakhir lebih dari 15 ribu anak Indonesia terdampak kejadian luar biasa. Antara lain polio, campak, difteri, gizi buruk, dan wabah lainnya yang mengakibatkan kualitas hidup anak berkurang bahkan mengancam nyawa
Oleh karena itu, Daeng meminta pemerintah lebih memperhatikan hal ini. Dan tidak hanya menaruh perhatian besar ke pemulihan ekonomi.
“Saat negara menaruh perhatian besar pada upaya pemulihan sektor ekonomi, masyarakat khususnya kelompok yang rentan justru terabaikan dan berpotensi menimbulkan beban ekonomi yang lebih besar di masa mendatang,” ujar Daeng.
Karenanya, IDI menyerukan agar pelayanan kesehatan ibu dan anak serta pelayanan dasar lainnya tetap menjadi prioritas pemerintah.
Editor : Aron
Sumber : Kumparan