Jakarta – Pasar keuangan Indonesia ditutup tidak kompak pada perdagangan kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah, tetapi nilai tukar rupiah dan harga obligasi pemerintah menguat.

Kemarin, IHSG berakhir dengan koreksi tipis 0,04%. Terlihat IHSG bergerak labil, kadang merah, kadang hijau.

Indeks saham Asia juga ditutup variatif, menandakan ada kegalauan di benak investor. Berikut perkembangan indeks saham Asia pada perdagangan kemarin:

Indeks Posisi Terakhir Perubahan (%)
 CN SSE Composite 3294.55 2.06
 HK Hang Seng 24883.14 0.45
 ID JKSE 5111.11 -0.04
 IN S&P Sensex 38071.13 -1.10
 JP Topix Index 1549.04 -1.28
 MY FTSE Bursa KLCI 1611.42 0.09
 PH PSEI 5966.27 0.66
 SG Straits Time 2573.45 -0.37
 KR KOSPI 2263.16 0.27
 TW Weighted Index 12540.97 -0.36
 TH Set Index 1338.35 -0.19

Pelaku pasar (dan seluruh dunia) mencemaskan perkembangan wabah virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Di Asia, penyebaran virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China tersebut mengalami lonjakan signifikan.

Vietnam, negara yang awalnya mendapat pujian karena berhasil menang ‘perang’ melawan virus corona, kini harus bertempur lagi. Jumlah pasien positif corona di Vietnam per 28 Juli 2020 adalah 431 orang, bertambah 11 orang (2,62%) dibandingkan sehari sebelumnya.

Kasus corona bertambah 11 orang bagi negara lain mungkin sesuatu yang patut disyukuri, tetapi tidak buat Vietnam. Pasalnya, Negeri Paman Ho cukup lama tidak mencatatkan kasus baru alias nol. Setiap tambahan pasien baru tentu menjadi hal yang harus disikapi dengan serius.

Saking seriusnya, readyviewed Vietnam langsung memberlakukan karantina wilayah (lockdown) di Kota Danang begitu mengetahui ada tiga orang pasien baru. Sekitar 80.000 orang, yang kebanyakan adalah turis, segera dievakuasi menuju 11 kota lain.

Bahkan kini virus corona mulai menghinggapi kota-kota lain seperti Hanoi dan Ho Chi Minh. Nguyen Xuan Phuc, Perdana Menteri Vietnam, menegaskan bahwa seluruh kota dan provinsi kini berisiko mengalami ‘serangan’.

Begitu pula dengan Hong Kong. Per 28 Juli, jumlah pasien positif corona di bekas koloni Inggris itu adalah 2.884 orang. Bertambah 106 orang (3,82%) dibandingkan hari sebelumnya.

Dalam tujuh hari terakhir, kasus corona di Hong Kong selalu bertambah lebih dari 100. Ini tidak pernah terjadi sejak Hong Kong mencatatkan kasus corona perdana pada 23 Januari.

“Kita sedang dalam ancaman penularan dalam skala besar yang bisa menyebabkan keruntuhan di sistem fasilitas kesehatan sehingga menyebabkan hilangnya nyawa, terutama yang berusia lanjut. Untuk melindungi mereka yang kita sayangi, saya meminta Anda semua untuk benar-benar mematuhi pembatasan sosial (social distancing) dan sebisa mungkin tinggal di rumah,” kata Carrie Lam, Pemimpin Hong Kong, seperti dikutip dari Reuters.

Meski ada sentimen negatif dari pandemi virus corona, tetapi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat 0,07% di perdagangan pasar spot. Sementara imbal hasil (yield) obligasi pemerintah tenor 10 tahun turun 2,1 basis poin (bps). Penurunan yield menandakan harga obligasi sedang naik karena tingginya permintaan.

Berikut posisi yield Surat Berharga Negara (SBN) berbagai tenor kala penutupan perdagangan kemarin:

Penguatan rupiah dan SBN disebabkan oleh penantian pasar akan hasil rapat bulanan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed). Mengutip CME FedWatch, kemungkinan suku bunga acuan AS bertahan di 0-0,25% adalah 100%. Tidak ada ruang sama sekali untuk perubahan.

Tren suku bunga rendah di Negeri Paman Sam berdampak ke pasar obligasi pemerintah. Imbal hasil yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun ikut turun.

Jadi, tidak heran investor berbondong-bondong masuk ke pasar SBN. Kalau mau beli SBN tentu butuh rupiah. Permintaan akan mata uang Tanah Air pun ikut terdongkrak.

Trader Gregory Rowe, right, works on the floor of the New York Stock Exchange, Wednesday, Dec. 11, 2019. Stocks are opening mixed on Wall Street following news reports that US President Donald Trump might delay a tariff hike on Chinese goods set to go into effect this weekend. (AP Photo/Richard Drew) Ilustrasi Bursa Saham New York (AP Photo/Richard Drew)

Beralih ke bursa saham New York, tiga indeks utama ditutup di zona hijau. Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 0,61%, S&P 500 menguat 1,24%, dan Nasdaq Composite bertambah 1,35%.

Apa yang dinanti akhirnya datang juga. Sesuai perkiraan, The Fed memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di 0-0,25%. Ketua Jerome Powell dan kolega juga menyatakan suku bunga akan tetap bertahan rendah untuk mendukung pemulihan ekonomi akibat pandemi virus corona.

“Penyebaran virus corona menyebabkan kesulitan yang luar biasa di AS dan seluruh dunia. Setelah penurunan tajam di perekonomian dan pasar tenaga kerja, mulai terjadi pembalikan dalam beberapa bulan terakhir meski masih di bawah level awal tahun. Permintaan yang rendah membuat inflasi tertahan.

“Dengan perkembangan tersebut, Komite memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan di 0-0,25%. Komite memperkirakan suku bunga acuan akan bertahan sampai ada keyakinan bahwa ekonomi berhasil melalui situasi ini,” papar keterangan tertulis The Fed.

Suku bunga rendah akan memberi ruang bagi emiten untuk melakukan ekspansi. Dengan begitu, tercipta harapan untuk menaikkan pendapatan dan laba. Harga saham pun melambung.

Selain mempertahankan suku bunga, The Fed juga berkomitmen menggunakan seluruh instrumen yang ada untuk membantu ekonomi AS keluar dari nestapa akibat pandemi virus corona. Artinya, The Fed sepertinya masih akan terus ‘mengguyur’ likuiditas ke pasar baik melalui pembelian obligasi sampai memberi kredit kepada dunia usaha. Likuiditas ini sedikit banyak akan masuk ke pasar keuangan yang kemudian menciptakan mentalitas ‘beli, beli, beli’.

“Rasanya kita akan merasakan suku bunga rendah dan ‘banjir’ likuiditas dalam waktu yang agak lama. The Fed tentu tidak mau ekonomi menuju dasar palung,” ujar Peter Tuz, Presiden Chase Investment Counsel yang berbasis di Virginia, seperti dikutip dari Reuters.

Untuk perdagangan hari ini, investor patut mencermati sejumlah sentimen. Pertama adalah perkembangan di Wall Street yang positif. Semoga optimisme di New York bisa menyeberangi Samudra Atlantik dan terasa hingga ke Asia, termasuk Indonesia.

Sentimen kedua tentu perkembangan pagebluk corona. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan, jumlah pasien positif corona di seluruh negara per 29 Juli adalah 16558.289 orang. Bertambah 215.127 orang (1,32%) dibandingkan posisi hari sebelumnya.

Tambahan tersebut memang melambat dibandingkan 28 Juni. Namun tetap saja dalam 10 hari terakhir tambahan kasus corona tidak pernah di bawah 100.000 sehingga membuat kurva belum bergerak turun.

Jika kasus corona terus meningkat dalam jumlah signifikan, dikhawatirkan semakin banyak wilayah yang menerapkan lockdown seperti Danang di Vietnam. Memang skalanya tidak nasional, tetapi kalau semakin banyak daerah yang memberlakukan itu hasilnya akan hampir sama. Aktivitas masyarakat kembali terbatas dan roda ekonomi macet lagi.

U.S. dollar and Euro banknotes are seen in this picture illustration taken May 3, 2018. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration Ilustrasi Dolar AS dan Euro (REUTERS/Dado Ruvic)

Sentimen ketiga, investor patut memantau rilis data output ekonomi alias Produk Domestik Bruto di beberapa negara. Hawa resesi sangat terasa di sini…

Hong Kong sudah memulai terlebih dulu. Kemarin, diumumkan bahwa Pada kuartal II-2010, ekonomi Hong Kong mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif) 9% secara year-on-year (YoY).

Pada kuartal sebelumnya ekonomi Hong Kong sudah terkontraksi -9,1% YoY. Kontraksi dalam dua kuartal beruntun dalam tahun yang sama adalah definisi dari resesi. Ya, Hong Kong resmi masuk jurang resesi.

Hari ini juga akan diumumkan pembacaan awal pertumbuhan ekonomi Jerman. Konsensus Trading Economics memperkirakan ekonomi Negeri Panser akan terkontraksi -11,3% YoY. Jauh lebih parah ketimbang kuartal sebelumnya yakni -2,3% YoY. Jerman pun kemungkinan besar bakal jatuh ke lubang resesi.

Kemudian pada malam hari waktu Indonesia akan dirilis data pembacaan awal PDB AS kuartal II-2020. Setelah terkontraksi 4,8% secara kuartalan yang disetahunkan (annuaized) pada kuartal I-2020, GDPNow terbitan The Fed cabang Atlanta memperkirakan pencapaian kuartal II-2020 -32,1%. Yup, lagi-lagi resesi…

Hawa resesi yang semakin kuat bisa membuat investor enggan mengambil risiko. Kalau ini yang terjadi, maka harga aset aman (safe haven) seperti emas akan naik lagi. Sebaliknya, aset-aset berisiko di negara berkembang bakal dijauhi. Tentu bukan kabar baik bagi IHSG, rupiah, dan SBN.

Keempat, kali ini bisa menjadi sentimen positif, adalah perkembangan nilai tukar dolar AS. Selepas pengumuman hasil rapat The Fed, mata uang Negeri Adikuasa malah semakin tidak berdaya.

Pada pukul 02:26 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,44%. Dalam sebulan terakhir, indeks ini sudah anjlok 4,36%.

Federal Funds Rate dipastikan tetap bertahan rendah demi mendukung pemulihan ekonomi. Namun suku bunga rendah membuat yield obligasi pemerintah AS terus menipis. Pada pukul 02:50 WIB, yield obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun turun lagi ke 0,5691%.

Ini membuat berinvestasi di surat utang pemerintahan Presiden Donald Trump menjadi tidak menarik. Apalagi kalau memperhitungkan keuntungan riil setelah dikurangi inflasi.

Dengan inflasi AS yang sampai Juni ada di 0,6%, maka keuntungan riil berinvestasi di US Treasury Bond tenor 10 tahun adalah -0,03%. Bukannya untung, malah buntung.

Ketika berinvestasi di instrumen berbasis dolar AS tidak menarik, pelaku pasar akan melirik aset yang masih bisa mencetak cuan. SBN bisa menjadi pilihan. Jika permintaan SBN tetap tinggi, maka ada harapan rupiah bisa melanjutkan tren penguatan.

 

 

Editor : Aron

Sumber : cnbcindonesia