Pada hari Senin (8/6) kehadiran dr. Reisa Broto Asmoro mendampingi jubir pemerintah untuk penanganan corona Achmad Yurianto menjadi perbincangan. Reisa berbicara lebih banyak dibanding Yuri.

Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, Prof. drh. Wiku Adisasmito, MSc. Ph.D mengatakan, kehadiran dr. Reisa sebagai bagian dari upaya pemerintah mengoptimalkan kampanye protokol kesehatan pencegahan corona kepada masyarakat.

Menurut Wiku, dr. Reisa sosok yang dianggap bisa menyampaikan agenda kesehatan itu secara lebih luwes, substansial, namun mudah diterima masyarakat.

“Untuk promosi kesehatan dengan harapan substansi lebih mudah dipahami publik,” ujar Wiku saat dihubungi kumparan, Senin (8/6) malam.

dr. Reisa diketahui belum lama ini mulai bergabung dengan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. Menurut Wiku, terhitung baru satu minggu dr. Reisa resmi bergabung dan masuk dalam posisi Tim Komunikasi Publik Gugus Tugas.

“Baru minggu ini (bergabung),” katanya.

Reisa Broto Asmoro

dr. Reisa merupakan sosok yang sudah cukup familiar bagi publik. Dia sebelumnya sering muncul di publik dalam program konsultasi kesehatan, dr OZ.

Dokter Reisa merupakan alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan (UPH) angkatan 2003 dan lulus tahun 2007. Kemudian dia bekerja sebagai staf forensik di RS Polri Raden Said Soekanto Kramat Jati.

Dia juga meneruskan sekolah S2 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Pada tahun 2010, ia mengikuti kontes Puteri Indonesia, perwakilan dari Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam kontes nasional tersebut, ia meraih posisi juara kedua, yang memberikannya gelar Puteri Indonesia Lingkungan 2010.

dr. Reisa juga belajar estetika, sehingga kemudian berpraktik di klinik kecantikan di kawasan Jakarta Selatan. Ibu dua anak berusia 34 tahun ini juga dikenal sebagai model, bintang iklan, dan brand ambassador.

Sosok Lainnya, Dewi Nur Aisyah

dr Dewi Nur Aisyah

Sebenarnya selain dr Reisa, ada sosok muda lainnya yang beberapa kali tampil saat update kasus COVID-19. Dia adalah Dewi Nur Aisyah SKM., MSc., PhD.

Dewi juga tampil Senin (8/6) kemarin, bersama Wiku dan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 (GTPPC19) Letjen TNI Doni Monardo. Ahli epidemiologi ini berbicara mengenai pengaturan zona terkait COVID-19 di Indonesia.

Penentuan zona pada daerah-daerah tersebut berdasarkan pada pengumpulan data dan kajian maupun analisis dari tim pakar GTPPC19 atau Gugus Tugas Nasional. Penentuan zona tadi menggunakan indikator-indikator kesehatan masyarakat.

“Secara total terdapat 15 indikator utama. Indikator kesehatan masyarakat, yang terbagi menjadi 11 indikator epidemiologi, dua indikator surveilans kesehatan masyarakat dan 2 indikator pelayanan kesehatan,” kata Dewi Nur Aisyah saat konferensi pers di Media Center Gugus Tugas Nasional, Jakarta, Senin (8/6).

Di situs GTPPC19, Dewi masuk dalam daftar pakar kesehatan masyarakat. Statusnya adalah ahli epidemiologi dan anggota Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia.

dr Dewi Nur Aisyah

Dalam jumpa pers virtual tersebut, Dewi mengatakan bahwa setiap indikator tersebut memiliki penilaian dan selanjutnya pembobotan dan penjumlahan.

“Hasil perhitungan tersebut kemudian akan dikategorisasikan menjadi empat zona risiko utama, yaitu zona risiko tinggi, zona risiko sedang, zona risiko rendah dan zona tidak terdampak,” kata Dewi, yang juga pakar informatika penyakit menular.

Beberapa hari sebelumnya, dalam kesempatan berbeda, Prof Wiku memperkenalkan sosok Dewi. Ia kemudian mengungkapkan gelar lengkap yang ternyata muridnya di Universitas Indonesia itu, Dewi Nur Aisyah, SKM., MSc., PhD.

“Dia dulu murid saya, dengan prestasinya mendapatkan beasiswa untuk kuliah S2 di Imperial College London – Modern Epidemiology dan S3 di University College London – Infectious Disease Epidemiology and Informatics.”

Prof Wiku Adisasmito

Prof Wiku menjelaskan Dewi bekerja di bawah payung tim pakar gugus tugas. Ia merupakan mastermind dari sistem Bersatu Lawan Covid, data integrasi se-Indonesia yang dapat diakses di covid19.go.id.

“Pandemi yang tidak pernah kita sangka-sangka ini, menguji manusia untuk menerapkan keilmuannya yang paling mutakhir. Wabah ini memerlukan ahli public health untuk keluar dari cangkangnya, berjuang untuk negeri, berperang dengan semesta,” kata Wiku.

Dewi lahir di Jakarta pada 1 Desember 1988 atau saat ini berusia 31 tahun. Gelar sarjana S1 diraihnya UI setelah kuliah pada periode 2006-2010. Dia mendapatkan Beasiswa LPDP untuk meneruskan sekolah ke Inggris (S2) dan Beasiswa Presiden untuk gelar S3.

Namanya mulai populer setelah bersama Tim Garuda 45 menciptakan alat pendeteksi tuberkulosis yang dinamakan TB DeCare. Dia banyak diundang untuk berbicara mengenai inovasi ini. Dewi juga sering diundag untuk berbicara dalam seminar kemuslimahan dan menulis buku-buku inspiratif, antara lain berjudul Awe-Inspiring Us.

Reisa Broto Asmoro dan Dewi Nur Aisyah

Editor: PARNA
Sumber: kumparan