BATAM – Jadi rumah sakit rujukan corona virus disease (covid-19), Rumah Sakit Badan Pengusaha Batam (RSBP) berhasil menangani pasien Covid-19 hingga sembuh.

Di RSBP yang lebih dikenal dengan sebutan Rumah Sakit Otorita itu kini sudah tak ada lagi pasien Covid-19.

Artinya, seluruh pasien konfirmasi Covid-19 sudah pulang, begitu juga Pasien Dalam Pengawasan (PDP) yang dirawat di rumah sakit yang terletak di Sekupang, Batam itu.

Tentu saja hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi seluruh jajaran manajemen dan tim medis yang bertugas menghadapi wabah yang belum ada obatnya itu.

Mereka bekerja rangkap, menyembuhkan sakit yang diderita pasien serta menumbuhkan motivasi pasien untuk sembuh.

Bagian terakhir ini adalah kunci utama agar pasien bisa pulih.

Sebab, semangat serta keceriaan pasien akan memperkuat kekebalan tubuh untuk memerangi virus itu.

Dan semuanya, tentu tidak terlepas dari kerja keras tim medis mengingat setiap pasien akan dilanda banyak masalah psikis saat dinyatakan positif Covid-19.

Banyak pasien yang takut, down, rindu keluarga dan rumah serta dilanda kebosonan karena selama dua minggu penuh mereka dikurung dalam ruangan putih dan menghadapi orang orang yang berpakaian “robot” setiap hari.

“Bukan untuk menonjolkan kelebihan atau menyatakan wabah ini telah berakhir. Namun kita ingin sampaikan bagaimana rasanya berjuang di garda terdepan sebagai petugas kesehatan,” ujar humas Badan Pengusaha (BP) Batam, Agam, Jumat (15/5/2020).

Dalam bincang santai dengan media, sebagian tim medis RSBP Batam yang terlibat langsung atau ring 1 Covid-19 ini berbagi cerita di Ruang Rapat Lantai 4, Gedung B RSBP.

Agam menyebutkan, di balik kesembuhan pasien Covid-19, semuanya berkat kerja keras tim medis, baik tim dokter, perawat, radiografer, analis laboratorium hingga petugas kamar jenazah.

Tak hanya bercerita pekerjaan, sejumlah pengalaman dan suasana haru dalam bertugas juga diungkapkan mereka.

Bahkan seluruh pasien tak mudah terlupakan bagi mereka karena hubungan mereka tak hanya hubungan pasien dan pihak rumah sakit, tetapi sudah menjadi sahabat dan keluarga.

“Alhamdulillah, keluarga, anak, suami, istri, dapat mengerti terhadap profesi yang kami jalani. Sehingga kami tim medis bisa fokus merawat pasien covid-19,” kata Kepala Ruang Pengendali Infeksi Emerging (PIE), Norma Eliana Fanur sembari melemparkan senyum.

Norma mengatakan, setiap bagian dan tugas memiliki pengalaman sendiri-sendiri saat bertugas.

Tetapi semuanya harus sinergi, solid dan saling menguatkan meskipun beban dan risiko yang mereka hadapi juga sangat tinggi.

Sebagai kordinator pengendali ruang PIE atau ruang covid-19, harus mengetahui seluruh aktivitas ruang PIE selama 24 jam.

Mengendalikan jadwal tugas setiap petugas, baik dokter baik perawat serta kesehatan mereka.

Ada 26 anggota medis yang bertugas di ruang PIE dan puluhan pasien.

Jelas tidak mudah mengendalikan dan mengkoordinasikan hal itu.

Sebab, semuanya berada dalam kondisi yang tidak normal dan tertekan. Banyak kisah heroik yang dilalui Norma, namun dengan kerjasama tim yang solid dan saling mendukung ia dapat melakukannya.

“Intinya kerjasama tim. Baik perawat, dokter dan manajemen rumah sakit, semuanya harus saling support,” katanya.

“Perjuangan kita semua barangkali hampir sama. Yakni memerangi wabah hingga merawat pasien Covid-19 agar mereka sembuh. Wabah ini tugas kita bersama,” ujar dokter Tafsil, satu-satunya dokter spesialis paru di RSBP Batam.

“Ini tantangan dan kerja keras kita bersama. Sebagai dokter spesialis paru satu-satunya di RSBP tentu saya memiliki tugas dan tanggung jawab besar,” ucapnya.

Menurut Tafsil kesembuhan pasien pasien menjadi prioritas dirinya untuk bekerja. “Apalagi setiap pasien covid-19 harus dilakukan pemeriksaan kondisi paru-parunya karena salah satu bagian yang paling rentan diserang virus ini adalah paru,” kata Tafsil.

Swab Sakit

Begitu juga Eny Sri Nurwanti Amd.Kes (48).

Ia adalah sosok kunci agar pasien bisa pulang dan dinyatakan negatif sembuh.

Pasalnya, seluruh spesimen swab pasien diteliti di laboratorium.

Eny setiap harinya menghabiskan waktu di ruang analis laboratorium bersama rekannya Rizky Yusdistira.

Selain mereka harus mempelototi seluruh spesimen itu, Eny juga terlibat langsung mengambil swab pasien, yakni kelenjar tenggorokan dan hidung bagian dalam menggunakan alat yang panjangnya 8cm.

“Ini tidak mudah. Ada beberapa tahapan, dan itu cukup sakit sehingga pasien harus dapat menahan rasa sakit,” katanya.

Eny mengaku kerap parno atau takut.

“Ya, tentu ada rasa takutlah. Soalnya mereka yang kita ambil swabnya itu pasien yang confirmasi covid-19, sebagian pasien PDP dan ada juga ODP serta memiliki riwayat penyakit,” katanya.

“Jadi, kita harus mampu melawan rasa takut, jijik dan harus bekerja ekstra,” ungkap wanita kelahiran kediri, Jawa Timur itu.

Ia bahkan pernah bekerja non-stop seharian karena memeriksa swab 29 pasien.

Menguburkan Jenazah Tak kalah menariknya adalah cerita Siti Amina atau yang kerap disapa Ninuk.

Ninuk juga sangat dikenal oleh wartawan karena sehari-haria ia bertugas di kamar mayat.

Banyak jenazah dengan berbagai latar belakang pernah diurusnya.

Mulai dari mayat korban kecelakaan, korban pembunuhan, mayat yang sudah membusuk dan banyak lagi.

Tentu saja, dari berbagai jenazah itu, tidak ada yang seseru dan menegangkan jenazah pasien Covid-19.

Sebab, penanganannya dengan protokol berbeda.

Ninuk bahkan memilikicerita yang lebih tragis yang disebutnya bak sinetron Sumanto.

“Pertama me-wrapping pasien covid-19 hingga menguburnya dengan menggunakan seragam APD sangat menegangkan. Kita berpakaian lengkap seperti robot dan ikut langsung mengantarkan ke pemakaman,” ujar Ninuk.

Ninuk pun mengungkapkan perjuangan memakamkan jenazah pasien PDP.

Terakhir, kata dia, hanya mereka bertiga menguburkan jenazah.

Ia pernah menguburkan pasien pukul 21:00 WIB dan pukul 02:00 WIB dini hari.

“Kita juga pernah terkendala APD sehingga harus menggunakan jas hujan,” katanya.

Bahkan, lanjut Ninuk saat penguburan malam itu diguyur hujan deras.

Namun tanggung jawab memakamkan harus segera dilakukan.

“Ah… tak terbayanglah,” kata Ninuk yang usianya memang tak lagi muda untuk melakoni ini semua,

”Usia saat ini 54 tahun, bulan depan sudah 55 tahun. Tapi masih strong dan semangat kok,” kata Ninuk yang me mang selalu bersemangat.

Agam menyampaikan, berbagai cerita itu untuk menyampaikan kepada masyarakat bahwa covid-19 di Kota Batam harus diperangi karena semua yang dilalui pasien hingga tim medis tidaklah mudah.

“Tidak ada cara menghentikan virus ini kecuali disiplin masyarakat mengikuti anjuran pemerintah. Kami sungguh-sungguh berharap tak ada lagi pasien Covid-19 yang datang ke rumah sakit. Bukan kami menolak pekerjaan, tetapi karena kita ingin pandemi ini berakhir,” tutup Agam.

Editor: PARNA
Sumber: tribunbatam