JAKARTA – Kurva kasus positif Covid-19 belum menunjukkan penurunan atau kecenderungan melandai. Orang-orang di berbagai negara dunia masih dihadapkan pada ketidakpastian situasi pandemi.

Pembatasan aktivitas dan jaga jarak masih harus diterapkan demi mengerem laju penyebaran virus corona. Kebijakan bekerja dari rumah, beribadah dari rumah hingga belajar dari rumah. Anak-anak, termasuk yang terdampak perubahan situasi tersebut.

Rutinitas pun berjalan di luar kebiasaan normal. Jemu tak bisa pula ditampik. Anak lantas sampai pada pertanyaan: kapan wabah ini akan berakhir?

Orang tua yang diberi mandat sebagai ‘penaung’ anak ditantang untuk cakap menjawab. Ketidakpastian, menurut seorang psikolog yang juga penulis “Happy Parent, Happy Child”, Genevieve von Lob adalah salah satu efek paling sulit krisis yang mesti dihadapi anak-anak

“Kita tidak tahu apa yang akan terjadi dan sampai berapa lama ini akan berlangsung. Atau, seperti apa hidup ini berakhir? Dan sulit bagi kita untuk menolerir tingkat ketidakpastian ini,” jelas Genevieve kepada Huffington Post.

Bagi anak-anak, ketidakpastian kondisi tersebut terasa seolah lebih lama dari yang sebenarnya. Sebab usia mereka yang masih muda. Jadi bagaimana seharusnya orang tua menjawab jika anak menanyakan, kapan semua ini akan selesai?

para pakar membagikan pendapat mereka.

Jawab dengan jujur
Von Lob berpendapat, yang paling penting dari sebuah jawaban adalah mengatakan sejujurnya. Anda bisa memilih dan memikirkan kalimat yang mudah dimengerti sesuai usia anak.

Berikan informasi yang jelas berdasarkan apa yang Anda ketahui. Anda tidak perlu menjelaskan detail hal-hal yang menyedihkan pada anak. Katakan saja penjelasan umum bahwa orang-orang sedang sakit dan dokter sedang berusaha kerja untuk menyelamatkan mereka.

Selain itu, akan sangat berguna ketika Anda turut mengingatkan anak bahwa sekalipun belum ada jawaban pasti kapan semua ini akan berakhir, tapi ilmuwan sedang bekerja keras. Bukan hanya itu, katakan pada anak bahwa banyak orang-orang baik di luar sana yang juga mencari jalan keluar, melakukan segala upaya dan saling membantu.

Ajak ngobrol
Bangun percakapan dengan anak mengenai perkembangan krisis global ini. Jika Anda sama sekali belum memberi tahu mereka, maka mulai dengan bertanya, apa yang anak-anak tahu tentang virus corona. Lalu, bagikan fakta dan perbaiki informasi yang keliru.

“Anak-anak tahu sesuatu sedang terjadi. Dan jika orang tua tidak mu membicarakan itu, mereka akan khawatir, mengapa orang dewasa tidak membahasnya dengan mereka,” tutur Robin Gurwitch, seorang psikolog dan profesor psikiatri spesialisasi keluarga dan kesehatan mental anak di Universitas Duke.

Boleh jadi justru anak akan menganggap ada hal-hal yang mengerikan sehingga mereka tak diberi tahu. Ketika orang tua mengajak bicara topik-topik sulit seperti pandemi, ini akan jadi pondasi kepercayaan anak. Kelak mereka takkan ragu datang ke orang tua saat menghadapi bullying, stres, atau tekanan lain.

Validasi perasaan anak
Cara lain untuk membiasakan komunikasi yang terbuka adalah menunjukkan pada Anak bahwa Anda memahami apa yang mereka rasakan. Dan tidak apa-apa untuk membicarakan hal tersebut.

“Pandu proses mengenali perasaan, yang berarti sampaikan bahwa Anda berusaha mengerti mereka. Katakan seperti, ‘aku tahu ini sangat sulit dan tak mudah buat bersabar atau menyesuaikan diri’, bisa menjadi awalan,” tutur Busman.

Dorong anak untuk membagikan emosi dengan bertanya, apa yang mereka pikirkan tentang situasi saat ini. Atau, bagaimana perasaan mereka menghapi kondisi belakangan. Beri tahu mereka, bahwa Anda tahu perasaan mereka, dan kadang-kadang Anda juga merasakan hal serupa–takut, marah, sedih–lalu berbagilah bagaimana Anda menghadapi itu semua.

Tahan dulu untuk bertanya kapan mereka memulai sekolah atau kapan waktu yang tepat mengunjungi kakek-nenek. Karena bisa jadi pertanyaan ini justru memicu kecemasan.

Tekankan keselamatan dan keamanan
Berikan jaminan kenyamanan pada anak. Di jagat anak-anak yang egosentris, apa yang benar-benar mereka butuh dan inginkan adalah rasa aman serta bersama orang yang selalu merawat mereka.

Seorang pakar pengembangan anak, Denise Daniels menyarankan untuk memberikan banyak pelukan ke anak. Juga kalimat-kalimat yang meyakinkan seperti, “kami peduli padamu”, atau juga “kami akan selalu ada dan membuat kamu tetap sehat dan aman”.

Serupa diungkapkan psikolog klinis John Mayer yang menekankan soal jaminan keamanan anak. Jawaban paling pas dari pertanyaan kapan wabah corona ini akan berakhir adalah dengan meyakinkan anak terlindungi dan selamat.

“Dengan anak-anak yang masih kecil, jawabannya harus sangat tegas dan percaya diri–bahkan ketika Anda mungkin sedang tidak percaya diri,” jelas dia.

Sementara ketika bicara dengan anak-anak yang sedikit lebih besar, Anda bisa menyisipkan pesan yang kuat. Selain itu Anda juga sudah bisa menyampaikan soal alternatif solusi, langkah pencegahan, dan apa yang bisa mereka bantu.

Janji memberi perkembangan
Biarkan anak tahu bahwa Anda akan segera mengabarinya setiap kali ada pembaruan informasi. Entah itu soal sekolahnya atau kegiatan lain.

Meski Anda belum bisa memberi kepastian kapan pandemi berakhir, beri tahu anak sumber informasi tepercaya seperti Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) atau otoritas setempat. Pastikan anak-anak tidak melihat liputan media mengenai krisis ini, karena gambar atau laporan itu mungkin saja menyedihkan dan tak baik untuk perkembangan anak.

“Saya termasuk yang mendukung pertemuan keluarga setiap pekan, sehingga orang tua bisa memberikan informasi terkini dan menjawab pertanyaan. Langkah ini penting untuk pencegahan di tingkatan keluarga,” tutur Daniels.

Tetap positif
Kekuatan dari sifat positif tak bisa dilebih-lebihkan dalam kondisi wabah ini. Utamanya untuk membantu anak-anak mengembangkan pola pikir yang sehat.

“Sederhana saja. Gunakan suara yang tenang saat berbicara. Nada suara Anda harus menunjukkan keyakinan bahwa semuanya akan bisa diatasi,” kata Daniels.

Satu hal positif yang bisa Anda bagi adalah, meski tak tahu kapan krisis ini akan berakhir tapi bisa dipastikan kelak semuanya akan bisa dilewati. Sekalipun sulit untuk berpikir positif dalam situasi begini, tapi tetap cari sesuatu yang menginspirasi.

“Yakinkan mereka bahwa situasi ini hanya sementara, ini takkan berlangsung selamanya dan kita akan kembali ke kehidupan normal,” kata von Lob.

Kendati begitu, sikap positif ini bukan berarti menganggap seolah semua baik-baik saja. Mengetahui informasi yang benar dan tetap waspada juga tetap harus dilakukan. Memunculkan hal positif lebih untuk merawat harapan dan menjaga kewarasan di tengah pandemi.

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia