JAKARTA – Hingga kini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) belum melarang aktivitas mudik sepenuhnya. Bila nantinya mudik tidak dilarang, diprediksi angka positif COVID-19 yang butuh pelayanan rumah sakit bakal tembus sejuta kasus.
Prediksi tersebut merupakan hasil permodelan dari tim Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), terdiri atas Iwan Ariawan, Pandu Riono, Muhammad N Farid, dan Hafizah Jusril.

Draf ‘Permodelan COVID-19 Indonesia, Apa yang Terjadi Jika Mudik?’ bertanggal 12 April diterima detikcom dari Pandu Riono, salah satu tim FKM UI.

Berikut ini jumlah orang yang bakal terjangkit COVID-19 dalam kondisi berat sehingga perlu perawatan rumah sakit, dibagi berdasarkan skenario ‘dengan mudik’ dan ‘tanpa mudik’.

Estimasi kumulatif kasus COVID-19 di Pulau Jawa:

1. Jawa selain Jabodetabek (dengan mudik): +/- 1.000.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
2. Jawa selain Jabodetabek (tanpa mudik): +/ 800.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
3. Jabodetabek: +/- 250.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS

Angka tersebut diprediksi tercapai pada 1 Juli 2020. Sebelum momen puncak itu, angka kasus COVID-19 yang perlu perawatan rumah sakit bakal terus naik. Pada 24 Mei atau 1 Syawal, angka positif COVID-19 yang perlu perawatan RS sudah menembus 500 ribu kasus, bila tanpa larangan mudik.

Selisih antara skenario dan mudik dengan tanpa mudik sekitar +/- 200.000 kasus COVID-19 yang perlu perawatan RS. Jadi, bila pemerintah melarang mudik, tambahan 200 ribu kasus COVID-19 yang perlu perawatan RS tidak akan terjadi.

“Ya ada penambahan kasus 200 ribuan yang kita bisa cegah terjadi kalau kita membatasi mudik semaksimal mungkin,” kata Pandu Riono kepada detikcom, Senin (13/4/2020).

Permodelan COVID-19 Indonesia, 12 April 2020. (Tim FKM UI)

Kenaikan signifikan kasus baru (kasus COVID-19 per hari) juga bakal terjadi bila tak ada larangan mudik dari Jabodetabek ke provinsi-provinsi lain di Pulau Jawa. Kenaikan kasus baru yang butuh perawatan RS bakal memuncak persis pada momen 1 Syawal 1441 H atau 24 Mei 2020 nanti.

Estimasi kasus COVID-19 per hari di Pulau Jawa:

1. Jawa selain Jabodetabek (dengan mudik): +/- 40.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
2. Jawa selain Jabodetabek (tanpa mudik): +/- 30.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS
3. Jabodetabek: +/- 10.000 kasus COVID-19 perlu perawatan RS (memuncak pada 9 Mei)

“Kenaikan signifikan kasus yang perlu RS mulai pekan ke-2 bulan puasa dengan puncak saat Lebaran,” tulis Tim FKM UI.

Permodelan COVID-19 Indonesia, 12 April 2020. (Tim FKM UI)

Ada sejumlah asumsi yang dijadikan dasar oleh tim FKM UI untuk menghitung prediksi ini, yakni Survei Potensi Pemudik Angkutan Lebaran Tahun 2019 Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Hasil survei itu menyebut 44,1% orang dari Jakarta Bogor Depok Tangerang (Jabodetabek) yang mudik Lebaran 2019. Sebesar 44,1% di antara 100% orang di Jabodetabek berarti 14,9 juta orang.

Sedangkan untuk 2020, Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) memprediksi 56% warga Jabodetabek tidak mudik, 37% masih mempertimbangkan untuk mudik, dan 7% telah mudik. Asumsinya, 20% penduduk Jabodetabek bakal mudik ke provinsi lain di Pulau Jawa ini selama rata-rata 7 hari pada 2020.

Berdasarkan data kumulatif COVID-19 yang terlaporkan di Indonesia, pertambahan jumlah kasus per hari di Pulau Jawa selain Jakarta periode 26 Maret-10 April 2020 sekitar dua kali lebih besar dibanding periode 17-26 Maret 2020.

Editor: PARNA
Sumber: detiknews