JAKARTA

Para kepala daerah disinyalir banyak yang tidak menggunakan secara optimal anggaran dalam APBN. Padahal pemerintah pusat saat ini sedang gencar penggunaan anggaran sedini mungkin untuk mengantisipasi imbas dari hebohnya virus corona.

Presiden Joko Widodo telah memerintahkan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian untuk mengawasi belanja APBD. Apa lagi sebagian besar APBD berasal dari anggaran pemerintah pusat.

“Jadi salah satu arahan dari bapak presiden untuk memperkuat daya tahan kita menghadapi tekanan ekonomi dunia yang saat ini terjadi, terutama sebagai dampak dari corona virus adalah membelanjakan selain kementerian dan lembaga juga adalah belanja di daerah. Sesegera mungkin di provinsi, kabupaten/kota, termasuk dana desa,” ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (25/2/2020).

Saat ini, Tito bersama dengan tim gabungan yang berisi dari Kementerian Keuangan dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi melakukan roadshow untuk bertemu dengan 70 ribu kepala desa. Pihaknya menjelaskan mengenai skema transfer langsung sekaligus pembinaan dan pengawasan anggarannya.

“Saat ini per tanggal 19 Februari sudah tertransfer ke desa-desa itu lebih kurang hampir Rp 1,3 triliun. Dan ini empat kali lipat dibanding periode yang lama, dua bulan di tahun 2019. Jadi empat kali peningkatannya lebih cepat. Ini juga meliputi desa yang jumlahnya hampir tiga kali lebih banyak dibanding periode sebelumnya,” terangnya.

Tito mengaku secara resmi sudah mengirimkan surat edaran yang bersifat himbauan agar seluruh anggaran di daerah segera di belanjakan. Termasuk APBD di provinsi, kabupaten dan kota.

“Surat edaran sudah saya sampaikan. Kemudian dalam rapat di setiap provinsi juga sudah disampaikan kepada kepala daerah, tolong anggaran-anggaran yang ada di daerah, APBD, transfer pusat itu jumlahnya lebih kurang Rp 856 triliun. Plus Rp 200-an triliunan lebih ya dari PAD. Artinya di daerah itu ada anggaran di atas Rp 1.100 triliun. Arahan bapak presiden untuk segera dibelanjakan. Terutama belanja barang dan belanja modal, tentunya sesuai dengan aturan,” tegasnya.

Tito melanjutkan, pemerintah pusat sudah mengetahui siasat yang dilakukan di daerah. Salah satunya menempatkan anggaran di bank untuk mendapatkan bunga depositonya. Padahal anggaran itu jika dibelanjakan bisa mendorong perekonomian di daerah.

“Jangan sampai tersimpan di bank karena nanti Ibu Menkeu bisa menjelaskan temuan-temuan tahun sebelumnya ada beberapa daerah yang uangnya disimpan di bank, tidak beredar di masyarakat, dan mengharapkan depositonya. Ini tidak boleh terjadi karena ini untuk memicu dan menstimulasi terjadinya peredaran uang, sekaligus pertumbuhan ekonomi yang ada di daerah,” tuturnya.

Oleh karena itu, Kemendagri bersama dengan Kemenkeu akan melakukan monitoring setiap bulannya terhadap realisasi anggaran di daerah.

“Baik di tingkat provinsi, kabupaten dan kota. Sekali lagi teman-teman kepala daerah, tolong betul-betul untuk segera dibelanjakan agar uang beredar. Sehingga daya tahan masyarakat menghadapi tekanan ekonomi akan kuat,” tegasnya.

Tito menjelaskan, untuk menghadapi pemerintah di daerah yang masih bandel soal anggaran ada sanksi yang diatur dalam UU Nomor 23 Tahun 2014. Di dalamnya diatur mengenai sanksi mulai dari teguran hingga penarikan kewenangan.

“Bahkan ada sanksi-sanksi penghentian pembayaran gaji 3 bulan, 6 bulan sampai pemberhentian sementara. Tapi kita tidak ingin sampai ke sana. Yang jelas kalau mungkin ada yang belum, tidak sesuai dengan arahan tadi, karena ini adalah program nasional, program penting untuk menyelamatkan dan memperkuat daya tahan kita dari tekanan ekonomi dunia, ya kita akan mulai yang soft dari teguran-teguran,” tutupnya.

Editor: PARNA
Sumber: detikfinance