JAKARTA – Polisi harus bertindak tegas terkait dengan kasus pengrusakan rumah ibadah agama apapun dan di kejadian di manapun.

Sebab Indonesia merupakan negara Pancasila yang harus menjunjung tinggi keyakinan agama masing-masing.

Demikian ditegaskan Ketua Umum DPP Taruna Merah Putih (TMP), Maruarar Sirait, saat dihubungi Tribunnews.com, Minggu (2/2/2020), terkait dengan aksi pengrusakan terhadap Musala Al Hidayah yang berada di Perum Agape, Kelurahan Tumaluntung, Kecamatan Kauditan, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

“Polisi harus menangkap dan memproses secara hukum siapapun yang melakukan tindakan melawan hukum dan menciderai keadilan umat beragama,” tegas Ara, demikian ia disapa, yang juga dikenal dekat dengan Presiden Joko Widodo.
Maruarar Sirait berbincang dengan Ketua Muslimat NU, Khofifah Indar Parawansa, dalam acara Muslimat NU di Jakarta.

Secara khusus, sebagaimana juga disampaikan dalam perayaan Natal DPD PDI Perjuangan di Bandung, Maruarar mengajak orang-orang Kristiani untuk untuk berpandangan dan bersikap secara adil.

Adil yang dimulai dari pikiran, lalu disertai dengan tindakan nyata.

Menurut Ara, orang Kristen yang adil adalah orang Kristen yang membela Pancasila secara tulus dan serius serta menjaga kebhinnekan Indonesia secara total.

Sikap adil itu bukan semata disuarakan dan diperjuangkan ketika ada rumah ibadah orang Kristen terganggu, namun juga harus disuarakan dan diperjuangkan ketika ada rumah agama lain yang juga terganggu.

“Itu baru namanya adil. Itu baru namanya Pancasilais sejati. Jangan hanya bersuara kalau ada gereja yang diganggu. Giliran ada musala yang diganggu malah diam saja. Kita harus perjuangkan semua keyakinan dan pelaksanaan agama masing-masing sesuai dengan ideolgi Pancasila,” tegas Maruarar.

Maruarar Sirait dan Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Sirard dalam acara Tabligh Akbar di Subang.

Maruarar, yang juga kokoh dan berdiri teguh dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina sebagaimana amanat Pembukaan UUD 1945 ini, juga menegaskan Pancasila itu merupakan kado terindah dari umat Islam.

Saat Indonesia mau berdiri, kelompok dan tokoh Islam tak tidak memaksakan kehendak untuk mendirikan negara agama, namun berkorban bersama-sama untuk mendirikan Indonesia dengan dasar Pancasila.

Secara praktis di lapangan, Maruarar sendiri menemukan penganut muslim yang ramah dan loyal pada Pancasila.

Yaitu ketika 15 tahun menjadi anggota DPR dari daerah pemilihan Subang, Majalengka dan Sumedang (SMS).

Di dapil tersebut, 99 persen penduduknya adalah muslim, dengan sekitar 95 persen bersuku Sunda.

Hal ini pun dipertanyakan KH Abdurrahman Wahid.

Mengapa Ara, yang beragama Kristen dan bersuku Batak, bisa menang dengan suara terbanyak.

Maruarar pun menjelaskan bahwa di dapil tersebut ia menemukan Islam yang moderat, toleran dan terbuka.

Muslim di dapil tersebut juga sangat pluralis dan menghargai perbedaan.

“Jadi jangan juga suka menyalahkan agama lain. Jangan-jangan ada yang salah dengan diri kita. Kita harus introspeksi,” ungkap Maruarar, yang sering membuat kegiatan di masjid dan majelis taklim bersama anak yatim piatu ini.

Editor: PARNA
Sumber: tribunnews