Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan seluruh permohonan perkara nomor 48/PUU-XVII/2019. Perkara itu diajukan Ketua Bawaslu Sumbar, Surya Efitrimen; Ketua Bawaslu Kota Makassar, Nursari; dan anggota Bawaslu Kabupaten Ponorogo, Sulung Muna Rimbawan, terkait UU Pilkada.

Dalam putusannya, MK menyatakan frasa Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten/Kota pada sejumlah pasal di UU Pilkada, harus dimaknai sebagai Bawaslu Kabupaten/Kota seperti di UU Pemilu.

Pasal-pasal itu di antaranya Pasal 1 angka 17; Pasal 1 angka 18; Pasal 5 ayat (2) huruf e hingga Pasal 193B ayat (2).

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK, Anwar Usman, dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Rabu (29/1).

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mengubah kedudukan Panwas Kabupaten/Kota menjadi Bawaslu Kabupaten/Kota.

Berubahnya kedudukan itu membuat Bawaslu Kabupaten/Kota kini bersifat tetap (permanen). Tetapi di UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, keberadaan lembaga pengawas pemilu di Kabupaten/Kota masih disebut sebagai Panwas yang bersifat ad hoc (sementara).

Hal tersebut, menurut MK, menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum keberadaan lembaga pengawas pemilihan kepala daerah di kabupaten/kota dalam menghadapi Pilkada 2020.

Konferensi pers Bawaslu, KPU

“Bahwa dengan adanya perubahan yang dilakukan oleh UU 7/2017, pengawas pemilu tingkat kabupaten/kota yang awalnya hanyalah sebagai lembaga ad hoc sebagaimana diatur dalam UU Pilkada secara konstitusional harus pula menyesuaikan menjadi lembaga yang bersifat tetap dengan nama Bawaslu Kabupaten/Kota serta mengikuti perubahan lain sebagaimana diatur dalam UU 7/2017,” ujar hakim MK, Saldi Isra.

“Selama tidak dilakukan penyesuaian kelembagaan pengawas pemilihan tingkat kabupaten/kota sebagaimana diatur dalam UU Pilkada dengan perubahan dalam UU 7/2017, hal demikian menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum keberadaan lembaga pengawas pemilihan kepala daerah di kabupaten/kota,” lanjutnya.

Dalam putusannya, MK juga menyatakan jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota di UU Pilkada harus disamakan dengan UU Pemilu. Di UU Pilkada, jumlah anggota Bawaslu Kabupaten/Kota sebanyak 3 orang. Sementara di UU Pemilu jumlahnya 3 hingga 5 orang.

MK pun membatalkan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) UU Pilkada yang mengatur kewenangan Bawaslu Provinsi membentuk Bawaslu Kabupaten/Kota. Sebab sesuai UU Pemilu, Bawaslu Kabupaten/Kota dibentuk melalui seleksi yang ditetapkan Bawaslu RI.

“Menyatakan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (2) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” tutup Anwar.

Editor: PARNA
Sumber: kumparan