Jakarta – Kegagahan aksi Lompat Batu terlihat dalam uang kertas pecahan Rp1.000 yang diterbitkan tahun 1990-an. Saat ini tradisi itu menjadi atraksi wisata andalan di Desa Wisata Bawomataluo, Pulau Nias, Sumatera Utara.

Untuk sampai ke Desa Bawomataluo, turis bisa melakukan penerbangan sampai Bandara Binaka Gunung Sitoli. Sepanjang perjalanan selama tiga jam dari bandara ke desa wisata, mata turis akan dimanjakan dengan keelokan alam beserta deretan omo hada (rumah adat) milik warga.

Bawomataluo berarti bukit matahari dalam bahasa Nias. Desa ini yang berada di atas bukit dengan ketinggian 324 meter di atas permukaan laut telah menjadi tempat pemukiman sejak berabad-abad silam.

Desa Bawomataluo ditinggali oleh setidaknya 1.000 kepala keluarga. Sesampainya di sana, turis langsung disambut sapaan khas mereka “Yaahowu!”.

Pemandu wisata, yang merupakan salah satu warga Desa Bawomataluo, mengatakan kalau pemandangan matahari terbit menjadi daya tarik kampungnya.

Sebelum menikmati aksi Lompat Batu, turis diajak berkeliling omo hada, rumah adat tradisional terbuat dari kayu namun tanpa paku.

Di sekitar pemukiman yang dikelilingi lembah itu juga ada situs megalitikum dan hombo batu, batu yang menjadi lompatan dalam atraksi nantinya.

Aksi Lompat Batu akhirnya dimulai. Pemuda kampung sudah berpakaian khas prajurit kerajaan dengan warna khas Nias, yaitu merah, kuning, dan hitam.

Setelah ambil ancang-ancang, ia lalu melompati hombo batu yang setinggi 2 meter dan setebal 40 cm.

Pemandu wisata menjelaskan, tradisi Lompat Batu bermula sebagai syarat bagi pemuda desa untuk bisa ikut perang. Dahulu perang antar-wilayah memang sering terjadi di sini.

Setiap wilayah biasanya dipagari dengan bambu setinggi dua meter atau lebih. Untuk bisa ikut berperang dan diterima sebagai prajurit raja, seorang pemuda harus bisa melompati pagar bambu tinggi yang memagari wilayah lawan.

Pemuda yang mampu melompati hombo batu dianggap telah dewasa dan matang secara fisik.

Jika ingin menyaksikan tradisi Lompat Batu, turis harus membayar dua orang pemuda desa dengan tarif Rp150 ribu untuk dua kali lompatan.

Setiap pemuda akan melompat satu kali. Andai ada sekelompok pemuda yang menawarkan tarif lebih tinggi dari itu, lakukan tawar-menawar saja karena memang tarif dari kesepakatan pengurus desa adalah Rp150 ribu.

Tradisi Lompat Batu di Desa Wisata Bawomataluo sedang digadang pemerintah Indonesia sebagai salah satu warisan kebudayaan dunia.

Jika berhasil masuk daftar bergengsi UNESCO itu, maka kunjungan turis mancanegara akan bertambah.

 

 

 

Editor: PAR
Sumber: CNN Indonesia