Jakarta,  Ekonom Faisal Basri menduga terdapat lima modus korupsi yang melibatkan bank Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dugaan proses bisnis yang tidak baik ini disebutnya menyeret beberapa tokoh penting mulai dari pejabat yang masih menjabat, pimpinan partai politik, hingga mantan pimpinan negara.

Hanya saja, ia memilih untuk tidak menyebut pihak-pihak yang berada di balik modus tersebut. “Karena saya juga mendapatkan infonya confidential (rahasia), saya tidak akan menyebut bank-nya maupun pihak-pihak yang terlibat,” katanya, Senin (30/9).

Pertama, kata dia, ada satu bank pelat merah yang terus memberikan utang kepada proyek yang tak kunjung terealisasi. Hanya saja, pembayaran cicilan utang dan bunganya dilakukan oleh perusahaan induknya yang berkedudukan di luar negeri.

Padahal, menurut dia, praktik ini justru membahayakan perbankan. Sebab, bank akan membaca bahwa proyek tersebut memiliki utang lancar meski pengembalian utangnya dibayarkan oleh induk perusahaannya.

“Bayangkan kalau proyek itu mangkrak, bank BUMN tentu nggak akan bisa menerima lagi pembayaran kredit dari proyek tersebut. Bahkan, bank BUMN itu kemudian melakukan top-up (penambahan) kredit ke proyek itu, otoritasnya ke mana?” tuturnya.

Kedua, imbuh Faisal, adalah oper-operan proyek untuk membayar utang. Ia mencontohkan satu korporasi yang berutang untuk proyek A. Hanya saja, pelunasan cicilan proyek A mandek, sehingga perusahaan mengajukan lagi proyek B untuk membiayai proyek A tersebut.

“Makanya, tak heran yang memperoleh pinjaman ini 4L, ‘lo lagi lo lagi’. Dengan pihak yang sangat dekat dengan lingkaran kekuasaan,” kata dia.

Ketiga, adalah permintaan salah satu menteri kepada bank pelat merah agar mau memberikan pinjaman bagi gedung perkantoran yang sedang dibangun. Hanya saja, gedung itu sepi tenant (penyewa), sehingga ia meminta BUMN lain untuk merenovasi dan menyewanya selama lima tahun.

Keempat, banyak korporasi yang membagi-bagi kreditnya ke dalam beberapa nama berbeda agar tidak mencapai ketentuan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini dilakukan untuk menghindari ketentuan izin komisaris sebagai persetujuan pemberian kredit dalam jumlah besar.

Terakhir, ia juga mempertanyakan upaya bank BUMN dalam menyelamatkan satu bank syariah nasional yang disebutnya tengah sakit berat. “Kenapa bank ini sangat hebat sehingga dicari penyelamatnya, saya pun belum tahu,” tutur dia.
(glh/sfr)

Editor: PAR
Sumber: CNNIndonesia