JAKARTA, POJOKBATAM.ID – Keputusan PB Djarum menghentikan Audisi Umum Beasiswa Bulu Tangkis turut mengundang komentar dari banyak pihak.

PB Djarum telah memastikan bahwa tahun 2019 adalah tahun terakhir diadakannya Audisi Umum Beasiswa Bulu Tangkis sejak pertama kali digelar pada 2006.

Direktur Program Bakti Olahraga Djarum Foundation, Yoppy Rosimin, mengofirmasi kabar tersebut saat konferensi pers di Hotel Aston Imperium, Purwokerto, Sabtu (7/9/2019).

 

Keputusan itu diambil menyusul klaim dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) soal adanya unsur eksploitasi anak untuk mempromosikan Djarum sebagai produk rokok.

Tak ayal keputusan PB Djarum itu pun turut mengundang perhatian banyak publik, tak terkecuali Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak yakni Seto Mulyadi.

Seto Mulyadi bahkan menyebut jika sikap dan keputusan yang diambil oleh PB Djarum seperti anak kecil yang sedang “ngambek”.

“Saya melihat ini kok kayak anak kecil yang sedang ngambek,” kata Seto Mulyadi, dilansir BolaSport.com dari Kompas.com.

Lebih jauh lagi, pria yang akrab disapa Kak Seto itu juga menilai jika apa yang telah dilakukan oleh pihak KPAI sudah benar.

Bagi dia, KPAI hanya menunjukkan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 yang menyebut bahwa rokok merupakan zat adiktif yang berbahaya.

 

Seto menegaskan yang sebenarnya terjadi adalah soal brand image, di mana setelah diadakannya audisi ini akan menimbulkan hal-hal kontradiktif lainnya.

Walaupun anak-anak yang lolos nantinya tetap dilarang merokok, hal itu tidak bisa menjadi jaminan dan tetap terbangun citra buruk.

“Bahwa dibalik audisi yang bersejarah dan menghasilkan pemain-pemain dunia adalah rokok,” kata Seto Mulyadi mengakhiri.

Di sisi lain, Yoppy Rosimin sendiri mengaku langkah untuk menghentikan audisi bukan merupakan keputusan emosional tetapi sangat rasional.

 

“Keputusan untuk menghentikan audisi baru kita putuskan sejak rapat hari Rabu (4/9/2019) lalu, tetapi ini bukan keputusan emosional, ini sangat rasional,” ujar Yoppy.

PB Djarum sendiri sudah dikenal sebagai salah satu klub bulu tangkis elite Indonesia.

Klub yang bermarkas di Kudus, Jawa Tengah, tersebut melahirkan sejumlah atlet olahraga tepok bulu legendaris.

Beberapa di antaranya adalah Alan Budikusuma (peraih emas Olimpiade 1992) dan ganda campuran Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir (peraih emas Olimpiade 2016).

Kemudian ada Mohammad Ahsan (tiga medali emas Kejuaraan Dunia), Kevin Sanjaya Sukamuljo (juara All England Open 2017) dan Praveen Jordan (juara All England Open 2014).

Tanggapan Wiranto

Wiranto sebagai Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Bulu Tangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) angkat biacara terkait Progam Bakti (PB) Djarum yang menghentikan audisi bulu tangkis setelah berpolemik dengan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

 

Wiranto mengatakan, polemik antara KPAI dengan PB Djarum ini semestinya tidak perlu terjadi.

Wiranto yang juga menjabat Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan ini menegaskan, mengenai pembinaan bulu tangkis di Indonesia semestinya bisa dibicarakan baik-baik.

Hal ini diungkapkan Wiranto saat ditemui Kompas.com di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin (9/9/2019).

 

“Ini kan masalah pembinaan bulu tangkis di Indonesia, kenapa kisruh? Semua bisa dibicarakan dengan baik,” ujar Wiranto.

Menurutnya, harus ada kesadaran dari kedua belah pihak atas permasalahan baru yang muncul ini.

Wiranto menambahkan, pihaknya sedang merancang konsep baru dalam menjaring bibit unggul pada bidang bulu tangkis.

Namun, konsep ini akan diterapkan pada tahun 2020 mendatang.

“Sampai 2019 (pembinaan atlet muda) dilanjutkan. Nanti ada satu konsep baru, sudah ada pembicaraan,” lanjutnya.

 

Tanggapan Komisioner KPAI

Komisioner KPAI, Sitti Hikmawatti memberikan tanggapan terkait polemik Audisi Beasiswa Bulutangkis yang diselenggarakan PB Djarum.

 

“Saya tidak mengerti, logikanya ke mana,” ujarnya sesaat melakukan audiensi di Pendopo Sipanji, Purwokerto, Senin (9/9/2019) seperti dikutip TribunJateng.

Sitti menjelaskan jika ramai #bubarkanKPAI kemungkinan netizen tidak memiliki pengetahuan yang sama.

“Mereka bisa jadi tidak mendapatkan pengetahuan yang sama dengan kita.”

 

“Bisa jadi informasi yang ditangkapnya sepotong-potong atau bagaimana.”

“Logikanya sangat sederhana, yang kita minta turunkan adalah brand image, brand colour logo-logo seperti itu.”

“Kalau itu diturunkan, berarti mereka mentaati peraturan yang ada.”

“Kalau peraturan dipatuhi, berarti kan sebetulnya KPAI tidak salah,” jelasnya.

Menurutnya dampaknya adalah pada denormalisasi produk, seolah rokok bukan merupakan merupakan barang berbahaya.

Menurutnya, memang bukan dalam jangka waktu dekat dampaknya.

“Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar, tingkat keterpaparan rokok pada anak pemula untuk merokok tahun 2013 sebesar 7,2%, dan pada 2018 tingkat keterpaparan menjadi 9,1%.”

“Salah satunya karena promosi ini. Kenapa baru sekarang? Karena kami menunggu hasil riset kesehatan. Setiap promosi yang melibatkan anak akan berdampak,” paparnya.

Kasus Djarum, menurut Sitti, ibaratnya membuka sebuah kotak pandora.

“Ada aturan yang kita lebih perhatikan lagi.”

“Mau tidak mau semua orang menggali, apakah ada eksploitasi atau tidak. Yang kita larang sekali lagi bukan audisinya,” pungkasnya.

 

 

 

Editor: PAR
Sumber:  tribunnews