Ilustrasi BMKG.
JAKARTA – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorta Karnawati, mengatakan mekanisme patahan gempa 6,8 SR di Sulawesi Tengah pada Jumat (12/4) sama dengan gempa Palu tahun lalu.
Dwikorta mengatakan bahwa kedua gempa tersebut dibangkitkan oleh deformasi batuan dengan mekanisme pergerakan mendatar (strike slip).
“Mekanismenya strike slip, patahan geser sama, hanya lokasinya berbeda,” kata Dwikorita di Kantor BMKG, Jakarta, Jumat (12/4).
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, menuturkan pada gempa Palu, patahan terjadi di sesar Palu-Koro dan titik gempa ada di darat. Untuk gempa Sulteng kali ini, titik gempa berada di laut.
“Nah, ini ada di laut dan lokasinya cukup jauh, beberapa ratus kilometer cuma mekanismenya sama-sama mendatar. Yang satu sumber gempanya di darat sesar Palu-Koro yang fenomenal ya dan itu lebih aktif tingkat kegempaannya dibandingkan yang saat ini terjadi dan ini ada di laut,” tutur Rahmat.
Rahmat juga mengatakan bahwa pada gempa Palu yang terdahulu juga diikuti dengan longsor bawah laut. Sementara itu, pada gempa Sulteng tidak ditemukan indikasi longsoran bawah laut.
“Dalam pengamatan kami, tidak ada indikasi adanya longsor, tentunya terus kita monitor,” ujarnya.
Berdasarkan hasil pemantauan lokasi episenter dan kedalaman hiposenter gempa tersebut, Dwikorita mengatakan bahwa bencana itu merupakan akibat dari sesar lokal.
Gempa bumi ini mengguncang wilayah Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, Jumat (12/4) sekitar pukul 18.40 WIB dengan kekuatan magnitudo 6,9.
BMKG mencatat pusat gempa berada 85 km barat daya Banggai Kepulauan. Gempa berlokasi 1.90 Lintang Selatan dan 122,54 Bujur Timur.
Gempa diperkirakan bisa memicu tsunami. Namun pada pukul 19.47 WIB, BMKG menyatakan peringatan dini tsunami telah berakhir.
Sumber: CNN
Editor: Robert