Presiden Joko Widodo akhirnya angkat bicara usai pernyatannya bahwa presiden boleh berkampanye dan memihak menuai pro dan kontra di masyarakat.

Dalam video yang disiarkan melalui kanal YouTube Sekretariat Presiden, Jumat (26/1/2024), Jokowi menjelaskan, bahwa apa yang ia sampaikan kepada wartawan pada Rabu (24/1/2024) lalu hanya mengutip dari undang-undang.

“Itu kan ada pertanyaan dari wartawan mengenai menteri boleh kampanye atau tidak? Saya sampaikan ketentuan dari peraturan perundang-undangan,” ujar Jokowi.

Presiden Jokowi kemudian mengambil dua karton yang telah disediakan Biro Pers Sekretariat Presiden. Pada karton putih itu tertulis aturan yang menjadi dasar pernyataannya.

“Ini saya tunjukin,” ujar Jokowi sambil menunjukkan lembaran karton pertama bertuliskan aturan pasal 299 UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu.

Kepala Negara kemudian membacakan aturan yang tertulis, yakni dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu jelas menyampaikan di pasal 299 bahwa presiden dan wakil presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. “(Itu) Jelas,” tegasnya.

“Itu yang saya sampaikan ketentuan mengenai UU Pemilu, jangan ditarik kemana-mana,” lanjut Presiden.

Melansir UU Pemilu, Pasal 299 itu berbunyi: Ayat 1), Presiden dan Wakil Presiden mempunyai hak melaksanakan kampanye. Ayat 2), Pejabat negara lainnya yang berstatus sebagai anggota partai politik mempunyai hak melaksanakan kampanye.

Ayat 3), Pejabat negara lainnya yang bukan berstatus sebagai anggota partai politik dapat melaksanakan kampanye apabila yang bersangkutan sebagai: a. Calon presiden dan calon wakil presiden b. Anggota tim kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU, atau c. Pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke KPU.

Jokowi kemudian menunjukkan lembar karton berikutnya yang berisi pasal 281 UU Nomor 7 Tahun 2017.

Pasal itu menjelaskan bahwa ada sejumlah ketentuan bila kampanye dan pemilu diikuti oleh presiden dan wakil presiden.

Secara lengkap, pasal itu berbunyi: Ayat 1), Kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wali kota harus memenuhi ketentuan: a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan dan b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Ayat 2, cuti dan jadwal cuti sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan keberlangsungan tugas penyelenggara negara dan penyelenggaraan pemerintahan daerah.

Ayat 3), ketentuan lebih lanjut mengenai keikutsertaan pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan KPU.

Jokowi pun meminta agar masyarakat tak menarik kesimpulan atas pernyataannya ke hal-hal yang lain.

Sebab, aturan yang ada sudah mengatur mengenai hal ini. “Sudah jelas semua kok. Sekali lagi jangan ditarik kemana-mana, jangan diinterpretasikan kemana-mana, saya hanya menyampaikan ketentuan perundang undangan karena ditanya,” tambahnya.

Pro dan kontra Sebagai informasi, pernyataan Jokowi sebelumnya menuai respons beragam dari publik.

Wakil Presiden Ma’ruf Amin, misalnya, meminta masyarakat yang menilai langsung pernyataan Jokowi soal presiden boleh kampanye dan memihak.

Sedangkan Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati menganggap, pernyataan tersebut sebagai sebuah bentuk penyalahgunaan kekuasaan.

“Abuse of power in election benar-benar terasa, apalagi Presiden punya kekuatan dan kekuasaan yang demikian besar,” kata Neni saat dihubungi pada Rabu (25/1/2024).

“Dan ketidaknetralan yang terjadi ini akan memicu konflik bangsa serta menjadi ancaman serius bagi persatuan bangsa,” sambung Neni.

Menurut dia, banyak pihak berharap Jokowi bisa netral di Pemilu 2024. Namun, Jokowi justru dinilai tak lagi memegang standar etik dan moral sebagai pemimpin, menurutnya.

Terpisah, mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas yang sebelumnya dikenal dekat dan menjadi pendukung Jokowi merasa khawatir pernyataan Presiden itu bisa berbuntut panjang pada netralitas aparat negara.

Terlebih saat ini pemungutan suara untuk Pilpres 2024 tinggal menghitung hari. Ia cemas, pernyataan Jokowi dimaknai sebagai instruksi kepada aparat negara untuk berpihak kepada calon yang disukai presiden.

“Saya berharap ini tidak serta-merta menjadi semacam instruksi ke bawah,” kata Erry dalam diskusi Jaga Pemilu, Kamis.

“Itu yang paling kami khawatirkan. Karena kemarin-kemarin saja sebelum ada pernyataan sejelas dan seterang ini pun, sudah ada laporan-laporan–walaupun tidak formal–tentang netralitas aparat sipil negara atau aparat negara di masyarakat berbagai daerah,” ungkapnya.

Erry berharap Jokowi yang pernah ia sangat kagumi itu menarik pernyataan problematik tersebut.

Sementara itu, Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Yusril Ihza Mahendra menganggap, tidak ada yang salah dari pernyataan Jokowi.

“Aturan sekarang tidak seperti itu, maka Jokowi tidak salah jika dia mengatakan presiden boleh kampanye dan memihak,” ujar Yusril dalam keterangannya, Rabu.

Yusril menjelaskan, berdasarkan Undang-Undang (UU) Pemilu saat ini, presiden dan wapres memang dibolehkan untuk berkampanye Mengutip ketentuan Pasal 280 UU Pemilu, pejabat-pejabat negara yang tidak boleh kampanye di antaranya seperti ketua dan para Hakim Agung; ketua dan para Hakim Mahkamah Konstitusi; ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, dan seterusnya.

Yusril lantas menekankan bahwa presiden, wapres, serta para menteri tidak termasuk dalam pejabat negara yang dilarang kampanye Menurut Yusril, Presiden dan Wapres boleh berkampanye, baik mengkampanyekan diri sendiri sebagai petahana maupun mengkampanyekan orang lain.

Soal keberpihakan, Yusril mengatakan, jika presiden berkampanye, maka dia diperbolehkan untuk berpihak.

Menurutnya, tidak mungkin bila seseorang mengkampanyekan salah satu paslon, tapi orang tersebut tidak berpihak ke paslon tersebut.

Editor: PARNA
Sumber: kompas.com