Pesta demokrasi atau pemilihan umum (pemilu) calon presiden dan wakil presiden (Capres dan Cawapres) di Indonesia memang berjalan dengan meriah.

Hingga saat ini, rakyat Indonesia masih menyaksikan dan terus pertimbangkan berbagai gagasan Capres dan Cawapres melalui berbagai cara seperti proses debat resmi yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Berbagai gagasan yang dikeluarkan oleh tiga pasang Capres dan Cawapres yakni Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, serta Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dalam debat resmi bisa dijadikan modal awal untuk memilih di tanggal 14 Februari 2024 mendatang.

Namun tak hanya di Indonesia, penyelenggaraan pemilu di seluruh dunia juga berjalan meriah loh. Untuk itu, yuk simak 10 fakta unik pemilu di seluruh dunia dikutip dari laman Mental Floss.

1. Hari pemilu di berbagai negara
Pemilu di Amerika Serikat lebih sering diadakan pada hari Selasa. Hal ini merupakan peninggalan dari abad ke-19 yang berhubungan dengan petani.

Pada masa itu, petani harus melakukan perjalanan jauh ke tempat pemungutan suara. Namun, mereka tak bisa melakukan pemungutan suara di hari Rabu karena harus menyiapkan hari pasar.

Sehingga hari Selasa dipilih agar petani memiliki waktu perjalanan ke tempat pemilu sekaligus punya waktu cukup untuk kembali ke rumah.

Selanjutnya, negara Kanda memilih hari Senin untuk hari pemungutan suara, Inggris memilih hari Kamis, dan warga Australia hingga Selandia Baru memilih hari Sabtu. Sedangkan Indonesia akan melaksanakan pemilu pada Rabu, 14 Februari 2024.

2. Negara dengan waktu pemilu terlama
India merupakan negara kedua dengan populasi terbesar di dunia dengan jumlah 100 juta orang pemilih yang memenuhi syarat. Karena hal ini, India juga disebut menjadi negara demokrasi terbesar di dunia.

Untuk mengakomodasi jumlah pemilihnya yang sangat banyak itu, pemilu di India memakan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan. Pemilu terakhir India di tahun 2019 lalu berlangsung dalam tujuh tahap selama lima minggu untuk memilih 543 anggota parlemennya.

3. Pemilu wajib di Australia
Setiap orang Australia yang berusia di atas 18 tahun diwajibkan oleh hukum untuk berpartisipasi dalam pemilihan federal. Siapapun yang tidak hadir pada hari pemilihan akan didenda sebesar AU$ 20 atau sekitar Rp 200 ribu.

Bila pelanggar tidak membayar denda, mereka bisa dikenakan hukuman yang lebih berat bahkan berujung pada tuntutan perdata.

4. Pemilu online
Sejak tahun 2005, masyarakat Estonia dapat memberikan suara dalam pemilu secara online dibandingkan harus mengantri di TPS setempat. Diketahui, pada pemilu parlemen tahun 2023 di Estonia, lebih dari separuh pemilih memanfaatkan sistem pemungutan suara online.

Estonia menjadi negara yang memanfaatkan digitalisasi bagi warga negaranya dengan kartu identitas dan PIN yang bisa dipindai. Identitas ini juga bisa digunakan untuk memenuhi sejumlah tanggung jawab sipil termasuk membayar pajak hingga denda perpustakaan.

Meski memiliki identitas digital, pemungutan suara dienkripsi sehingga pemilih yang nampak akan anonim.

5. Pemilu ala Korea Utara yang otoriter
Korea Utara menjadi negara yang dikenal dengan kepemimpinan otoriter. Meski begitu, negara ini juga demokratis loh.

Meskipun 99,7 persen pemilih yang berpartisipasi dalam pemilu lokal di tahun 2015 tidak mempunyai banyak pilihan untuk memilih siapa yang ingin mereka dukung. Pemilu di Korea Utara akan didahului oleh partai yang berkuasa.

Untuk memilih, warga Korea Utara hanya perlu memasukan kartu suara dengan nama mereka ke dalam sebuah kotak. Namun, ada kotak terpisah yang berisi surat suara yang dianggap berbeda pendapat terhadap calon pemimpin mereka.

Sehingga seluruh kandidat yang terpilih akan memperoleh 100 persen suara. Karena, tidak ada seorangpun di Korea Utara yang memilih untuk berbeda pendapat. Jika mereka berbeda pendapat, suara tersebut tidak akan dihitung.

6. Raja Inggris berhak memilih
Tidak ada undang-undang di Inggris yang melarang Raja Charles III untuk berpartisipasi dalam pemilu di negaranya. Namun, usut punya usut mendiang Ratu Elizabeth II jarang memberikan suaranya agar terlihat seobjektif mungkin.

Selama masalah Brexit mencuat pada tahun 2016, juru bicara Istana Buckingham menjelaskan bila ratu berada di atas politik. Sehingga ada konvensi bahwa keluarga kerajaan tidak memberikan suara dalam pemilihan umum.

7. Isu literasi
Di Gambia, warga memberikan suara mereka dengan menjatuhkan kelereng ke dalam drum logam. Drum tersebut diwarnai dan menampilkan gambar kandidat.

Setiap drum dilengkapi dengan bel yang akan dibunyikan setelah menentukan suara. Jika bel berbunyi lebih dari satu kali, petugas pemungutan suara akan tahu bila ada yang melanggar peraturan. Hal ini dilaksanakan lantaran literasi di negara tersebut menjadi sebuah isu sehingga pemerintah harus kreatif.

8. Astronot di stasiun luar angkasa bisa memilih
Astronot Amerika yang berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional tetap memiliki suara untuk memilih dalam pemilu sejak tahun 1997. Langkah ini terjadi setelah anggota parlemen Texas mengesahkan undang-undang yang mengizinkan pengiriman suara yang aman ke luar angkasa.

Setelah astronot menentukan pilihannya, surat suara akan kembali dikirim ke Bumi. Nantinya petugas akan membuka dokumen yang telah dikodekan serta menyerahkan salinan surat suara astronot untuk dihitung.

9. Pemilu di negara kecil Eropa
Di negara kecil Eropa, Liechtenstein dengan populasi 40 ribu warga akan mempertimbangkan untuk memilih politisi yang mau memberikan kewarganegaraan kepada mereka. Terlebih bagi warga yang telah tinggal di negara kerajaan tersebut selama 10 tahun atau lebih.

Ada yang salah pada hari-hari menjelang pemilihan walikota di Ekuador pada tahun 1967. Kala itu, sebuah perusahaan memasang iklan bertema pemilu yang menyarankan agar konsumen memilih merek bedak kaki yang populer di negara tersebut.

Pada penghitungan suara bukan seorang politisi yang menang, melainkan bedak kaki tersebut karena banyak suara atas namanya.

Itulah 10 fakta unik tentang pemilu di seluruh dunia. Jadi, jangan lupa untuk ikut berpartisipasi dalam Pemilu Indonesia di 14 Februari 2024 mendatang ya.

Editor: PARNA

Sumber: detik.com