Pulau Rempang selain akan menjadi lokasi industripembuatan kaca panel surya, juga akan dijadikankampung nelayan moderen terintegrasi pertama di Indonesia.

Menurut kordinator Pusat Unggulan Iptek Sumberdaya Pesisir Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH), Wahyudin, di Rempang Eco City nantinya akan dibangunkawasan kampung nelayan yang terintegrasi.

Dalam master plan yang disusun BP Batam, dibuat zonasikhusus yang memadukan perkampungan nelayan, dermaga, pusat pelelangan ikan dan hasil laut, sertafasilitas penunjang lainnya. Menurut Wahyudin, proyek ini akan menjadi percontohan atau pilot project penataankampung nelayan.

Diberbagai tempat, fasilitas tersebut umumnya terpisah. Tapi di Rempang, akan menjadi Kawasan terpadu yang memiliki nilai tambah ekonomis bagi nelayan dan industripengolahan hasil laut,” jelas Wahyudin di Batam, Kamis, (9/10/2023).

Hampir dua dekade kemudian, pengembangan PulauRempang tampak kian menjanjikan. Masuknya investasidari Negeri Tirai Bambu seolah menyalakan harap. Investasi Rempang Eco-City pun ditaksir mencapai Rp381 triliun, serta diperkirakan akan menyerap tenaga kerja langsung.

Secara rinci, pengembangan Pulau Rempang juga akandibagi menjadi 7 zona yang berbeda. Seperti RempangIntegrated Industrial Zone, Rempang Integrated Agro-Tourism Zone, Rempang Integrated Commercial and Residential, Rempang Integrated Tourism Zone, RempangForest and Solar Farm Zone, Wildlife and Nature Zone, dan Galang Heritage Zone.

Menurut Wahyudin, tahap pertama pembangunan akandilakukan di zona industri. Tahapan ini tidak berdampakpada kehidupan nelayan karena bukan dilakukan di areal perikanan tangkap. Tahapan kedua di Desa Blongkengtermasuk zona Kawasan perikanan tangkap, akanberdampak pada biota laut.

“Tapi dampaknya tidak terlalu signifikan dan bisadiminimalisir. Demikian pula terhadap nelayan.

Daerah tangkapnya luas dan bergantung pada musim. Ada MusimUtara yang sekarang terjadi sampai bulan Februari, nelayan cenderung akan bermigrasi ke daerah yang teduh,” jelas Wahyudin.

Menurut doktor ilmu lingkungan ini, letak geografis PulauRempang yang berada di Tengah akan menjadi pusatkegiatan perdagangan hasil laut strategis. Fasilitasdermaga dan perdagangan laut yang dimiliki PulauRempang akan menyedot nelayan dari berbagai pulaudisekitar untuk bertransaksi di Pulau Rempang.

Demikian pula dengan dibangunannya jembatan yang menghubungkan yang menghubungkan Pulau Batam, Rempang, dan Galang tak hanya menjadi saranapenghubung saja. Jembatan Barelang juga berperansebagai sarana penggerak roda ekonomi sertapemerataan pembangunan.

Pengembangan Pulau Rempang tampak kianmenjanjikan. Masuknya investasi dari Negeri Tirai Bambuseolah menerbitkan harapan.

Investasi Rempang Eco-City pun ditaksir mencapai Rp381 triliun, serta diperkirakanakan menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 306 ribuorang.

“Master plan yang dirancang pemerintah untuk RempangEco City, menurut saya, tidak meninggalkan nelayan. Posisi nelayan dilindungi, bahkan secara ekonomis akanlebih sejahtera dan moderen. Ribuan pekerja yang akanmasuk ke Rempang dari berbagai daerah akan menjadi market tersendiri.Ini harus dikawal,” pungkas Wahyudin.

Dari pantauan media, nelayan Rempang termasuk kategori subsisten. Melaut hanya untuk menenuhi kebutuhan sehar-hari. Sebagaimana disampaikan Wahyudin, nelayan Rempang kategori one day fishing.

Indra, nelayan, di kampung Blongkeng, mengatakan bahwa dia dan tetangganya tidak memiliki modal dan perahu untuk ke laut dalam. “Saya menangkap di laut dangkal. Apa adanya saja. Keluar Rempang perlu modal besar,” pungkas Indra.

Kampung Blongkeng merupakan salah satu dari lima kampung prioritas yang akan digeser. Empat kampung lainnya adalah Pasir Panjang, Sembulang Hulu, Sembulang Tanjung dan Pasir Merah. Pada lima kampung tersebut, terdapat 961 Kepala Keluarga (KK) yang akan bergeser ke Tanjung Banun.

Editor: PARNA