Presiden Joko Widodo (Jokowi) melempar kritik serius soal pendanaan transisi energi dari negara maju ke negara berkembang. Alih-alih menekan penggunaan energi fosil, pendanaan yang dijanjikan justru kebanyakan hanya menambah beban ke negara berkembang.

Jokowi menyatakan kebanyakan bantuan pendanaan transisi energi bentuknya macam bank komersial. Yang seharusnya bantuan diberikan berupa hibah produktif, justru bantuan yang diberikan ternyata bentuknya utang, dan hanya menambah beban bagi negara berkembang dan miskin untuk membayarnya.

“Kita tahu semuanya sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim masih business as usual, masih seperti commercial banks. Padahal harusnya bentuknya konstruktif tidak dalam bentuk utang yang hanya menambah beban negara berkembang dan miskin,” tegas Jokowi dalam kuliah umum di Stanford University, Amerika Serikat, ditulis Kamis (16/11/2023).

“Kita tahu dunia kini tengah sakit perubahan iklim dan transisi energi adalah isu yang sangat mendesak, yang jadi pertanyaan apakah negara di dunia punya komitmen untuk tanggung jawab dan ambil peran,” imbuhnya.

Menurutnya, negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, butuh bantuan investasi besar dan transfer teknologi dari negara maju untuk mewujudkan transisi energi. Namun

“Karena memang kita butuh investasi besar serta transfer teknologi dan kolaborasi ini lah yang jadi tantangan dan sering sulitkan negara berkembang,” ujar Jokowi.

Indonesia, kata Jokowi, juga memastikan komitmennya untuk melakukan transisi energi. Jokowi juga menyampaikan transisi energi akan diupayakan untuk bisa menghasilkan energi yang terjangkau oleh masyarakat.

“Untuk Indonesia, tak perlu ragu dan tak perlu dipertanyakan komitmen kami, Indonesia walk the talks, not talk the talks,” seru Jokowi.

Komitmen Indonesia yang tak perlu dipertanyakan itu pun sudah didukung aksi dari dalam negeri. Jokowi memaparkan Indonesia sudah berhasil menurunkan emisi 91,5 juta ton sejauh ini tanpa bantuan pendanaan negara maju.

Di tahun 2022 pun laju deforestasi bisa ditekan ke 104 ribu hektare. Lalu, kawasan hutan juga direhabilitasi seluas 77 ribu hektare dan hutan bakau direstorasi seluas 34 ribu hektare hanya dalam waktu setahun.

“Namun saya sampaikan di mana -mana, setiap ketemu yang namanya investor, baik Indonesia maupun negara berkembang lainnya mengenai pendanaan dan transfer teknologi selalu jadi tantangan besar,” pungkasnya.

Editor: PARNA

Sumber: detik.com