Polisi tidur‘ di daerah Tangerang jadi sorotan. Sebuah video yang viral di media sosial menunjukkan ada jejeran ‘polisi tidur’ yang dipasang berdekatan. Hal itu terjadi daerah Bayu Asih, Mauk.

Setidaknya ada 20 ‘polisi tidur‘ yang dipasang berdekatan di daerah tersebut. Keberadaannya pun jadi meresahkan warga sekitar, akhirnya jajaran ‘polisi tidur’ itu dibongkar.

‘p=Polisi tidur’ sendiri adalah sebutan lain dari speed bump atau pengurang kecepatan di jalan. Bentuknya, seperti gundukan melintang di tengah jalan yang dapat mengurangi kecepatan pengguna jalan.

Lalu mengapa speed bump disebut sebagai ‘polisi tidur‘? Seperti apa sejarahnya?

Dari informasi yang dirangkum detikcom dari dictionary.com, Minggu (26/6/2022), penyebutan ‘polisi tidur’ ternyata bukan cuma ada di Indonesia. Malah justru sebutan ini awalnya dipopulerkan di Inggris, di bahasa Inggris namanya ‘sleeping policeman’.

Penyebutan ‘polisi tidur’ sendiri diambil dari fungsi speed bump untuk melambatkan kendaraan. Speed bump melakukan pekerjaan seorang polisi yaitu memperlambat lalu lintas kendaraan di jalan. Kecepatan diperlambat untuk memberikan keselamatan bagi pengguna jalan dan lingkungan sekitarnya.

Di Inggris ‘polisi tidur’ lazim ditemui di kawasan industri atau pergudangan yang sibuk dan ramai lalu lalang. Kehadirannya juga terlihat di tempat parkir dan juga kawasan perumahan privat.

Memasang speed bump tidak hanya membantu memperlambat lalu lintas, tetapi juga membantu mempromosikan mengemudi yang aman di lingkungan yang sibuk. Fungsi tersebut bagaikan pekerjaan seorang polisi, makanya speed bump seringkali disebut sebagai ‘polisi tidur’.

Istilah ‘polisi tidur’ pun diakui dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ketiga pada tahun 2001. Dalam KBBI, ‘polisi tidur’ artinya adalah permukaan bagian jalan yang ditinggikan melintang untuk memperlambat laju kendaraan. Biasanya ini banyak terpasang di jalan pemukiman, area private, parkiran, dan sekitar jalan tol.

Meski istilah ‘sleeping policeman’ atau ‘polisi tidur’ populer di Inggris, awalnya ‘polisi tidur’ dibuat oleh pekerja bangunan pada 1906 di New Jersey, Amerika Serikat.

Kala itu ‘polisi tidur’ dibuat dengan ketinggian mencapai 13 centimeter atau sekitar 5 inci. Namun ukuran tersebut dinilai kurang efisien dan sulit untuk dilewati kendaraan. Akhirnya desainnya terus diperbarui.

Hingga akhirnya, pada tahun 1950, rancangan ideal untuk speed bump ditemukan. Adalah pemenang nobel bidang elektromagnetik bernama Arthur Holly yang menemukan desain ‘polisi tidur’ terbaik dan masih digunakan di seluruh dunia saat ini.

Desain ‘polisi tidur’ milik Holly dipasang di jalanan Universitas Washington. Setelah tiga tahun berjalan, jalan-jalan umum di seluruh belahan dunia mulai mengaplikasikan ‘polisi tidur’ tersebut.

Bikin ‘polisi tidur’ Ada Aturannya

Nah membuat ‘polisi tidur’ di Indonesia sebetulnya tidak main-main. Ada aturan dan sederet ketentuan yang harus dipenuhi soal pembuatan ‘polisi tidur’.

Ketentuan pemasangan tertuang dalam Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No. PM 14 tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 82 tahun 2018 tentang Alat Pengendali dan Pengamanan Pengguna Jalan. Pemasangan alat pembatas kecepatan, dalam hal ini speed bump dibahas dalam pasal 40A mengenai ketentuan pemasangan alat pembatas kecepatan.

“Pada pemasangan berulang, jarak antar-speed bump sebesar 90 m (sembilan puluh meter) sampai dengan 150 m (seratus lima puluh meter) pada jalan lurus,” bunyi butir pertama pasal 40A ayat 1

Ayat tersebut juga menambahkan, jarak pemasangan sebelum mendekati persimpangan, alinyemen horizontal, dan/ atau alinyemen vertikal sebesar 60 meter.

Tidak hanya mengenai jarak pasang, Permen tersebut juga menyebutkan secara detil mengenai bentuk dan ukuran ‘polisi tidur’ dan alat pembatas kecepatan lainnya. Dalam pasal 3 ayat 3 menyebutkan, speed bump berbentuk penampang melintang dan terbuat dari bahan badan jalan, karet, atau bahan lainnya yang memiliki kinerja serupa.

“Ukuran tinggi antara 5 cm (lima sentimeter) sampai dengan 9 cm (sembilan sentimeter), lebar total antara 35 cm (tiga puluh lima sentimeter) sampai dengan 39 cm (tiga puluh sembilan sentimeter) dengan kelandaian paling tinggi 50% (lima puluh persen),” bunyi butir 2 pada ayat 3 tersebut.

“Kombinasi warna kuning atau putih dan warna hitam berukuran antara 25 cm (dua puluh lima sentimeter) sampai dengan 50 cm (lima puluh sentimeter),” bunyi butir 3 pada ayat 3 tersebut.

Editor: ARON

Sumber: detikfinance