Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik penunjukan Indriyanto Seno Adji sebagai anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggantikan Artidjo Alkostar.

Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan lembaganya meragukan komitmen dan rekam jejak Indriyanto dalam isu pemberantasan korupsi.

“ICW sedari awal sudah meragukan komitmen pemberantasan korupsinya,” ujar Kurnia melalui pesan tertulis, Kamis (29/4).

Padahal, menurut Kurnia, revisi tersebut justru jadi salah satu sumber pelemahan lembaga antirasuah.

Kedua, Kurnia menyoroti sikap Indriyanto ketika menjadi panitia seleksi (Pansel) pimpinan KPK. Saat itu, Guru Besar dari Universitas Krisnadwipayana itu mengabaikan pentingnya Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).

Padahal semestinya, kata Kurnia, Indriyanto memahami LHKPN merupakan standar menilai integritas penyelenggara negara.

Kemudian, Kurnia menganggap Indriyanto acap berseberangan dengan KPK. Hal ini terlihat saat gelombang desakan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) pembatalan UU KPK yang disuarakan masyarakat.

“Indriyanto diketahui justru menolak usulan masyarakat itu dengan dalih belum ada kegentingan yang mendesak,” ungkap Kurnia.

Kelima, Kurnia mengkritik Indriyanto yang berpendapat bahwa KPK tidak perlu mengambil alih penanganan perkara korupsi Djoko Tjandra. Indriyanto, tutur Kurnia, kala itu mengusulkan agar KPK sebatas melaksanakan koordinasi-supervisi.Keempat, Indriyanto disorot karena menganggap Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan tidak diperlukan. Sementara faktanya, menurut Kurnia, penuntasan perkara masih menyisakan tanya.

“Keenam, pekan lalu Indriyanto juga mengomentari perihal hilangnya nama-nama politisi dalam surat dakwaan bansos. Saat itu, Indriyanto membenarkan langkah KPK tidak memasukkan nama-nama politisi itu,” tutur Kurnia.

“Padahal, baik dalam pengakuan saksi di persidangan dan rekonstruksi KPK, telah secara klir menyebutkan bahwa politisi-politisi itu mengambil peran dan memiliki pengetahuan terkait pengadaan paket bansos,” lanjutnya.

Alasan berikutnya, Indriyanto disebut cenderung menoleransi pelanggaran etik. Kurnia berujar hal itu terlihat saat yang bersangkutan meloloskan figur pelanggar etik, Firli Bahuri, menjadi pimpinan KPK.

Terakhir, Kurnia berpendapat bahwa Indriyanto memiliki rekam jejak anti-KPK. Itu terlihat saat ia memberikan bantuan hukum terhadap para tersangka kasus korupsi.

Beberapa di antaranya adalah mantan Gubernur Aceh, Abdullah Puteh dan mantan Bupati Kutai Kartanegara, Syaukani H Rais.

“Bahkan, selain dua nama itu, ia juga pernah menjadi kuasa hukum mantan Presiden Soeharto,” pungkas Kurnia.

Jawaban Indriyanto Tanggapi Kritik

Indriyanto Seno Adji mengakui memang mendukung revisi UU KPK. Namun, ia mengklaim sikapnya itu semata-mata dilakukan untuk memperkuat lembaga antirasuah.

“Memang saya dukung. Tadi saya jelaskan bahwa secara akademis, saya dimintai tanggapan mengenai UU KPK. Pertanyaan pertama saya waktu itu kepada tim secara informal, saya bilang kalau Anda datang tujuannya untuk mengeliminasi terhadap tupoksi KPK, saya enggak akan berikan pendapat,” terang Indriyanto kepada awak media di Gedung ACLC KPK, Kamis (29/4).

“Tapi, kalau tujuan revisi UU KPK untuk lakukan penguatan atau bangun kinerja KPK, silakan. Itu keluar Pasal 37 B ayat 1. Itu keluar tuh kewenangan-kewenangannya Dewas,” lanjut dia.

Sementara terkait polemik dirinya yang pernah menjadi pengacara koruptor, Indriyanto tak ambil pusing. Ia menegaskan saat itu hanya menjalani tugas sebagai seorang pengacara.

“Di mana kita berposisi di situ kita melakukan hak dan kewajiban. Titik. Saya katakan di mana kita berposisi di situ kita menjalankan profesi kita, hak dan kewajiban kita. Kita menangani perkara apapun kode etiknya advokat,” terang Indriyanto.

“Jadi, kita tidak melihat perkara korupsi, perkara terorisme. Kalau kita advokat seperti itu,” pungkas Indriyanto.

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) resmi melantik Indriyanto Seno Adji sebagai anggota Dewas KPK pada Rabu (28/4) petang di Istana Negara, Jakarta.

Indriyanto menggantikan Artidjo Alkostar yang meninggal dunia pada 28 Februari 2021.

Kursi anggota Dewan Pengawas KPK sebelumnya kosong selama kurun waktu sekitar dua bulan. Indriyanto akan menjadi anggota Dewan Pengawas KPK meneruskan sisa masa jabatan Artidjo yakni periode 2019-2023.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia