Warisan bisa menjadi berkah, namun malah bisa menjadi awal sengketa dalam keluarga. Salah satunya dialami oleh keluarga yang tinggal di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Bagaimana ceritanya?

Dalam e-mailnya kepada detikcom, R menceritakan masalah keluarga terkait warisan. Berikut pertanyaan R selengkapnya:

Perkenalkan saya R, warga Menteng, Jakarta Pusat. Saya ingin bertanya terkait masalah perihal menjual warisan rumah orang tua padahal orang tua ibu saya masih hidup. Di sini posisi saya sebagai cucu.

Pertanyaan:
1. Apakah saya bisa memenjarakan saudara ibu (om/tante-red) saya yang telah menjual warisan bersama?
2. Saudara ibu saya menjual warisan rumah tersebut tanpa persetujuan kedelapan saudaranya termasuk ibu saya tidak diikutsertakan dalam kesepakatan jual-beli di Notaris. Apakah diperkenankan dalam hukum?
3. Apakah tindakan saudara ibu saya ini termasuk penggelapan?
4. Pasal apa yang disarankan untuk memenjarakan saudara ibu saya durhaka ini telah menjual warisan rumah ibu saya padahal orang tua ibu saya masih hidup?

Untuk menjawab masalah di atas, tim detik’s Advocate meminta pendapat hukum dari hakim agung 2011-2018 Prof. Dr. Gayus Lumbuun, SH. MH. Berikut jawaban lengkapnya:

Identifikasi Masalah:

Pertama, kami mengindentifikasi permasalahan saudara terlebih dahulu mengingat kami tidak melihat dokumen dan paparan kasusnya kurang lengkap.

1. Menjual warisan rumah orang tua padahal orang tua ibu saya masih hidup. Saudara adalah cucu. Dari premis ini kami identifikasi bahwa:
– Orang tua Saudara sudah meninggal karena adanya pernyataan bahwa ada warisan dari orang tua Saudara. Warisan baru akan apabila Pewaris sudah meninggal.

– Kakek dan Nenek Saudara dari garis Ibu masih hidup.

2. Rumah warisan dari Orang Tua Saudara dijual oleh saudaranya Ibu Saudara karena adanya pertanyaan tentang Apakah Saudara bisa memenjarakan saudara ibu Saudara.

3. Penjualan rumah warisan tersebut dilakukan oleh salah satu dari kakak/adik Ibu Saudara tanpa persetujuan dari 8 (delapan) orang kakak/adik Ibu Saudara yang lainnya, termasuk juga tidak ada persetujuan dari Ibu Saudara.

4. Ibu Saudara juga tidak diikutsertakan dalam kesepakatan jual-beli di Notaris. Disini timbul kontradiktif dari permasalahan yang Saudara sampaikan karena sebelumnya Saudara mengatakan “rumah warisan orang tua Saudara”, di mana pernyataan itu mengartikan orang tua Saudara sudah meninggal, tapi kemudian dinyatakan pula Ibu Saudara juga tidak diikutsertakan, yang secara tidak langsung menafsirkan bahwa Ibu Saudara masih hidup tapi tidak diikutsertakan dalam jual beli di Notaris.

Oleh sebab itu dalam hal ini saya menterjemahkan saja bahwa yang meninggal adalah Bapak Saudara, bukan Bapak dan Ibu Saudara (kedua orang tua Saudara).

Asumsi akhir dari masalah Saudara ini berkenaan pemilik rumah warisan adalah:
– Warisan dari Bapak Saudara, karena Ibu Saudara masih hidup, dan Saudara menyatakan bahwa rumah tersebut adalah rumah warisan orang tua saudara.

– Warisan dari Kakek dan Nenek saudara, karena adanya pertanyaan Saudara di angka 1 (Apakah saya bisa memenjarakan saudara ibu saya yang telah menjual warisan bersama?). Bersama di sini merujuk kepada Ibu Saudara dan kakak/adiknya (8 orang).

Tanggapan dan Jawaban:

1. Pertanyaan angka 1 dan angka 4 :

Apakah saudara dari Ibu Saudara yang menjual warisan itu dapat dipenjara ? dan Pasal apa yang disarankan untuk memenjarakannya?
Pertama harus disampaikan terlebih dahulu bahwa memenjarakan seseorang, termasuk tahanan pada umumnya, adalah karena:
– Memenuhi kriteria ancaman hukuman untuk dilakukan penahanan oleh penyidik atau penuntut umum atau oleh hakim dalam rangka pemeriksaan perkaranya, atau Penahanan dapat dilakukan terhadap tersangka/terdakwa yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih (Pasal 21 ayat (4) huruf a KUHAP atau tindak pidana yang disebutkan pada Pasal 21 ayat (4) huruf b KUHAP meskipun ancaman hukumannya di bawah 5 (lima) tahun.

– Adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Seseorang yang dinyatakan bersalah akan divonis oleh hakim dengan hukuman penjara, termasuk hukuman percobaan.

Persoalannya, dalam hal ini menurut hemat kami adalah bahwa setidaknya harus dipastikan beberapa hal dalam penjualan rumah warisan tersebut, yang memungkinkan kakak/adik Ibu Saudara dinyatakan melakukan tindak pidana, yaitu Apakah kakak/adik Ibu Saudara yang menjual rumah warisan itu menggunakan surat palsu pada waktu menghadap PPAT untuk menjual rumah tersebut. Surat palsu itu dapat berupa:

– Surat Kuasa palsu dari Ibu Saudara dan dari 8 (delapan) orang saudara yang lainnya.
– Sertipikat rumah palsu yang menunjukkan bahwa yang bersangkutan sebagai pemilik satu-satunya.

2. Penjualan dilakukan tanpa persetujuan 8 (delapan) orang kakak/adik Ibu Saudara, termasuk Ibu Saudara tidak diikut sertakan dalam kesepakatan jual-beli di Notaris. Apakah diperkenankan dalam hukum?

Melakukan perjanjian dengan objeknya harta warisan atau Penjualan rumah warisan harus melibatkan seluruh ahli waris yang sah. Sehingga pada waktu menghadap Notaris/PPAT, penjual harus memperlihatkan Surat Keterangan Kematian pewaris yang sudah dinyatakan meninggal, Surat Keterangan Waris, dan seluruh ahli waris harus menunjukkan identitasnya ketika menghadap Notaris/PPAT.

Apabila ada ahli waris yang berhalangan, maka kehadirannya dapat diwakilkan berdasarkan surat kuasa yang sah, dan apabila ada ahli waris yang belum dewasa, maka yang bersangkutan diwakili oleh orang tuanya.

Oleh sebab itu penjualan harta warisan oleh salah seorang ahli waris saja adalah tidak sah.

Apabila penjualan tersebut dilakukan dengan membuat atau menggunakan surat-surat palsu, maka perbuatan pemalsuan dan atau menggunakan surat palsu tersebut diancam pidana berdasarkan Pasal 263 KUH Pidana dengan ancaman hukuman 6 (enam) tahun penjara atau Pasal 264 KUH Pidana dengan ancaman hukuman 8 (delapan) tahun penjara.

3. Apakah tindakan dari kakak/adik ibu Saudara yang menjual harta warisan itu termasuk penggelapan?

Penggelapan sebagai tindak pidana diatur pada Pasal 372 – 377 KUH Pidana. Penggelapan pada dasarnya adalah Tindakan melawan hukum memiliki sesuatu, baik seluruh atau sebagian, atas suatu barang kepunyaan orang lain yang ada dalam penguasaannya bukan karena kejahatan.

Pada masalah yang dikemukakan di atas tidak ada keterangan, apakah rumah warisan tersebut berada dalam penguasaan saudaranya Ibu Saudara yang diamanahkan / dititipkan pengurusannya kepadanya, sebelum yang bersangkutan menjualnya. Sehingga tidak ada unsur penggelapan dalam kasus ini.

Prof. Dr. Gayus Lumbuun, SH. MH.
Hakim Agung 2011-2018

=====

detik’s Advocate adalah rubrik baru di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya dan akan ditayangkan di detikcom, baik dalam bentuk artikel ataupun visual.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum waris, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email:

[email protected] dan di-cc ke-email: [email protected]

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Editor : Aron
Sumber : detik