Bantuan subsidi upah/gaji (BSU) atau BLT BPJS Ketenagakerjaan selama ini menjadi suplemen bagi karyawan bergaji di bawah Rp 5 juta. Bantuan ini dimaksudkan untuk menopang daya beli masyarakat.

Bantuan ini sudah berjalan dalam beberapa gelombang selama masa pandemi COVID-19. Total bantuan yang diberikan sebesar Rp 2,4 juta yang ditransfer Rp 600 ribu selama 4 bulan.

Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah mengatakan program BSU memang tidak dimasukkan dalam anggaran APBN 2021. Sehingga kelanjutan program ini tidak terlihat untuk tahun ini.

“Jika kita lihat pada anggaran PEN 2021, memang tidak nampak kelanjutan dari BSU di tahun ini. Kemnaker sendiri hingga saat ini belum mendapat penugasan untuk kembali menyalurkan BSU, kami ikut keputusan dari Komite PEN saja,” ungkapnya kepada detikcom, Selasa (2/2/2021).

Meski begitu Ida menegaskan, pemerintah masih terus berupaya untuk memitigasi dampak pandemi ini bagi angkatan kerja. Salah satunya dengan melanjutkan program Kartu Pra Kerja dan mendorong program padat karya di berbagai kementerian dan lembaga.

“Kemnaker sendiri ikut berpartisipasi dalam Pra Kerja dan menyelenggarakan program padat karya yang memang rutin kami lakukan,” tuturnya.

Keputusan menghentikan BSU ini dikhawatirkan kembali menekan daya beli masyarakat di tengah pemulihan ekonomi. Baca di halaman berikutnya.

Menurut Ekonom di Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai hilangnya BLT subsidi upah akan membuat keuangan masyarakat menengah ke bawah kembali sulit. Dengan begitu daya beli masyarakat akan sulit untuk pulih.

“Kerugian bagi daya beli masyarakat menengah ke bawah tentu signifikan tanpa dibantu subsidi upah,” tuturnya kepada detikcom, Selasa (2/2/2021).

Menurut Bhima justru seharusnya pemerintah melanjutkan BLT subsidi upah ke pekerja di sektor informal dengan penghasilan juga di bawah Rp 5 juta. Sebab di 2020 saja masih banyak pekerja informal yang tidak punya akun BPJS Ketenagakerjaan sehingga tidak masuk program subsidi upah.

Namun Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menilai pemerintah sudah tepat menghentikan program BLT subsidi upah. Namun pemerintah juga harus memikirkan bantuan yang diutamakan untuk para pekerja yang terkena PHK dan pekerja informal yang kehilangan pendapatannya.

“Bantuan untuk pekerja masih punya penghasilan seharusnya bukan prioritas. Yang harus diutamakan adalah mereka yang kehilangan pekerjaan dan income,” terangnya.

Sedangkan Peneliti dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet melihat dampak dari BLT subsidi gaji yang bergulir di 2020 terlihat dari berbagai indikator daya beli. Jika itu hilang maka dampak positif itu juga akan hilang.

“Misalnya kenaikan indeks penjualan ritel, membaiknya kepercayaan konsumen, indeks PMI yang berangsur-angsur membaik, dan potensi sumbangannya terhadap pemulihan ekonomi khususnya sektor konsumsi RT pada kuartal IV yang diproyeksikan akan lebih baik dibandingkan kuartal III,” tuturnya.

Editor : Aron
Sumber : detik