Kehadiran vaksin corona, Sinovac, dipercaya dapat membantu mengatasi wabah Covid-19 yang terjadi di Indonesia. Namun, tak semua orang bisa melakukan vaksinasi, termasuk di antaranya orang dengan gangguan autoimun.

Vaksinasi nasional sendiri telah dimulai sejak Rabu (13/1) dengan penyuntikan perdana untuk Presiden RI Joko Widodo. Setelahnya, masyarakat akan mendapatkan vaksin secara bertahap.

Vaksin bekerja dengan melatih sistem kekebalan tubuh untuk mengenali patogen, baik virus ataupun bakteri. Saat vaksin disuntikkan, maka vaksin akan merangsang sel-sel imunitas untuk membentuk antibodi yang dapat membantu tubuh melawan penyakit.

Tak semua orang bisa mendapatkan vaksin. Beberapa orang dengan penyakit tertentu, termasuk autoimun, tidak direkomendasikan melakukan vaksinasi. Hal itu tercantum dalam rekomendasi daftar pemberian vaksinasi Covid-19 produksi Sinovac oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI).

“Pasien autoimun tidak dianjurkan untuk diberikan vaksin Covid-19 sampai hasil penelitian yang lebih jelas telah dipublikasi,” tulis PAPDI dalam rekomendasinya, beberapa waktu lalu.

Salah satu penyebabnya adalah konsumsi obat imunosupresan. Misalnya pada gangguan autoimun yang menyerang sistem pencernaan seperti Celiac disease dan penyakit radang usus atau inflammatory bowel syndrome (IBS).

partial view of woman holding paper made large intestine on grey backgroundIlustrasi. Orang dengan penyakit pencernaan yang disebabkan autoimun tidak direkomendasikan melakukan vaksinasi corona. (iStockphoto/LightFieldStudios)

Ahli gastroenterologi, Profesor Ari Fachrial Syam menyebut, obat imunosupresan–yang biasa dikonsumsi oleh orang dengan gangguan autoimun–bakal menghambat proses pembentukan antibodi melalui vaksin. Antibodi tak akan terbentuk meski sudah disuntikkan vaksin.

“Bahwa tujuan vaksinasi adalah membentuk antibodi. Oleh karena itu, pada orang-orang yang saat ini dalam keadaan akut, mengalami penyakit autoimun atau sedang dalam pengobatan yang tujuannya menekan sistem imun tubuh, tentu dia tidak dianjurkan karena yang bersangkutan tidak mampu membentuk antibodi,” jelas Ari dalam pemaparannya di Instagram, beberapa waktu lalu.

Mengutip laman Lupus Foundation of America, vaksin mati seperti pada vaksin flu, pneumonia, dan tenanus tidak akan meningkatkan aktivitas gangguan autoimun lupus. Kendati demikian, ditemukan beberapa kasus orang dengan lupus yang mengalami flare (kekambuhan) pasca-vaksinasi.

Ahli kesehatan Sandra S Langow mengatakan, vaksin harus sangat hati-hati diberikan pada orang yang sedang mengonsumsi obat imunosupresan. “Vaksinasi dapat dilakukan pada orang dengan autoimun yang berada pada level stabil, di bawah pengawasan dokter,” ujar dia.

Sebuah penjelasan yang dipublikasikan dalam jurnal Annals of the Rheumatic Disease menyebutkan, vaksin pada orang dengan gangguan autoimun harus diberikan saat penyakit dalam kondisi stabil atau terkontrol guna meminimalisasi kekambuhan penyakit.

Vaksin yang diberikan harus berupa inactivated vaccine. Vaksin hidup mengandung sejumlah virus atau bakteri yang bisa membikin infeksi saat sistem kekebalan tubuh melemah.

Vaksin corona, Sinovac, merupakan salah satu jenis inactivated vaccine, bersama dengan vaksin lainnya seperti polio, hepatitis A, hepatitis B, influenza, difteri, tipes, dan masih banyak lagi. Jenis vaksin ini tidak akan berubah menjadi bentuk infeksi pada orang dengan gangguan imunitas. Namun, efektivitasnya akan berkurang pada orang yang mengonsumsi obat imunosupresan jangka panjang.

Editor : Aron
Sumber : cnnindonesia