Dosen Universitas Sumatera utara (USU), Himma Dewiyana Lubis, divonis bebas Mahkamah Agung (MA)Himma didakwa menyebarkan hoax bom Surabaya adalah pengalihan isu #2019 Ganti Presiden.

Himma menulis komentar di akun Facebook-nya pada Mei 2018 sekitar pukul 15.00 WIB yang mengomentari kasus bom Surabaya, yaitu:

Skenario pengalihan yang sempurna
#2019GantiPresiden.

Tak berapa lama kemudian, Himma ditangkap polisi dan akhirnya duduk di kursi pesakitan. PN Medan menyatakan Himma terbukti menulis ujaran kebencian di status Facebook terkait bom Surabaya. PN Medan hanya menjatuhkan hukuman percobaan, yaitu dengan pidana penjara selama 1 tahun dengan masa percobaan selama 2 tahun.

Di tingkat banding, hukuman Himma diperberat. Pengadilan Tinggi (PT) Medan menyatakan Himma terbukti melanggar UU ITE dan dijatuhi hukuman 1 tahun penjara karena terbukti menyebarkan hoax ‘bom Surabaya pengalihan isu’.

Himma tidak terima dan mengajukan kasasi. Apa kata MA?

“Putusan bebas,” kata juru bicara MA hakim agung Andi Samsan Nganro saat dimintai konfirmasi detikcom, Kamis (17/12/2020).

Duduk sebagai ketua majelis Prof Dr Surya Jaya dengan anggota Sofyan Sitompul dan Brigjen TNI Sugeng Sutrisno. Himma dibebaskan dari seluruh dakwaan jaksa. Berikut ini alasan lengkap MA membebaskan Himma:

1. Terdakwa tidak dapat dipersalahkan atas perbuatannya pada tanggal 13 Mei 2018 telah mem-posting tulisan tersebut dengan menuliskan dengan ketikan tangan sendiri dalam akun Facebook Himma Dewiyana milik terdakwa dengan URL: www.facebook.com/himma/dewiyana dengan kata/kalimat ‘skenario pengalihan yang sempurna #2019 Ganti Presiden’.
2. Selan itu, Terdakwa juga menulis dengan posting-an kalimat dan caption gambar ‘wow… Terungkap akhirnya awal pemicu kerusuhan d mako Brimob ternyata bkn soal makanan, tetapi krn Kitab Al Qur’an aku milik salah satu istri pembesuk d buang saat pemeriksaan… “
3. Posting-an tersebut terdakwa peroleh dan melihat melalui berita di INEWS melalui YouTube dan berita tersebut mengatakan dalam wawancara dengan aktivis islam Muhammad iqbal bahwa kerusuhan di Mako Brimob adalah karena Al-Qur’an dibuang bukan karena makanan.
4. Terdakwa juga mengcopy-paste tulisan yang berasal dari akun Facebook From Pembela Islam dengan mem-posting ‘Ini adalah pemicunya sodara, kitab Al Qur’an dibuang’.
5. Terdakwa mengcopy-paste tulisan tersebut dengan memberikan tanda kejut atau emoticon di akhir kalimat tujuan terdakwa ingin mencari kebenaran berita tersebut dari teman-teman Terdakwa di Facebook.
6. Kata-kalimat ‘Skenario Pengalihan yang Sempurna #2019GantiPresiden’ tidak dapat diartikan/dimaknai sebagai berita, informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antaragolongan.
7. Kata-kalimat #2019GantiPresiden dalam negara suatu negara demokrasi adalah sah-sah saja dan merupakan hak konstitusional setiap warga masyarakat. Kata-kalimat # 2019 ganti presiden masih sesuai dengan konteksnya yaitu tepat pada tahun 2019 akan ada ajang pesta demokrasi pemilihan umum untuk memilih Presiden dan wakil presiden.
8. Pemikiran/pendapat #2019GantiPresiden tepatnya pada ajang pesta demokrasi pemilihan umum tahun 2019 yang disampaikan melalui sarana elektronik bukan dimaksudkan sebagai bentuk ujaran kebencian atau permusuhan terhadap pemerintahan yang berkuasa atau permusuhan atau kebencian terhadap kelompok pendukung pemerintah melainkan suatu ekspresi pemikiran/pendapat yang berbeda dalam hal sikap dan pilihan politik.
9. Kata-kalimat tersebut tidak dapat pula dipandang atau diartikan sebagai perbuatan makar untuk menggulingkan pemerintahan.
10. Kata-kalimat ‘Ganti Presiden’ pada pemerintahan sebelumnya sejak reformasi pada masa pemerintahan Presiden BJ Habibie, Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono merupakan kata-kalimat yang dianggap bahasa lazim dalam sistem pemerintahan demokrasi, dan mereka yang menyuarakan tidak dikriminalisasi oleh aparat penegak hukum. Padahal saat itu telah berlaku undang-undang ITE yang sekarang ini dengan perubahannya.
11. Bahwa pendapat /pikiran untuk mengganti presiden /wakil presiden pada saat pemilihan umum (tahun 2019) merupakan ajang pesta demokrasi pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden adalah warna-warni/pernak-pernik demokrasi.
12. Kata-kalimat tersebut merupakan suatu ekspresi atau pendapat yang sah-sah saja atau konstitusional. Bahwa tidak ada satu undang-undang yang melarang anggota/kelompok masyarakat untuk menyuarakan ganti presiden saat menjelang ajang pemilihan pesta demokrasi sebagai ruang kebebasan berpendapat. Bahwa pada tahun 2019 merupakan ajang pemilihan presiden.
13. Bahwa pendapat yang menyuarakan ganti presiden harus pemilu presiden tahun 2019 adalah pendapat yang konstitusional, sudah bahasa yang umum dan lazim dalam masyarakat.
14. Bahwa terdakwa sesungguhnya adalah pengagum dan pendukung Jokowi karena janji-janji dalam kampanye pemilihan presiden tahun 2014.
15. Perbuatan terdakwa tidak memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 28 ayat (2) jo Pasal 45 A UU ITE.

Editor : Aron
Sumber : detik