Kabar mengenai rencana penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis bensin dengan nilai oktan (Research Octane Number/ RON) 88 atau Premium oleh PT Pertamina (Persero) kembali mengemuka. Namun kabar tersebut dibantah oleh Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Dia mengatakan jika sejauh ini tidak ada rencana dari direksi bakal menghapus BBM jenis Premium pada awal 2021. “Saya dengar dalam rapat-rapat dengan direksi, tidak ada rencana penghapusan Premium,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, akhir pekan kemarin.

Namun demikian, dari sisi penghematan bahan bakar, menurutnya memang lebih baik menggunakan bensin dengan RON lebih tinggi seperti Pertamax. Dia mengatakan, bagi orang yang biasa menggunakan kendaraan, bakal merasa jika Pertamax lebih bagus karena lebih irit dengan pembakaran ikutan yang sempurna.
“Kalau kita yang biasa pakai kendaraan, Pertamax justru bagus karena lebih irit,” ujarnya.
Apabila mengacu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No.20 tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O, bensin yang harus dijual ke publik minimum harus mengandung RON 91, tercantum dalam Pasal 3 ayat 2 Peraturan Menteri LHK, mestinya Premium sudah tidak dijual lagi karena mengandung RON di bawah 91.
Tidak hanya Premium, ada beberapa jenis bensin lainnya yang dijual di Indonesia masih di bawah RON 91, antara lain Pertalite yang dijual Pertamina dengan RON 90, bensin RON 89 oleh VIVO, Shell Regular dengan RON 90, dan Total Performance 90 dengan RON 90.
Rencana penghapusan Premium sempat disampaikan oleh MR. Karliansyah, Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dalam sebuah diskusi tentang BBM ramah lingkungan di akun YouTube YLKI ID, Jumat (13/11/2020).
“Syukur alhamdulillah Senin lalu saya bertemu Direktur Operasi Pertamina. Beliau menyampaikan per 1 Januari 2021, Premium di Jamali (Jawa, Madura, dan Bali) khususnya akan dihilangkan. Kemudian menyusul kota-kota lainnya di Indonesia,” tuturnya dalam diskusi tersebut.
Pengamat Ekonomi Energi UGM dan juga Mantan Anggota Tim Reformasi Tata Kelola Migas Fahmy Radhi mengatakan penghapusan Premium sudah diusulkan sejak 2015 oleh Tim Anti Mafia Migas karena Premium dinilai tidak hanya beremisi tinggi, tapi impornya juga memicu bahaya moral (moral hazard), yang menjadi sasaran empuk bagi Mafia Migas berburu rente.
“Sejak beberapa tahun lalu, BBM Premium sudah tidak dijual lagi di pasar internasional, sehingga tidak ada harga patokan. Pengadaan impor BBM Premium dilakukan dengan blending di kilang minyak Singapura dan Malaysia, yang harganya bisa lebih mahal,” ungkapnya kepada CNBC Indonesia, Kamis, (19/11/2020).
Menurut Fahmy tidak adanya harga patokan bagi BBM Premium berpotensi memicu praktek mark-up (menaikkan) harga yang menjadi lahan bagi Mafia Migas untuk berburu rente. Alasan inilah yang membuat timnya mengusulkan penghapusan Premium sejak 2015 lalu.
“Potensi pemburuan rente inilah yang menjadi pertimbangan utama bagi Tim Anti Mafia Migas untukmerekomendasikan penghapusan BBM Premium lima tahun lalu,” tegasnya.

Editor : Aron
Sumbner : cnbcindonesia