Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan neraca perdagangan Indonesia surplus USD 2,34 miliar selama Februari 2020, jauh lebih besar dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya surplus USD 330 juta.

Meski demikian, ekspor maupun impor Indonesia ke China dan sebaliknya mengalami penurunan yang cukup signifikan. Padahal, 26,7 persen pangsa impor Indonesia masih didominasi dari China.

Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti mengatakan, masifnya penyebaran virus corona menjadi faktor anjloknya ekspor dan impor antara Indonesia dan China. Apalagi, pemerintah China telah mengunci beberapa wilayah (lockdwon), sehingga distribusi barang menjadi sulit.

“Iya ada pengaruh dari covid-19, di mana kegiatan lockdown, ekspor impor otomatis mempengaruhi angka kita dari China. Karena baik ekspor maupun impornya, yang dari China itu turun dua-duanya,” ujar Yunita saat live streaming, Senin (16/3).

Neraca perdagangan Indonesia dan China sejak Januari-Februari 2020 defisit USD 1,94 miliar. Namun defisit ini mengecil jika dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang defisit USD 3,93 miliar.

Pelarangan penggunaan alat makan plastik

Secara rinci, ekspor nonmigas Indonesia ke China di Februari 2020 mencapai USD 1,87 miliar, turun 11,63 persen jika dibandingkan bulan sebelumnya (mtm). Namun secara tahunan, ekspor nonmigas Indonesia ke China masih tumbuh 21,49 persen (yoy).

Sementara impor nonmigas dari China selama Februari 2020 sebesar USD 1,98 miliar, anjlok 49,63 persen (mtm) dan turun 35,27 persen (yoy).

“Cukup dalam penurunannya untuk impor China, baik month to month dan year on year turun. Ada pengaruhnya juga dari covid-19, turun baik ekspor dan impor,” jelasnya.

Untuk jenis komoditasnya berdasarkan kode HS dua digit, impor plastik dan barang dari plastik asal China turun 65,16 persen (mtm) di Februari 2020.

Disusul impor mesin dan peralatan elektronik yang turun 45,17 persen (mtm), dan impor mesin dan peralatan mekanis asal China turun 34,33 persen (mtm).

Editor: PARNA
Sumber: kumparan