JAKARTA – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI resmi menyetujui 248 Rancangan Undang-undang (RUU) yang masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2020-2024. Dari jumlah itu, sebanyak 50 RUU turut disepakati untuk masuk dalam Prolegnas prioritas tahun 2020.

Di antara 50 RUU prioritas tahun 2020 itu terdapat beberapa yang mendapat perhatian masyarakat dan dinilai kontroversial belakangan ini.

Di antaranya RKUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (Kamtan Siber), RUU Pertanahan, hingga RUU tentang Penghapusan Kekerasan Seksual.

Empat dari enam RUU kontroversial itu sempat menjadi perhatian Presiden RI Joko Widodo (Jokowi). Jokowi sempat meminta DPR untuk menunda pengesahan empat RUU seperti RUU Pertanahan, RUU Minerba, RUU KUHP, kemudian RUU Pemasyarakatan pada akhir September 2019 lalu.

Sejumlah RUU tersebut, terutama RKUHP, mendapatkan penolakan yang luas dari masyarakat. Baik elemen masyarakat sipil, pegiat atau aktivis, hingga mahasiswa melakukan aksi secara besar-besaran untuk menolak RKUHP yang dinilai memuat sejumlah pasal kontroversial.

1. RKUHP
Daftar RUU Krusial Prolegnas, Dari KUHP Hingga UU Minerba

RKUHP menjadi polemik lantaran mengandung sejumlah pasal krusial. Pasal-pasal yang dianggap kontroversial dalam RKUHP antara lain terkait hukuman mati, pengaturan makar, penghinaan presiden, penghinaan pemerintah yang sah. penghinaan kekuasaan umum atau lembaga negara, serta tindak pidana terhadap agama.

Kemudian terdapat terkait kriminalisasi persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan di luar perkawinan, mempertunjukkan alat pencegah kehamilan, kriminalisasi setiap perempuan yang menggugurkan kandungan, tindak pidana korupsi, tindak pidana pelanggaran HAM berat, serta penyebaran ajaran komunisme atau Marxisme-Leninisme.

DPR sendiri pernah menyatakan terdapat 12 pasal kontroversial yang perlu dibahas ulang dan butuh mendengar masukan masyarakat.

Pasal-pasal tersebut di antaranya Pasal 2 tentang hukum yang hidup dalam masyarakat; Pasal 218 terkait penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden; Pasal 240 dan 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah.

Menkumham Yasonna Laoly sendiri telah mengajak Komisi III DPR RI membahas ulang 14 pasal kontroversial dalam RKUHP.

Menurut dia, terdapat kesalahpahaman di publik dalam merespons 14 poin di RKUHP. Yasonna berpendapat kesalahpahaman itu terjadi karena publik menanyakan tujuan pembuatan pasal yang seharusnya tidak ditanyakan.

Selain pasal-pasal krusial, pemerintah juga mewacanakan RKUHP mengatur tentang pemberian hukuman mati koruptor.

Menko Polhukam Mahfud MD mengklaim langkah memasukkan hukuman mati ke dalam RKUHP merupakan upaya tegas pemerintah dalam memberantas korupsi di Indonesia. Menurutnya, ketentuan hukuman mati yang telah tercantum dalam UU No. 20 tahun 2001 masih belum tegas penerapannya.

2. RUU Mineral dan Batu Bara (Minerba)

Pembahasan RUU Minerba belum dituntaskan oleh DPR periode 2014-2019 lantaran terganjal Daftar Investarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah yang belum sinkron.

Menteri ESDM kala itu, Ignatius Jonan, mengungkapkan bahwa secara garis besar terdapat 12 poin DIM RUU Minerba.

Dari pemerintah mengusulkan 6 poin. Pertama, penyelesaian permasalahan antar sektor. Kedua, penguatan konsep wilayah pertambangan.

Ketiga, meningkatkan pemanfaatan batu bara sebagai sumber energi nasional. Keempat, memperkuat kebijakan peningkatan nilai tambah minerba. Kelima, mendorong kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan penemuan deposit minerba.

Keenam, pengaturan khusus tentang izin pengusahaan batuan.

Sementara, enam poin lainnya merupakan usulan pemerintah dan DPR. Pertama, mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah. Kedua, tersedianya rencana pertambangan minerba.

Ketiga, penguatan peran pemerintah pusat dalam pembinaan dan pengawasan kepada pemerintah daerah. Keempat, pemberian insentif kepada pihak yang membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang.

Kelima, penguatan peran Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Terakhir, perubahan kontrak kerja/ Perjanjian Karya Pertambangan Batu Bara (PKP2B) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus dalam rangka kelanjutan operasi.

3. RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS)

Pembahasan RUU PKS ‘mentok’ di tingkat Panitia Kerja (Panja) pada periode DPR 2019-2024. Disebutkan terdapat tiga hal yang menjadi perdebatan Panja RUU PKS yaitu mengenai judul, definisi, serta ihwal pidana dan pemidanaan.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR kala itu, Marwan Dasopang, mengatakan banyak anggota Panja yang keberatan bila regulasi ini bertentangan dengan undang-undang induknya yakni Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Selain itu, salah satu yang belum mencapai kesepakatan dalam RUU PKS ialah terkait pasal tentang tindak pidana kekerasan seksual yang juga diatur dalam RKUHP, yaitu pemerkosaan dan pemaksaan aborsi.

4. RUU Pemasyarakatan

RUU Pemasyarakatan atau RUU PAS misalnya. RUU PAS menuai kontroversi karena memuat sejumlah pasal yang dianggap menguntungkan koruptor.

Salah satu poin yang sudah disepakati DPR dan pemerintah dalam Revisi UU Pemasyarakatan itu adalah kemudahan pembebasan bersyarat bagi narapidana kasus kejahatan luar biasa seperti korupsi dan terorisme.

RUU Pemasyarakatan meniadakan PP No. 99 tahun 2012 dan mengembalikan penerapan PP No. 32 tahun 1999. Para napi korupsi menjadi tidak wajib mengajukan diri sebagai justice collaborator untuk mendapatkan remisi dan pembebasan bersyarat

Tak hanya itu, RUU itu memberi kemudahan bagi Napi punya hak mendapat cuti bersyarat dan kegiatan rekreasi. Hal itu diatur berdasarkan Pasal 9 dan 10 RUU Pemasyarakatan. Aturan itu bisa dilakukan sepanjang didampingi oleh petugas.

5. RUU KKS

RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) ikut menuai kontroversi. Beberapa pihak menyebut pembahasan RUU ini berlangsung super kilat karena hanya dibahas selama lima hari.

Rancangan aturan itu dibuat atas inisiatif Badan Legislatif (Baleg) DPR itu banyak yang memgkritik dibuat tak melalui mekanisme Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU).

Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet) merinci terdapat 6 kontroversi dalam RUU tersebut. Diantaranya adalah BSSN bisa melakukan deteksi atas lalu lintas internet hingga bisa melakukan penyadapan.

Selain itu, BSSN bisa melakukan sensor dan blokir konten, mencabut internet, membuat perizinan makin susah, menghambat teknologi dan ekonomi digital, menghambat pengembangan keamanan siber.

6. RUU Pertanahan

Pembahasan RUU Pertanahan sendiri belum berhasil dituntaskan pada masa DPR Periode 2014-2019 lalu. Alhasil, RUU itu ‘diwariskan’ ke DPR periode 2019-2024 untuk dibahas kembali. Beberapa pihak menilai RUU itu rentan terhadap ancaman kriminalisasi terhadap masyarakat bila RUU itu disahkan oleh DPR.

Diketahui, sejumlah lembaga dan akademisi antara lain Komnas HAM, YLBHI, aliansi masyarakat adat AMAN mengkritisi beberapa pasal yang rentan menjadi celah kriminalisasi.

Beberapa di antaranya terdapat pada pasal 91 yang memuat ancaman kriminalisasi bagi masyarakat yang mempertahankan tanahnya dari penggusuran.

Selain itu, terdapat beleid yang berisi tentang ketentuan soal rencana pembatasan penguasaan dan kepemilikan lahan oleh seseorang atau perusahaaan. Tak hanya itu terdapat pasal 22 yang menyatakan pencabutan hak milik tanah yang tak digunakan oleh pemegang hak.

Ancaman lain terdapat pada pasal 94 yang berbunyi setiap orang atau kelompok yang mengakibatkan sengketa lahan akan dipidana paling lama 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp15 miliar.

 

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia