JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan sejumlah rekomendasi dan informasi yang tidak ditindaklanjuti oleh kementerian serta lembaga terkait. Salah satunya adalah informasi kepada Kementerian ESDM mengenai ribuan izin tambang ilegal di Indonesia.

Menurut Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Kementerian ESDM tidak pernah melakukan penyelidikan atau penyidikan atas informasi tersebut. Padahal, kata Laode, banyak izin tambang tidak membayar jaminan reklamasi dan tidak menutup lubang tambang.

“Kami sudah memberitahu bahwa ada izin tambang di negeri ini lebih 10 ribu, lebih 60 persen itu ilegal. Ada yang dihukum? Tak satupun yang ada, bahkan dari (Kementerian) ESDM misalnya untuk tambang ilegal saja, kan mereka punya PPNS itu, sampai hari ini tidak ada satu kasus pun yang diselidiki dan dilidik,” ucapnya saat rapat dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (27/11).

Rekomendasi lain adalah meminta Kementerian ESDM tidak memasang flow meter untuk mengukur pengangkatan minyak dan gas di Indonesia.

Laode bilang KPK pernah merekomendasikan Kementerian ESDM agar tidak menggunakan itu karena tidak akan berjalan efektif.

“(Kementerian) ESDM dulu mereka ingin memasang flow meter di pipa untuk mengukur berapa lifting minyak dan gas di Indonesia. Kami sudah bilang itu enggak boleh, karena itu enggak akan efektif kajiannya, tetap dilaksanakan,” kata Laode.

Selanjutnya, kata dia, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tidak mengindahkan rekomendasi terkait pembukaan data hak guna usaha (HGU). Padahal rekomendasi tersebut sudah dikuatkan lewat putusan pengadilan agar dibuka untuk umum.

“Ketiga rekomendasi untuk HGU kepada Kementerian ATE supaya dibuka padahal itu adalah keputusan pengadilan tertinggi sudah dikuatkan. Sampai hari ini, HGU tidak dibuka untuk umum,” ucap Laode.

Lebih dari itu, Laode mengatakan bahwa KPK juga sudah meluncurkan aplikasi Jaringan Pencegahan Korupsi Indonesia atau JAGA yang bisa memantau anggaran yang diterima sekolah dan jumlah guru di Indonesia.

Menurutnya, permasalahan di dunia pendidikan tidak terletak pada jumlah guru, melainkan pada pendistribusian guru karena guru-guru di Indonesia banyak yang ingin mengajar di daerah perkotaan. Laode berkata fenomena tersebutmembuat banyak tindak suap terjadi di sektor pendidikan.

“Bahkan per sekolah bisa kita lihat berapa yang diterima, berapa yang sampai ke masyarakat, berapa jumlah guru. Guru di Indonesia cukup, yang tidak cukup distribusi gurunya. Semua mau pergi ke kota, karena apa terjadi mau jadi kepala sekolah nyogok, enggak mau dipindah dia nyogok lagi. Kepala-kepala dinas seperti itu,” ucap dia.

Laode menyampaikan pemerintah juga mengabaikan instruksi serta rekomendasi terkait realisasi one map policy (kebijakan satu peta) yang diluncurkan Presiden Joko Widodo pada 2016 silam.

“Presiden telah meresmikan (kebijakan) peta satu (atau) one map policy itu bisa dibuka, sampai hari ini tidak. Bahkan saya sampaikan di sini yang baru siap itu baru Kalteng,” katanya.

Kesiapan Kalteng pun belum sepenuhnya. Menurutnya, Kalteng masih perlu melakukan rekonsiliasi lebih dahulu sebelum menerapkan kebijakan tersebut.

KPK Merasa Tidak Dihargai

Berangkat dari itu, Laode meminta DPR untuk melakukan pengawasan terhadap rekomendasi yang sudah disampaikan KPK ke kementerian atau lembaga. Menurutnya, banyaknya rekomendasi KPK yang tidak diindahkan membuat pimpinan KPK merasa tidak dihargai.

Bahkan, Laode pun mengeluhkan pemberitaan tentang rekomendasi yang disampaikan oleh KPK itu tidak pernah muncul di media massa seperti pemberitaan terkait operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK.

“Jadi banyak sekali rekomendasi KPK itu dan saya terus terang kadang agak merasa tidak dihargai, termasuk oleh bapak (DPR). Ah, pencegahan KPK itu enggak pernah melakukan apa-apa. We do a lot, tapi enggak pernah ditulis juga oleh teman teman media, kalau OTT ditulis banget,” kata Laode. (mts/wis)

Editor: PARNA
Sumber: CNN Indonesia