(CNN Indonesia/Safir Makki).
Jakarta,  Pemerintah mengakui terjadi kebocoran di kegiatan importekstil dan produk tekstil(TPT). Ini tercermin dari masih tingginya hasil jaring penindakan pemerintah atas aksi nakal dari para importir.

Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mencatat setidaknya pemerintah sudah melakukan 406 penindakan dengan nilai ekonomi mencapai Rp138,11 miliar pada Januari-September 2019. Jumlah itu hampir mendekati jumlah penindakan yang telah dilakukan pemerintah tahun lalu, 430 penindakan dengan nilai mencapai Rp171,34 miliar pada 2018.

“Itu semua TPT yang berhasil kami tindak, jadi di semua lini di pelabuhan, bandara, PLB (Pusat Logistik Berikat). Kalau nakal, ya kami tindak,” ujar Heru di Kementerian Perdagangan, Jakarta, Jumat (11/10).

Kendati begitu, Heru mengklaim tindakan kebocoran jauh lebih besar di pelabuhan dan bandara. Sebab, porsi impor melalui kedua pintu masuk itu memegang porsi sekitar 95 persen dari total kegiatan impor. Sementara di PLB hanya sekitar 4,07 persen.

Di sisi lain, ia mengatakan penindakan dari pemerintah juga menyasar produk non TPT, seperti balepress alias pakaian bekas yang umumnya sengaja dibuang oleh produsen dari negara-negara lain. Data terakhir, setidaknya DJBC berhasil menindak 349 kapal pembawa balepress dengan nilai Rp48,96 miliar pada 2018.

Sementara per Januari-September 2019, setidaknya sudah ada 311 kapal yang terjaring penindakan pemerintah. Nilai ekonominya mencapai Rp42,01 triliun. “Biasanya 1.000 balepress itu setara 1.000 lembar baju, celana, dan lainnya,” terangnya.

Lebih lanjut, Heru mengatakan pemerintah akan terus menggalakkan penindakan dan pengawasan agar kebocoran impor TPT dapat ditekan. Selain itu, pemerintah akan membentuk satuan petugas (satgas) untuk mengurangi kebocoran impor TPT ke depan.

Satgas tersebut terdiri dari sinergi antara DJBC, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kemenkeu, Kementerian Perdagangan, hingga asosiasi dan pelaku usaha TPT. Bahkan, satgas juga akan mengawasi PLB yang saat ini berjalan dengan mekanisme pelaporan mandiri (self declare) atas kegiatan impor yang dilakukan oleh pelaku usaha TPT.

“Kami menegaskan akan melihat masalah tekstil dari hulu ke hilir. Bila ada yang nakal, nanti akan kami tutup karena itu merusak pelaku usaha yang sudah baik,” tekannya.

Selain melakukan penindakan di lapangan, katanya, pemerintah juga akan mengecek kepatuhan administrasi importir TPT. Misalnya, turut melihat kepatuhan pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan atas pembayaran pajak dari importir.

Di sisi lain, pemerintah akan mempertimbangkan untuk memberi insentif bagi importir yang tidak nakal. Misalnya, memberikan fasilitas pengurangan bea masuk. “Kami ingin ada level of playing field yang, supaya semuanya menjadi importir baik,” katanya.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Indrasari Wisnu Wardhana menambahkan kementerian juga mencabut izin impor satu dari 21 pemegang angka pengenal impor produsen (API-P) yang tengah diawasi. Izin tersebut dicabut karena pemegang API-P yang bersangkutan terbukti melakukan pemindahtanganan bahan baku yang diimpor.

“Padahal Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan) menyebutkan tidak boleh dipindahtangankan atau diperdagangkan. Ini tidak sesuai sehingga kami cabut izin dan nomor impornya, serta akan usut ke hal-hal lainnya,” jelas Wisnu.

Selain itu, kementeriannya akan pula merevisi Permendag Nomor 64 Tahun 2017 tentang Ketentuan Impor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Berdasarkan beleid tersebut, pemerintah memberlakukan dua lampiran.

Lampiran pertama untuk kategori A, pemerintah mewajibkan importir memegang Persetujuan Impor (PI). Lampiran kedua untuk kategori B, di mana importir tidak perlu memiliki PI, namun cukup memegang Laporan Surveyor (LS).

“Kami akan ubah lampiran yang B jadi wajib PI, sehingga tidak ada yang bisa masuk tanpa persetujuan impor. Minggu depan akan keluar (revisinya) sebelum pergantian kabinet (pemerintahan),” ucapnya.

(uli/sfr)

Editor: PAR
Sumber: CNNIndonesia