Dirut PTPN III, Dolly Pulungan. Foto: Instagram/@dpulungan_ptpn
POJOK BATAM.ID – PT Perkebunan Nusantara III (Persero) atau PTPN III menjadi sorotan setelah dua direksinya ditahan KPK sebagai tersangka kasus suap distribusi gula. Keduanya adalah Direktur Utama PTPN III Dolly P. Pulungan dan Direktur Pemasaran PTPN III I Kadek Kertha Laksana.
Setelah adanya kasus tersebut, kini mulai terungkap jika perseroan yang merupakan induk holding usaha perkebunan BUMN, ini ternyata memiliki banyak persoalan. Salah satunya mengenai kondisi keuangan perusahaan.
Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi, mengatakan berdasarkan temuan pemeriksaan yang dilakukan oleh timnya, PTPN memiliki beban utang yang jumlahnya mencapai Rp 42 triliun.
“Utang PTPN Group saat ini mencapai Rp 42 triliun, melebihi kemampuan bayarnya,” kata Achsanul kepada kumparan, Jumat (6/9).
Achsanul mengatakan, BPK sejak dua pekan lalu tengah melakukan audit terhadap kondisi PTPN. Masalah keuangan merupakan salah satu temuan yang akan disampaikan dalam hasil audit yang ditargetkan selesai dalam 60 hari ke depan.
Menurut dia, persoalan di PTPN disebabkan manajerial perusahaan. Manajemen PTPN dinilai tidak bisa mengoptimalkan potensi penerimaan. Padahal, lahan yang dimiliki perseroan luasnya mencapai 1,5 juta hektare.
“Utang itu untuk menambah cashflow yang kurang. Memang itu yang menjadi persoalan PTPN akibat tidak bisa menggali potensi penerimaan dari komoditas yang menjadi garapan dia seperti sawit, tebu, teh, kopi, kopra, kakao, karet,” katanya.
Achsanul mengakui masalah di PTPN sudah berlangsung sejak lama. Misalnya terkait praktik transaksi ijon yang dilakukan oleh manajemen perusahaan terdahulu yang menjadi tanggungan manajemen saat ini.
“Ada beberapa transaksinya diijon. PTPN tinggal kirim barang, uangnya sudah 5-10 tahun lalu,” katanya.
Dia juga membenarkan jika dalam hasil audit BPK sebelumnya, banyak temuan yang menyebabkan masalah di perusahaan. Misalnya soal dugaan manipulasi pemupukan tanaman. BPK menemukan adanya anggaran fiktif untuk pupuk.
“Biaya pemupukan keluar, tapi tanaman tidak dipupuk. Produktivitas komoditi yang dihasilkan jadinya lemah,” ujarnya.
Namun, Achsanul tidak mau mengungkapkan hasil temuan sementara lainnya dalam audit yang sedang dilakukan terhadap PTPN. Dia memastikan akan mengungkapkan semua hasil temuan setelah audit selesai.
“Ini semua masih proses dan kami harus klarifikasi juga untuk fairness,” kata dia.

Presiden Madura United, Achsanul Qosasi. Foto: Helmi Afandi/kumparan
Adapun dua direksi PTPN menerima suap sebesar SGD 345 ribu atau setara Rp 3.526.900.638 (kurs Rp 10.222). Suap diduga dari Pieko Nyotosetiadi, pemilik PT Fajar Mulia Transindo, perusahaan yang bergerak di bidang distribusi gula.
Kasus ini berawal pada awal 2019, saat perusahaan Pieko ditunjuk menjadi pihak swasta yang mendapat kuota impor gula secara rutin setiap bulan. Perjanjian itu masuk dalam skema long term contract. PTPN III mempunyai aturan internal mengenai kajian penetapan harga gula bulanan.
Pada 31 Agustus 2019, terjadi pertemuan antara Pieko, Arum Sabil, dan Dolly Pulungan di Hotel Shangrila. Diduga, ada permintaan uang dari Dolly kepada Pieko.
Dolly Pulungan sendiri bukan orang baru di PTPN. Kariernya menanjak sejak dibandingkan bos perusahaan BUMN lain. Dia diangkat menjadi Dirut PTPN III pada 2018. Posisi itu diraih Dolly, hanya dua bulan setelah dia menjabat Wakil Dirut di perusahaan yang sama.
Editor: HEY
Sumber: kumparan