Cuaca terik di Jakarta (Foto: Grandyos Zafna)

Di sejumlah negara di wilayah Asia, seperti Thailand belakangan tengah dilanda gelombang panas. Pemerintah Thailand bahkan sampai mengeluarkan peringatan baru soal suhu panas ekstrem pada Kamis (25/4/2024), setelah menewaskan sebanyak 30 orang sepanjang tahun ini.

Pemerintah kota di Bangkok mengeluarkan peringatan panas ekstrem, karena indeks panas diperkirakan akan meningkat di atas 52 derajat Celsius.

“Indeks panas berada pada tingkat yang ‘sangat berbahaya’ di Bangkok,” demikian pernyataan Kementerian Lingkungan Hidup Thailand dikutip CNA, Selasa (30/4).

Korban tewas diduga terkait panas juga dilaporkan di negara bagian India, Kerala. Pada Senin (29/4), dua orang dilaporkan meninggal dunia, pria berusia 53 tahun dan wanita 90 tahun.

Suhu panas India, melonjak mencapai rekor tertinggi 41 derajat celcius, meningkat 5,5 derajat celcius di atas suhu normal. Meski begitu, pihak berwenang saat ini tengah menyelidiki lebih lanjut apakah kematian tersebut terkait dengan gelombang panas yang terjadi atau tidak.

“Kami belum memastikan apakah kematian ini disebabkan oleh gelombang panas. Proses medis untuk memeriksa kematian tersebut sedang berlangsung,” kata pejabat penanggulangan bencana negara bagian Shekhar Kuriakose di ibu kota negara bagian Thiruvananthapuram, dikutip dari CNA.

Bagaimana Situasi di RI?
Deputi Bidang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Guswanto menyatakan Indonesia tak mengalami gelombang panas seperti yang terjadi di Thailand hingga India. Menurut Guswanto, Indonesia hanya mengalami panas terik.

Guswanto menyebut gelombang panas umumnya terjadi pada wilayah yang terletak pada lintang menengah hingga lintang tinggi, di belahan Bumi Bagian Utara maupun di belahan Bumi Bagian Selatan, pada wilayah geografis yang memiliki atau berdekatan dengan massa daratan dengan luasan yang besar, atau wilayah kontinental atau sub-kontinental.

Sementara wilayah Indonesia terletak di wilayah ekuator, dengan kondisi geografis kepulauan yang dikelilingi perairan yang luas.

Hal serupa juga terjadi di Filipina. Menurut Guswanto, suhu panas yang terjadi di negara tersebut hingga memicu sejumlah sekolah diliburkan, bukanlah gelombang panas melainkan panas terik seperti di Indonesia.

“Filipina itu masih mirip dengan Indonesia, karena di Filipina masih didominasi oleh lautan sehingga itu dapat mempengaruhi suhunya, kalau gelombang panas itu biasanya terjadinya tuh di tengah, misalnya India, Jepang, dan Asia selatan tapi bagian Thailand ke atas, Myammar itu bisa,” katanya.

Wilayah RI yang Dilanda Panas Terik
Guswanto menjelaskan suatu negara bisa dikatakan dilanda gelombang panas apabila memiliki dua syarat.

“Syaratnya itu suhu maksimum harian lebih tinggi dari suhu maksimum rata-rata hingga 5 derajat celcius, dan biasanya muncul lima hari (berturut-turut),” katanya saat dihubungi detikcom, Selasa (30/4/2024).

“Misalnya suhu hariannya 37 derajat celcius, berarti kalau ditambah 5 derajat celcius, kan jadi 42 derajat celcius,” imbuhnya lagi.

Sementara di Indonesia, suhu maksimum di sejumlah wilayah masih di angka 34 hingga 36 derajat celcius berdasarkan data yang dihimpun BMKG pada 26 April 2024. Di antaranya:

Putusibau: 36,1 derajat celcius
Nangapinoh: 35,4 derajat celcius
Sentani (Jayapura): 35 derajat celcius
Talangbetutu (Palembang): 35 derajat celcius
Cut Bau (Sabang): 34,8 derajat celcius
Simpangtiga (Pekanbaru): 34,6 celcius
Mutiara (Palu): 34,6 celcius
Rendani (Manokwari): 34,5 celcius
Syamsuddin Noor (anjarmasin): 34,4 celcius
Jatiwangi: 34,4 celcius.

Ternyata Ini Pemicu Panas Terik di RI
Guswanto mengatakan posisi matahari yang berada tak jauh dari ekuator yang sekarang sedang berada di BBU, menyebabkan wilayah yang di ekuator mendapatkan penyinaran matahari yang maksimum. Hal ini menyebabkan suhu udara yang terdapat di wilayah Indonesia terasa lebih panas daripada biasanya.
Fenomena udara panas yang terjadi di Indonesia belakangan, jika ditinjau secara karakteristik fenomena maupun secara indikator statistik pengamatan suhu, tidak termasuk kedalam kategori Gelombang panas (Heat wave), karena tidak memenuhi kriteria untuk disebut Gelombang Panas.

Secara karakteristik fenomena, suhu panas yang terjadi di wilayah Indonesia disebabkan karena fenomena gerak semu matahari, suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun. Terlebih potensi suhu udara panas seperti ini juga dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.

Guswanto juga menyebut dalam sepekan ke depan, BMKG mengidentifikasi masih adanya potensi peningkatan curah hujan secara signifikan hingga seminggu ke depan, yakni di sebagian besar Sumatera, Jawa Barat dan Tengah, Sebagian Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Sebagian besar Papua.

“Potensi hujan signifikan terjadi karena kontribusi dari aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO), Gelombang Kelvin dan Rossby Equatorial, serta kondisi suhu muka laut yang hangat pada perairan wilayah sekitar Indonesia” tambah Guswanto, pungkasnya dari rilis yang diterima detikcom. Hal ini tentu saja dapat meningkatkan pertumbuhan awan hujan di beberapa wilayah di Indonesia.

Cuaca Ekstrem di Beberapa Wilayah RI
Di samping itu, pihak BMKG juga memonitor masih terjadinya hujan intensitas sangat lebat bahkan hingga ekstrem sejak 22 April di beberapa wilayah Indonesia. Di antaranya:

Luwu Utara (Sulawesi Selatan)
Banjarbaru (Kalimantan Selatan)
Kapuas Hulu (Kalimantan Barat)
Tanjung Perak Surabaya (Jawa Timur)
Kondisi cuaca ekstrem tersebut turut memicu terjadinya bencana hidrometeorologi di beberapa wilayah. Berdasarkan informasi perkembangan musim BMKG, diketahui bahwa sekitar 63 persen wilayah Zona Musim diprediksi mengalami Awal Musim Kemarau pada bulan Mei hingga Agustus 2024, dan untuk di periode pertengahan April beberapa wilayah masih cukup basah dan terjadi hujan.

Kepala Pusat Meteorologi Publik Andri Ramdhani menerangkan bulan April merupakan periode peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau di sebagian besar wilayah di Indonesia. Karena hal tersebut, masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini terhadap potensi cuaca ekstrem, seperti hujan lebat dalam durasi singkat yang dapat disertai kilat/petir dan angin kencang, angin puting beliung, dan fenomena hujan es.

Salah satu ciri masa peralihan musim adalah pola hujan yang biasa terjadi pada sore hingga menjelang malam hari dengan didahului oleh adanya udara hangat dan terik pada pagi hingga siang hari. Hal ini terjadi karena radiasi matahari yang diterima pada pagi hingga siang hari cukup besar dan memicu proses konveksi (pengangkatan massa udara) dari permukaan bumi ke atmosfer sehingga memicu terbentuknya awan.

Karakteristik hujan pada periode peralihan cenderung tidak merata dengan intensitas sedang hingga lebat dalam durasi singkat. Apabila kondisi atmosfer menjadi labil/tidak stabil, maka potensi pembentukan awan konvektif seperti awan Cumulonimbus (CB) akan meningkat. Awan CB inilah yang erat kaitannya dengan potensi kilat/petir, angin kencang, puting beliung, bahkan hujan es.

Editor: PARNA
Sumber: detik.com